Apakah Deforestasi Dapat Memicu Krisis Pangan Berikutnya Melalui Perubahan Iklim?
Perubahan iklim menjadi salah satu ancaman terbesar bagi ketahanan pangan global. Deforestasi, yaitu penggundulan hutan yang masif, berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim dan langsung memengaruhi produksi pangan. Pertanyaannya, apakah penggundulan hutan memperburuk ancaman ketahanan pangan yang sedang dihadapi berbagai belahan dunia melalui dampaknya terhadap lingkungan dan iklim? Baca Juga: Ribuan Hektar Hutan Hilang Akibat Deforestasi Setiap Tahunnya! Deforestasi dan Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan Menurut World Economic Forum (2025), hutan yang sehat membantu menstabilkan iklim lokal dan mendukung siklus air penting bagi pertanian. Penggundulan hutan menyebabkan degradasi tanah melalui hilangnya tutupan pohon yang menjaga kesuburan dan mencegah erosi. Kondisi tersebut menurunkan curah hujan dan kualitas air, serta meningkatkan limpasan air yang membawa tanah, bahan kimia, dan limbah ke sungai hingga menimbulkan pencemaran pada sumber air. Ketika hutan dibuka, manusia dan hewan liar makin sering berinteraksi dan meningkatkan penyebaran penyakit zoonosis seperti Ebola dan malaria. Hilangnya habitat juga mendorong migrasi hewan pembawa penyakit ke area pemukiman dan meningkatkan ancaman kepunahan karena berkurangnya sumber makanan, air, dan tempat berlindung bagi satwa. Lebih buruk lagi, penebangan hutan menghilangkan kemampuan alami pohon untuk menyerap karbon dioksida dan menyaring polutan udara, sehingga meningkatkan emisi gas rumah kaca seperti CO₂, metana, dan nitrous oxide. Akibatnya, suhu lokal meningkat tajam dan memperparah pemanasan global. Sebagian besar deforestasi dipicu oleh ekspansi pertanian komoditas, terutama di negara tropis seperti Indonesia dan Madagaskar. Kombinasi dampak-dampak tersebut dapat mengarah pada menurunnya variasi dan ketersediaan ragam hewan dan tumbuhan untuk makanan. Mengamati peran utama hutan dan dampak dari penggundulan hutan, penggundulan hutan berperan sebagai pemicu perubahan iklim yang berkontribusi pada ancaman ketahanan pangan di daerah terdampak. Studi Kasus WWF Brazil Pada tahun 2022, WWF Brazil dalam publikasi berjudul A Technical Note by WWF-Brazil gathers studies that show how deforestation impairs productivity in the field mengungkapkan studi kasus dampak deforestasi pada rantai produksi. Penggundulan hutan menyebabkan penurunan produktivitas pertanian dan kerugian ekonomi signifikan bagi agribisnis. Di Brasil, produktivitas kedelai turun 12% di Amazon dan 6% di Cerrado (1985–2012), dengan potensi kerugian hingga 26% untuk kedelai dan 32% untuk padang rumput pada 2050. Pendapatan kotor per hektar kedelai turun rata-rata US$158,50 per tahun akibat hilangnya fungsi regulasi iklim. Kerugian akibat penggundulan hutan tak hanya berdampak pada petani, tetapi juga pada seluruh rantai nilai. Perusahaan Brasil terancam kehilangan hingga BRL 24 miliar akibat kerusakan reputasi, kehilangan pasar, dan gangguan ekosistem. Di Mato Grosso saja, potensi kerugian bisa mencapai US$1,8 miliar pada 2050. Studi ini menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat penggundulan hutan (10–40%), makin besar pula penurunan pendapatan dari kedelai dan daging sapi. Jika tidak ditangani, deforestasi akan terus melemahkan ketahanan pasokan dan keberlanjutan bisnis jangka panjang. Solusi dan Langkah-Langkah Mitigasi Untuk memitigasi dampak dari praktik deforestasi, perlindungan dan restorasi hutan serta kombinasi penanaman pohon di lahan pertanian adalah solusi yang terus digalakan. 1. Restorasi Hutan untuk Menjaga Air dan Tanah Hutan berperan penting dalam menjaga kualitas air dan kesuburan tanah. Daerah aliran sungai berhutan menyediakan air bersih bagi lebih dari 85% kota besar dunia dan mendukung ketahanan pangan 1,7 miliar orang. Hutan menyerap curah hujan dan menjaga aliran air secara konsisten, sekaligus memperkaya tanah melalui daur ulang nutrisi. Namun, sepertiga tanah global mengalami degradasi, sehingga restorasi hutan dan pengelolaan berkelanjutan sangat krusial untuk menjaga produktivitas pertanian dan ekosistem. 2. Konservasi Hutan Konservasi hutan penting untuk mengurangi emisi karbon, menjaga keanekaragaman hayati, dan mencegah degradasi lahan. Inisiatif global seperti 1t.org mengajak sektor swasta berkomitmen menanam dan merestorasi milyaran pohon. Contohnya, program “JUNTOS” dari Fresh Del Monte berhasil melakukan reboisasi, melindungi habitat satwa, dan mengedukasi komunitas lokal, menunjukkan peran strategis konservasi dalam keberlanjutan bisnis. 3. Agroforestri Praktik mengintegrasikan penanaman pohon ke dalam sistem pertanian ini menawarkan solusi berkelanjutan untuk mengatasi ancaman deforestasi dan perubahan iklim. Dengan menanam pohon bersama tanaman pangan, agroforestri meningkatkan kesuburan tanah, menyimpan karbon, dan menjaga siklus air. Selain itu, agroforestri dapat membantu bisnis mengelola risiko iklim sekaligus memenuhi standar ESG (Environmental, Social, Governance) dengan praktik yang ramah lingkungan. Beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sudah mengadopsi model ini untuk mengurangi deforestasi sekaligus meningkatkan produktivitas pangan lokal. Bagaimana Pemangku Kepentingan Dapat Berkontribusi? World Economic Forum merekomendasikan kolaborasi pemerintah, pelaku bisnis, peneliti, LSM, dan masyarakat harus dalam langkah-langkah strategis berikut ini. Kebijakan global dan inisiatif seperti komitmen pengurangan deforestasi dan promosi ESG mendukung upaya ini dengan mendorong transparansi pelaporan emisi dan restorasi hutan.Dukung kebijakan sustainability dengan transparansi pengelolaan karbon yang sistematis. Manfaatkan FREE DEMO Satuplatform untuk kontribusi pada ketahanan rantai pasok dan pangan di masa depan. Similar Article Adaptasi Bisnis di Era Krisis Energi Pasokan bahan bakar menjadi semakin terbatas, dengan harga yang melambung tinggi, merupakan salah satu bukti bahwa dunia sedang mengalami krisis energi. Kondisi krisis energi yang saat ini tengah melanda berbagai belahan dunia bukan hanya berdampak pada sektor energi itu sendiri, tetapi juga memberikan tekanan besar terhadap keberlanjutan operasional dunia usaha. Baca juga artikel lainnya : Masa Depan Bisnis Adalah Bertanggung Jawab, Benarkah? Ketergantungan pada bahan bakar fosil, fluktuasi harga energi, hingga ketidakpastian geopolitik membuat banyak perusahaan menghadapi tantangan serius dalam menjaga efisiensi biaya dan stabilitas pasokan. Untuk itu, adaptasi strategis menjadi suatu keharusan, terutama dalam konteks transisi menuju ekonomi rendah… The Environmental Impact of Silicones in Beauty Industry In an era when sustainability has become a defining trend across industries, the beauty sector does not want to be left-behind. From biodegradable packaging to cruelty-free testing and vegan formulas, brands are racing to meet the growing consumer demand for environmentally responsible products. However, beneath the glossy labels and eco-marketing lies a lesser-known contradiction, that some beauty materials like synthetic silicones are presenting as a new environmental challenge. This article will explore the environmental cost of silicones in the beauty industry. Read other articles : Business Adaptation Amid Environmental Challenges Why Silicones in Beauty Products? Silicones are a group of… Unveiling the Environmental Footprint of Vaping Culture Over the past decade, vaping has been marketed as a cleaner alternative to traditional smoking. The trend of e-cigarettes and vape pens have gained favor among younger generations, tech-savvy consumers, and even smokers seeking harm reduction. However, beneath the cloud of flavored vapor lies a less …
Read more “Apakah Deforestasi Dapat Memicu Krisis Pangan Berikutnya Melalui Perubahan Iklim?”