Emisi Karbon dari Industri Makanan dan Minuman

Ketika membahas isu lingkungan, industri makanan dan minuman sering kali luput dari perhatian. Padahal, sektor ini berperan besar dalam menyumbang emisi karbon global yang memperparah krisis iklim. Di tengah tren global menuju praktik yang lebih ramah lingkungan, sektor makanan dan minuman harus ikut untuk berbenah. Artikel ini akan mengulas bagaimana industri ini berkontribusi terhadap emisi karbon dan langkah-langkah apa saja yang dapat diambil untuk memperbaikinya.

Jejak Emisi Karbon dari Makanan

Saat mendengar kata “emisi karbon”, yang terlintas mungkin asap kendaraan, corong-corong pabrik, atau pembangkit listrik. Tapi tahukah Anda bahwa sepiring makanan yang kita santap juga bisa “menyumbang” emisi karbon ke atmosfer?

Baca juga artikel lainnya : Menekan Dampak Jejak Karbon: Panduan bagi Perusahaan di Indonesia

Emisi karbon, secara sederhana, adalah gas karbon dioksida (CO₂) yang dilepaskan ke udara akibat berbagai aktivitas manusia dan industri di bumi. Di era dunia modern saat ini, makanan yang kita konsumsi juga merupakan produk hasil industri. Dalam konteks industri makanan dan minuman, emisi ini bisa berasal dari banyak hal, mulai dari proses pertanian, pengolahan bahan baku, pengemasan, distribusi, hingga limbah makanan yang dibuang.

Sebagai salah satu sektor terbesar di dunia, industri makanan dan minuman menyumbang sekitar 26% dari total emisi gas rumah kaca global. Ini menunjukkan bahwa apa yang kita konsumsi setiap hari, dan bagaimana makanan itu diproduksi, memiliki dampak besar terhadap bumi.

Rantai Pasok Industri Makanan

Untuk memahami besarnya jejak karbon dari industri makanan dan minuman, kita perlu melihat seluruh rantai produksinya. Emisi dimulai dari sektor pertanian dan peternakan yang menghasilkan gas rumah kaca seperti metana dan nitrous oxide, dua gas yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida. Selain itu, proses transportasi dan distribusi bahan pangan juga berkontribusi besar, karena mengandalkan kendaraan berbahan bakar fosil untuk mengantarkan produk ke berbagai penjuru dunia.

Selanjutnya, emisi juga muncul dari proses pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan. Pada umumnya, pabrik makanan menggunakan energi dari bahan bakar fosil, kemudian kemasan plastik atau aluminium menambah beban emisi. Di sisi lain, penyimpanan makanan yang memerlukan pendinginan intensif, seperti pada produk susu dan daging, turut memperbesar konsumsi energi. 

Tidak berhenti pada proses produksi dan distribusi saja, namun saat menjadi limbah pun makanan yang terbuang dan membusuk di tempat sampah akan menghasilkan metana, memperparah dampak lingkungan dari industri ini secara keseluruhan.

Industri Makanan dan Minuman Perlu Peduli Lingkungan

Dengan mengetahui berbagai dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan dari industri makanan dan minuman, maka kepedulian terhadap lingkungan perlu lebih ditingkatkan. Terutama untuk mengurangi jejak emisi karbon yang dihasilkan dari industri ini.

Ada beberapa alasan mengapa bisnis perlu mulai fokus pada pengurangan emisi karbon. Di lihat dari sudut pandang lingkungan, sudah jelas bahwa terdapat banyak sekali peluang terjadinya pencemaran lingkungan dari industri ini. Kemudian, dari sudut pandang bisnis, diketahui bahwa konsumen kini semakin peduli terhadap keberlanjutan, dan produk dengan label seperti “organik”, “carbon neutral”, atau “dari sumber berkelanjutan” menjadi lebih diminati. 

Selain itu, regulasi di berbagai negara, termasuk Indonesia, semakin ketat dan mendorong industri untuk menekan emisi melalui aturan dan insentif. Upaya pengurangan emisi juga dapat meningkatkan efisiensi operasional, seperti mengurangi pemborosan energi, bahan baku, dan logistik. Di sisi lain, perusahaan yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan umumnya memiliki reputasi lebih baik dan daya saing yang lebih tinggi, serta menarik minat investor yang fokus pada isu keberlanjutan.

Langkah-Langkah Nyata Mengurangi Emisi di Industri Makanan

Tidak semua perubahan harus langsung dilakukan dengan terobosan besar. Namun, langkah kecil yang konsisten justru akan lebih bisa berdampak besar jika dilakukan secara massal. Pelaku bisnis makanan dan minuman dapat menerapkan berbagai strategi untuk mengurangi emisi karbon. Salah satunya adalah dengan memilih sumber bahan baku secara berkelanjutan, seperti bekerja sama dengan petani lokal atau pemasok yang menerapkan praktik ramah lingkungan.. Selain itu, penggunaan energi terbarukan seperti panel surya atau peningkatan efisiensi energi di proses produksi juga dapat secara signifikan menurunkan jejak karbon.

Langkah lain yang bisa diambil adalah memperbaiki sistem pendinginan dengan menggunakan alat hemat energi dan bahan pendingin ramah lingkungan. Bisnis juga dapat mengurangi penggunaan kemasan plastik dengan beralih ke bahan yang bisa didaur ulang atau biodegradable. 

Setelah itu, hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah melakukan pengelolaan limbah makanan dengan bijak. Sisa produksi dapat dimanfaatkan untuk produk lain, dibuat kompos, atau disumbangkan ke lembaga sosial.

Menuju Industri Makanan dan Minuman yang Lebih Hijau

Di era di mana keberlanjutan menjadi standar baru, bisnis yang adaptif akan bertahan lebih lama dan tumbuh lebih sehat. Dalam hal ini, industri makanan dan minuman punya peluang besar untuk menjadi bagian dari solusi pengurangan emisi karbon. Dengan inovasi, kolaborasi, dan komitmen jangka panjang, sektor ini bisa menjadi pelopor dalam upaya dekarbonisasi. Perubahan ini memang tidak terjadi secara instan. Namun, jika setiap pelaku usaha mengambil langkah kecil yang tepat, hasilnya akan besar.

Hal ini dapat dimulai dengan memasukkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam strategi bisnis. Ini bukan hanya soal etika, tapi juga strategi pertumbuhan jangka panjang. Bagi pelaku bisnis makanan dan minuman, ini adalah panggilan untuk bertransformasi kepada bisnis yang lebih berwawasan ‘sustainable environment’. Ingin tahu lebih dalam bagaimana bisnis makanan dan minuman Anda bisa mengurangi emisi karbon dan menjadi lebih berkelanjutan? Kunjungi satuplatform, sekarang!

Similar Article