Antara Tisu Basah dan Tisu Kering, Mana yang Lebih Ramah Lingkungan?

Saat ini, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan semakin meningkat. Banyak orang mulai mempertanyakan produk-produk yang mereka gunakan sehari-hari, apakah ramah lingkungan atau justru berkontribusi pada kerusakan alam. Salah satu barang yang cukup sering digunakan namun jarang dipikirkan dampaknya adalah tisu. Baik tisu basah maupun tisu kering digunakan hampir setiap hari; di rumah, di kantor, saat bepergian, hingga untuk kebutuhan bayi. 

Tapi, mana di antara keduanya yang lebih ramah lingkungan? Mari kita bahas bersama dalam artikel ini!

Mengenal Perbedaan Tisu Basah dan Tisu Kering

Secara umum, tisu kering adalah lembaran tipis dari serat kayu yang digunakan untuk menyeka atau mengeringkan sesuatu, seperti tisu toilet, tisu wajah, atau tisu makan. Tisu kering biasanya hanya sekali pakai dan langsung dibuang. Meskipun terlihat sederhana, tisu kering diproduksi melalui proses yang cukup intensif karena melibatkan penggunaan kayu, air, dan energi dalam jumlah besar.

2

Sementara itu, tisu basah adalah tisu kering yang diberi cairan tambahan seperti air, alkohol, pelembap, atau bahan kimia lainnya. Tisu basah sering digunakan untuk membersihkan tangan, wajah, bahkan area sensitif seperti saat mengganti popok bayi. Karena mengandung cairan, tisu basah juga membutuhkan bahan tambahan seperti plastik atau poliester agar tidak mudah sobek saat digunakan.

Baca juga artikel lainnya : Sustainable Marketing: Strategi Pemasaran Ramah Lingkungan untuk Bisnis Modern 

Perbedaan kandungan inilah yang membuat dampak lingkungannya pun berbeda.

Proses Produksi dan Jejak Karbon

Dari sisi proses produksi, tisu kering dan tisu basah sama-sama memiliki jejak karbon. Namun, tisu basah cenderung memberikan dampak lingkungan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penggunaannya yang melibatkan lebih banyak bahan kimia seperti pengawet, alkohol, atau parfum. Selain itu, tisu basah juga sering mengandung serat sintetis seperti polyester atau polipropilena, bukan hanya serat alami, yang membuatnya lebih sulit terurai. 

Untuk menjaga kelembapannya, tisu basah membutuhkan kemasan plastik yang rapat, yang pada akhirnya menambah beban sampah plastik. Kombinasi antara bahan kimia dan plastik tersebut membuat tisu basah tidak mudah terurai di alam. 

Di sisi lain, tisu kering umumnya hanya berbahan dasar pulp kayu. Meskipun tetap berpotensi menyumbang deforestasi jika tidak berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan, tisu kering lebih mudah terurai secara alami. Bahkan, beberapa merek telah mulai menggunakan bahan daur ulang serta menerapkan proses produksi yang lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, jika membandingkan jejak karbon dari sisi bahan dan proses produksi, tisu kering masih lebih unggul dalam hal keberlanjutan.

Apa yang Terjadi Setelah Dibuang?

Isu lingkungan berikutnya dalam penggunaan tisu adalah saat tisu telah selesai digunakan dan menjadi limbah. Bukan hanya terletak pada proses produksinya saja, tetapi juga pada pengelolaan limbah tisu perlu diperhatikan. Banyak orang tidak menyadari bahwa tisu basah sering kali dibuang ke toilet, padahal jenis ini tidak bisa ter-urai seperti tisu toilet. Akibatnya, tisu basah dapat menyumbat saluran pembuangan dan menimbulkan masalah sanitasi. 

Selain itu, karena mengandung unsur plastik, tisu basah dapat bertahan selama bertahun-tahun di tempat pembuangan akhir. Jika dibakar di tempat pembuangan sampah terbuka, tisu basah bahkan bisa menghasilkan emisi berbahaya yang mencemari udara dan membahayakan kesehatan manusia. 

Sementara itu, tisu kering lebih mudah terurai secara alami, terutama jika tidak mengandung pewangi atau pemutih tambahan. Bila dibuang dengan cara yang benar, tisu kering akan terurai lebih cepat dibandingkan tisu basah. Meski demikian, penting untuk diingat bahwa kedua jenis tisu tetap merupakan produk sekali pakai. Berapapun jumlahnya, tisu tetap akan menambah beban sampah, terutama di kota-kota besar yang sistem pengelolaan limbahnya masih belum optimal. Oleh karena itu, sebagai konsumen perlu untuk lebih ‘mindful’ dalam hal jumlah tissue yang digunakan.

Produk Tisu dan Tanggungjawab Bersama

Tisu adalah produk yang digunakan hampir setiap hari oleh banyak orang, namun dalam konteks Environmental, Social, and Governance (ESG), perusahaan yang memproduksinya memikul tanggung jawab besar terhadap dampak lingkungan dan sosial dari produk tersebut. 

Tanggung jawab ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pemilihan bahan baku, apakah berasal dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak, hingga transparansi dalam penggunaan bahan kimia selama proses produksi. Selain itu, desain kemasan juga menjadi perhatian penting, apakah kemasannya dapat didaur ulang atau justru menambah limbah plastik sekali pakai. 

Tidak kalah penting, perusahaan juga diharapkan memberikan edukasi kepada konsumen tentang cara pembuangan produk yang benar agar tidak menambah beban lingkungan. Sebagai konsumen, kita juga bisa menerapkan prinsip sustainability dalam keputusan belanja sehari-hari. Memilih produk dengan sertifikasi lingkungan, mendukung merek yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan, serta mengurangi penggunaan produk sekali pakai adalah langkah-langkah nyata yang bisa kita ambil. Kita tidak harus langsung berhenti menggunakan tisu, tetapi bisa mulai mempertanyakan kebutuhan kita dan alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Solusi dan Alternatif yang Lebih Baik

Jika ingin mengurangi dampak lingkungan, ada beberapa solusi praktis yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menggunakan kain lap serbaguna yang bisa dicuci dan digunakan ulang, terutama untuk kebutuhan di rumah atau kantor. Kita juga bisa memilih tisu yang terbuat dari bahan daur ulang atau yang memiliki label “eco-friendly” sebagai bentuk dukungan terhadap produk yang lebih bertanggung jawab. 

Selain itu, sebaiknya hindari penggunaan tisu basah untuk keperluan yang bisa diselesaikan dengan air atau sabun, dan jangan pernah membuang tisu basah ke dalam toilet. Di rumah, jika memungkinkan, penggunaan bidet atau semprotan air sebagai pengganti tisu toilet juga bisa menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Lalu, mana yang lebih ramah lingkungan, tisu basah atau tisu kering? Jawabannya adalah tisu kering, terutama jika kita memilih merek yang bertanggung jawab dan menggunakannya dengan bijak. Namun, pilihan yang paling ramah lingkungan sebenarnya adalah dengan mengurangi konsumsi produk sekali pakai secara keseluruhan. Sebagai bagian dari masyarakat modern yang setiap hari menggunakan produk-produk konsumsi, kita memiliki peran penting dalam membentuk arah permintaan pasar. Dengan memilih produk yang berkelanjutan, kita turut mendorong industri untuk berubah. 

Jika bisnis Anda ingin ikut mendorong perubahan ke arah yang lebih hijau, baik dalam produk maupun dalam gaya operasional, kami siap membantu dengan pendekatan berbasis ESG dan keberlanjutan. Hubungi satuplatform untuk memulai perjalanan bisnis yang lebih ramah lingkungan, dimulai hari ini!

Similar Article