5

Hadapi Krisis Energi, Apa Saja yang Perlu Dilakukan?

Krisis energi bukan lagi sekadar tantangan di masa depan, namun ia telah menjadi realitas di depan mata. Ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, ketidakstabilan geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan energi telah menciptakan tekanan besar pada sistem energi global. Di Indonesia, fenomena ini terasa lewat lonjakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pemadaman listrik di beberapa wilayah, dan ketergantungan pada impor energi.  Menghadapi krisis energi yang semakin mendesak, diperlukan langkah-langkah strategis untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Artikel ini akan menguraikan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi krisis energi secara berkelanjutan. Baca Juga: Ancaman Krisis Energi, Bagaimana Kondisinya di Indonesia? Diversifikasi Sumber Energi dalam Menanggulangi Krisis Salah satu penyebab utama krisis energi adalah ketergantungan yang terlalu tinggi pada bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Ketiga sumber ini tidak hanya terbatas, tetapi juga memiliki dampak lingkungan yang besar. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi ini adalah dengan diversifikasi sumber energi. Terutama dengan mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, air, dan bioenergi. Negara-negara seperti Jerman dan Denmark telah menunjukkan bahwa integrasi energi terbarukan ke dalam sistem nasional bukanlah hal yang mustahil. Indonesia pun memiliki potensi besar, terutama tenaga surya dan panas bumi.Namun, agar transisi ini berjalan mulus, perlu investasi besar dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Efisiensi dan Konservasi Energi untuk Antisipasi Krisis Selain mencari sumber energi baru, langkah krusial lain adalah dengan mengurangi konsumsi energi secara keseluruhan melalui efisiensi dan konservasi. Efisiensi berarti menggunakan energi lebih sedikit untuk menghasilkan output yang sama, sementara konservasi mengacu pada perubahan perilaku agar konsumsi energi menurun. Langkah konkret yang bisa diambil adalah seperti; mendorong penggunaan peralatan hemat energi di rumah tangga dan industri, mengatur waktu operasional penerangan (lampu) secara efisien, atau bahkan mengadopsi sistem manajemen energi di sektor industri dan komersial. Kampanye publik yang edukatif juga penting agar masyarakat menyadari bahwa menghemat energi bukan hanya soal mengurangi tagihan listrik, tetapi juga menyelamatkan lingkungan dan menjaga ketahanan nasional. Peningkatan Infrastruktur Energi Untuk Menanggulangi Krisis Salah satu tantangan utama dalam transisi energi adalah keterbatasan infrastruktur, baik untuk pembangkitan, transmisi, distribusi, maupun penyimpanan energi. Contohnya, pembangkit tenaga surya hanya efektif jika didukung jaringan listrik yang fleksibel dan teknologi penyimpanan energi seperti baterai skala besar. Demikian pula, bioenergi membutuhkan rantai pasok yang efisien dari sumber bahan baku hingga pemrosesan akhir. Investasi dalam smart grid, microgrid, dan sistem penyimpanan energi perlu menjadi prioritas. Hal ini akan meningkatkan resiliensi sistem energi terhadap gangguan dan memaksimalkan potensi sumber terbarukan. Kolaborasi Publik-Swasta Perlu disadari bersama, bahwa mengatasi krisis energi bukan tugas pemerintah semata. Sektor swasta, seperti pelaku bisnis dan perusahaan, juga memainkan peran vital dalam inovasi teknologi, pendanaan proyek energi, dan efisiensi operasional. Kolaborasi antara pemerintah dan swasta (Public-Private Partnership) bisa diwujudkan dalam bentuk; proyek-proyek pembangkit energi terbarukan, inovasi teknologi efisiensi energi, dan  juga melalui program CSR yang fokus pada edukasi dan akses energi di daerah terpencil. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Menanggulangi Krisis Energi Selain berinisiatif pada urusan teknis dan ranah kebijakan, menghadapi krisis energi juga perlu menyentuh aspek sosial dan budaya. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi energi masyarakat adalah kunci dalam menanggulangi krisis ini. Kampanye publik tentang pentingnya penghematan energi perlu diperkuat. Inisiatif lokal seperti desa mandiri energi juga patut dikembangkan agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen energi (prosumer).Melalui cara ini akan terbentuk masyarakat berdaya yang menjadi ujung tombak dalam membangun ketahanan energi nasional yang merata. Penguatan Riset dan Inovasi dalam Mengurangi Krisis Energi Langkah yang juga penting untuk dipersiapkan dalam menghadapi krisis energi adalah dengan meningkatkan riset dan pengembangan teknologi secara kontinyu. Baik dalam pengembangan teknologi baru, peningkatan efisiensi, maupun adaptasi solusi lokal. Dalam hal ini, beberapa inisiatif yang dapat ditempuh adalah seperti; melakukan kolaborasi antara universitas, lembaga penelitian, dan industri, mengalokasikan pendanaan riset yang lebih terdedikasi dan berkelanjutan, dan dapat pula melalui inkubasi startup energi bersih dan teknologi ramah lingkungan. Pada akhirnya, krisis energi memang merupakan tantangan besar, tetapi juga merupakan peluang transformasi menuju sistem energi yang lebih adil, bersih, dan berkelanjutan. Kondisi ini mengharuskan kita untuk keluar dari cara berpikir lama dan berinovasi secara kolektif. Setiap pihak memiliki peran yang penting dalam menghadapi krisis energi, terutama untuk industri yang banyak menggunakan bahan baku fosil. Dalam hal ini, untuk industri dan perusahaan yang ingin lebih berkontribusi terhadap transformasi energi berkelanjutan, saat ini, telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Pemanfaatan AI dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi kecerdasan buatan atau Artficial Intelligence (AI) telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menjadi bagian yang krusial dari berbagai aspek kehidupan.  Saat ini, pengaplikasian AI tidak lagi terbatas dan sudah sangat luas. AI diimplementasikan dalam berbagai hal yang sekiranya dapat mendukung kemudahan hidup bagi manusia, seperti menjadi asisten virtual, mesin pencari data, pengisi suara, dan lain sebagainya. Perkembangan AI juga telah membuka peluang baru di berbagai industri, seperti transportasi, pendidikan, dan hiburan. Bahkan AI juga diprediksi dapat mendukung manusia dalam upaya dekarbonisasi, mengurangi emisi karbon sebagaimana yang dunia harapkan. Artificial Intelligence dapat berperan besar dalam… Mengenal Agbogbloshie ‘Tempat Penampungan’ Sampah Elektronik Dunia Pernahkah kamu mendengar tentang tempat pembuangan sampah Agbogbloshie? Tempat ini pernah menjadi salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia yang menampung jutaan sampah limbah elektronik dan otomotif yang sumbernya disebut-sebut berasal dari banyak negara di berbagai belahan dunia. Tempat penampungan sampah Agbogbloshie terletak di dekat pusat kota Accra, Ghana, dan berada di dekat wilayah kumuh yang sering disebut “Old Fadama”.  Kota Accra diketahui merupakan ibu kota sekaligus kota terbesar dan terpadat di Ghana yang menjadi rumah bagi sekitar 1,97 juta jiwa penduduk.  Kota Accra dikenal memiliki panorama alam yang indah, pantai-pantai yang berkilauan, serta bangunan-bangunan monumental yang menambah nilai… Air Minum Kemasan Plastik Dilarang di Bali, Apa yang Terjadi? Pemerintah Provinsi Bali baru saja melakukan langkah yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, yakni dengan melakukan pelarangan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik di Bali. Baca juga artikel lainnya : Mengenal …

2

Benarkah Sepeda Listrik Lebih Ramah Lingkungan?

Dalam beberapa tahun terakhir, sepeda listrik semakin populer di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Selain dinilai praktis dan ekonomis untuk mobilitas harian, sepeda listrik juga sering dipromosikan sebagai solusi transportasi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Namun, benarkah sepeda listrik benar-benar lebih ramah lingkungan? Mari simak artikel berikut. Baca Juga: Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Emisi Karbon Sepeda Listrik Berbicara mengenai lingkungan, aspek yang tidak akan luput dari perhatian adalah mengenai jejak emisi karbon. Salah satu alasan utama mengapa sepeda listrik dianggap lebih ramah lingkungan adalah karena emisi karbonnya yang jauh lebih rendah dibandingkan mobil atau motor berbahan bakar bensin.  Menurut sebuah studi dari European Cyclists’ Federation (ECF), rata-rata emisi karbon dari penggunaan sepeda listrik hanya sekitar 22 gram CO₂ per kilometer, sementara mobil berbahan bakar fosil mengeluarkan sekitar 271 gram CO₂ per kilometer. Emisi ini sebagian besar berasal dari proses produksi sepeda listrik dan listrik yang digunakan untuk mengisi daya baterainya. Namun, jika sumber listrik berasal dari energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, jejak karbon bisa ditekan lebih jauh lagi. Di Indonesia, meskipun sebagian besar listrik masih dihasilkan dari batu bara, tren menuju energi bersih terus berkembang, membuka peluang bagi sepeda listrik untuk menjadi lebih hijau di masa depan. Proses Produksi Sepeda Listrik Meski penggunaan sepeda listrik menghasilkan sedikit emisi, proses produksinya tetap memiliki dampak lingkungan. Contohnya dalam pembuatan komponen utama sepeda listrik, yang umumnya menggunakan baterai lithium-ion, ini memerlukan ekstraksi mineral seperti lithium, kobalt, dan nikel. Proses penambangan mineral ini seringkali menyebabkan kerusakan ekosistem, penggunaan air yang besar, dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, produksi sepeda listrik secara keseluruhan juga membutuhkan energi dan sumber daya yang lebih besar dibandingkan sepeda konvensional tanpa motor. Jadi, dari sisi manufaktur, sepeda listrik sebenarnya tetap meninggalkan jejak lingkungan yang lebih besar dibandingkan sepeda biasa, namun masih jauh lebih kecil dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Daya Tahan dan Daur Ulang Sepeda Listrik Daya tahan sepeda listrik juga menjadi faktor penting dalam menilai keberlanjutan. Rata-rata, baterai sepeda listrik memiliki umur pakai antara 3 hingga 7 tahun, tergantung pada frekuensi penggunaan dan cara perawatan. Setelah masa pakai habis, baterai perlu diganti, dan jika tidak dikelola dengan baik, limbah baterai dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan karena kandungan bahan kimia berbahaya. Saat ini, program daur ulang baterai sepeda listrik masih belum tersebar luas, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Upaya untuk mengembangkan sistem daur ulang yang efisien sangat penting agar sepeda listrik dapat benar-benar menjadi solusi ramah lingkungan dalam jangka panjang. Konsumsi Energi Sepeda Listrik Berikutnya, dari sisi konsumsi energi, sepeda listrik dapat dinilai sangat efisien. Sebuah sepeda listrik umumnya hanya membutuhkan sekitar 0,5 kWh listrik untuk menempuh jarak 100 kilometer. Sebagai perbandingan, sebuah mobil listrik bisa membutuhkan sekitar 15–20 kWh untuk jarak yang sama, sementara mobil bensin bisa menggunakan bahan bakar setara dengan 70–100 kWh. Artinya, dalam hal energi yang digunakan per kilometer, sepeda listrik adalah salah satu moda transportasi paling hemat energi yang tersedia saat ini. Ini menjadi alasan kuat mengapa sepeda listrik layak dipertimbangkan sebagai alternatif kendaraan bermotor dalam konteks urban mobility. Tantangan Infrastruktur Di balik beberapa keunggulannya dalam hal mendukung lingkungan yang lebih berkelanjutan, perlu disadari juga bahwa untuk mewujudkan manfaat maksimal dari sepeda listrik diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur tersebut meliputi jalur sepeda yang aman, stasiun pengisian daya baterai, dan tempat parkir sepeda yang aman menjadi kebutuhan penting. Tanpa infrastruktur yang mendukung, banyak orang mungkin tetap enggan beralih ke sepeda listrik, terutama di kota-kota dengan lalu lintas padat dan tingkat kecelakaan jalan raya yang tinggi. Pemerintah daerah di beberapa kota Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung, mulai merespons kebutuhan ini dengan membangun jalur sepeda dan mengadakan program uji coba kendaraan listrik. Namun, langkah ini perlu diperluas dan dipercepat untuk mempercepat transisi ke mobilitas yang lebih bersih. Pertimbangan Aksesibilitas Satu aspek penting lain yang perlu ikut dipertimbangkan juga adalah aksesibilitas. Harga sepeda listrik saat ini masih cukup tinggi bagi beberapa kalangan masyarakat. Untuk benar-benar menjadi solusi ramah lingkungan yang inklusif, harga sepeda listrik perlu lebih terjangkau, atau tersedia skema subsidi dan kredit ringan. Program-program berbagi sepeda listrik (bike-sharing) yang terjangkau juga mungkin saja bisa menjadi cara efektif untuk memperluas akses tanpa membebani konsumen dengan biaya kepemilikan penuh. Menuju Transportasi Berkelanjutan Sepeda listrik memang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah saat digunakan, konsumsi energi yang sangat efisien, dan potensinya untuk mengurangi polusi serta kemacetan, sepeda listrik adalah pilihan transportasi yang lebih berkelanjutan. Dengan tidak mengabaikan dampak lingkungan dari produksi sepeda listrik, perusahaan perlu untuk lebih memperhatikan cara agar proses produksi dapat dilakukan dengan lebih berwawasan lingkungan. Sebab, untuk menjadikan sepeda listrik benar-benar solusi hijau, perlu ada upaya bersama untuk memperbaiki rantai produksi, membangun infrastruktur yang mendukung, dan memastikan sistem daur ulang yang efektif. Untuk mendukung inisiatif keberlanjutan lingkungan perusahaan, saat ini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan dalam pengelolaan karbon dan ESG. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Pemanfaatan AI dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi kecerdasan buatan atau Artficial Intelligence (AI) telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menjadi bagian yang krusial dari berbagai aspek kehidupan.  Saat ini, pengaplikasian AI tidak lagi terbatas dan sudah sangat luas. AI diimplementasikan dalam berbagai hal yang sekiranya dapat mendukung kemudahan hidup bagi manusia, seperti menjadi asisten virtual, mesin pencari data, pengisi suara, dan lain sebagainya. Perkembangan AI juga telah membuka peluang baru di berbagai industri, seperti transportasi, pendidikan, dan hiburan. Bahkan AI juga diprediksi dapat mendukung manusia dalam upaya dekarbonisasi, mengurangi emisi karbon sebagaimana yang dunia harapkan. Artificial Intelligence dapat berperan besar dalam… Mengenal Agbogbloshie ‘Tempat Penampungan’ Sampah Elektronik Dunia Pernahkah kamu mendengar tentang tempat pembuangan sampah Agbogbloshie? Tempat ini pernah menjadi salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia yang menampung jutaan sampah limbah elektronik dan otomotif yang sumbernya disebut-sebut berasal dari banyak negara di berbagai belahan dunia. Tempat penampungan sampah Agbogbloshie terletak di dekat pusat kota Accra, …

8

Ancaman Krisis Sosial Akibat Perubahan Iklim

Kondisi iklim saat ini mengalami tantangan besar akibat perubahan iklim yang semakin parah. Mulai dari peningkatan suhu ekstrem, kekeringan berkepanjangan, banjir besar, hingga cuaca yang tak menentu. Di balik lingkungan yang sering disorot, terdapat kerugian lain dari adanya ketidakstabilan iklim, yaitu dari segi sosial. Memahami dampak sosial dari adanya perubahan iklim adalah hal yang penting. Ini dapat mendorong individu, pemerintah, dan sektor swasta untuk lebih sadar akan pola aktivitas yang lebih ramah lingkungan. Terutama bagi dunia bisnis, memahami dimensi sosial dari krisis iklim bukan hanya soal tanggung jawab moral, tetapi juga menjadi pertimbangan strategis.  Baca Juga: Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Mari simak, apa saja ancaman krisis sosial dari perubahan iklim yang perlu kita sadari bersama! Ketimpangan Sosial Salah satu efek yang ditimbulkan dari adanya perubahan iklim adalah memperbesar kesenjangan antara kelompok masyarakat. Komunitas miskin dan rentan, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana atau bergantung pada pertanian tradisional, menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya.  Contohnya perubahan iklim yang memicu terjadinya banjir. Ketika banjir merendam sawah, kekeringan mematikan panen, atau badai menghancurkan pemukiman. Kelompok masyarakat tersebut pada akhirnya kehilangan mata pencaharian, keamanan pangan, dan tempat tinggal dalam waktu singkat. Kondisi ini mempercepat kerentanan sosial. Ketika satu kelompok masyarakat kehilangan akses terhadap sumber daya vital, ketegangan sosial meningkat. Dalam jangka panjang, hal ini mungkin saja akan berpotensi memicu konflik horizontal, peningkatan kriminalitas, dan migrasi internal yang memicu beban tambahan di kota-kota besar. Dari perspektif bisnis, meningkatnya ketimpangan sosial bisa mempersempit pasar konsumen. Kelompok masyarakat tertentu akan mengalami penurunan daya beli, jika hal tersebut terjadi maka akan mempersulit ekspansi usaha di wilayah-wilayah terdampak.  Konflik Sumber Daya Jika diperhatikan lebih lanjut, perubahan iklim dapat menjadi pemicu konflik yang melibatkan air, tanah, dan pangan. Ketika sumber daya menjadi langka, kompetisi meningkat, baik antar individu, komunitas, maupun antar negara. Krisis air yang terjadi di banyak negara Afrika dan Timur Tengah, misalnya, sering kali menjadi latar belakang konflik etnis dan politik. Indonesia sendiri menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan air dan lahan produktif. Kekeringan yang berkepanjangan dapat memicu ketegangan antar wilayah yang mengandalkan sumber air dari satu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang sama. Potensi konflik ini perlu diwaspadai, karena stabilitas politik adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi. Gangguan Rantai Pasok dan Akses Bahan Baku Krisis sosial akibat perubahan iklim juga berkontribusi terhadap gangguan rantai pasok global. Misalnya, industri makanan dan minuman sangat tergantung pada bahan baku pertanian yang sensitif terhadap cuaca. Ketika petani gagal panen, pasokan terputus dan harga melonjak. Hal serupa terjadi pada sektor tekstil, otomotif, dan elektronik yang bergantung pada jaringan pemasok multinasional. Ketidakstabilan sosial di satu negara dapat berdampak global. Untuk mengatasi ini, perusahaan mulai menerapkan strategi diversifikasi rantai pasok dan memperkuat kerja sama dengan mitra lokal yang menerapkan prinsip keberlanjutan. Ini bukan hanya bentuk adaptasi, tetapi juga langkah mitigasi risiko bisnis jangka panjang. Tuntutan Konsumen yang Semakin Kritis Terjadinya krisis sosial akibat dampak iklim juga meningkatkan kesadaran publik terhadap tanggung jawab korporasi. Konsumen kini mulai lebih kritis terhadap praktik bisnis yang dianggap tidak peduli terhadap krisis iklim dan dampaknya terhadap masyarakat. Oleh karena itu, brand yang tidak adaptif terhadap isu sosial-lingkungan berisiko kehilangan kepercayaan konsumen. Sebaliknya, perusahaan yang aktif dalam adaptasi iklim dan memberdayakan masyarakat terdampak justru mendapatkan keunggulan reputasi. Dalam hal ini, menerapkan strategi seperti green supply chain, inklusi sosial, dan investasi pada komunitas rentan kini menjadi bagian dari strategi keberlanjutan perusahaan yang dapat dipertimbangkan. Bisnis Sebagai Agen Perubahan Di tengah krisis ini, memang tanggung jawab untuk menciptakan iklim yang lebih berkelanjutan merupakan tanggung jawab bersama. Tidak terkecuali peran bisnis dan perusahaan, dunia usaha tidak bisa hanya menjadi penonton melainkan perlu mengambil peran secara aktif. Sektor swasta memiliki peluang besar dalam menciptakan solusi jangka panjang melalui berbagai inisiatif. Mulai dari penerapan teknologi energi terbarukan, pembiayaan hijau (green financing), hingga inovasi bisnis dapat menjadi katalis perubahan sosial. Model bisnis baru yang inklusif dan adaptif terhadap iklim, seperti agri-tech berbasis komunitas, sistem transportasi rendah emisi, dan pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, telah terbukti meningkatkan resiliensi masyarakat. Dengan cara ini, bisnis bukan hanya menjaga profitabilitas, tetapi juga memperkuat struktur sosial yang tangguh terhadap perubahan. Waktunya Ambil Peran untuk Keseimbangan Iklim! Setelah disadari bahwa ancaman krisis sosial akibat perubahan iklim bukan sekadar isu kemanusiaan, tetapi risiko sistemik yang menyasar stabilitas bisnis dan ekonomi global. Maka sudah saatnya pelaku bisnis memandang keberlanjutan tidak lagi sebagai pilihan tambahan, tetapi sebagai inti dari strategi korporasi.  Adaptasi iklim dan keadilan sosial perlu dijalankan seiring dengan pendekatan kolaboratif, inovatif, dan berbasis data. Melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim berarti melindungi pasar, ekosistem, dan masa depan dunia usaha itu sendiri. Untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Air Minum Kemasan Plastik Dilarang di Bali, Apa yang Terjadi? Pemerintah Provinsi Bali baru saja melakukan langkah yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, yakni dengan melakukan pelarangan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik di Bali. Baca juga artikel lainnya : Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Melansir laman Tempo, Gubernur I Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang diterbitkan pada awal April lalu, secara resmi melarang produsen dan distributor untuk mengedarkan air minum dalam kemasan plastik dengan volume di bawah satu liter. Larangan ini tidak hanya diperuntukkan bagi produsen besar, berlaku juga untuk para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjual… Masa Depan Bisnis Adalah Bertanggung Jawab, Benarkah? Sustainability atau Keberlanjutan bukan hanya sekadar tren musiman di era sekarang ini, melainkan telah menjadi suatu kewajiban yang dapat mendorong kemajuan dan perkembangan bisnis secara signifikan. Tren global menunjukkan bahwa masa depan bisnis adalah dengan menjadi lebih bertanggung jawab, baik secara sosial dan lingkungan. Sementara bisnis yang tidak melibatkan sustainability ke dalam aktivitas bisnis mereka berpotensi semakin ditinggalkan oleh konsumen juga investor. Tren Konsumen yang Peduli Keberlanjutan Pernyataan di atas bukanlah omong kosong belaka. Hal ini selaras dan sesuai dengan hasil Survei Suara Konsumen 2024 …

10

Banjir di Indonesia dan Perubahan Iklim

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Hampir setiap tahun, berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Jakarta hingga kawasan sekitarnya mengalami banjir dengan dampak yang mengganggu kehidupan sosial masyarakat. Dalam dekade terakhir, intensitas dan frekuensi banjir di Indonesia semakin meningkat, perubahan iklim memainkan peran besar dalam memperburuk kondisi ini. Perubahan iklim tidak hanya menyebabkan peningkatan suhu global, tetapi juga mengacaukan pola curah hujan dan mempercepat naiknya permukaan air laut. Kedua faktor ini secara langsung memperbesar risiko banjir di banyak wilayah Indonesia, khususnya di kawasan urban yang memiliki daya dukung lingkungan yang kian menurun. Baca Juga: Fakta terkait Cuaca Ekstrem dan Banjir Parah yang Melanda Dubai Penyebab Perubahan Iklim Sebelum membahas bagaimana perubahan iklim dapat menyebabkan banjir, penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana perubahan iklim ini bisa terjadi. Perubahan iklim sebagian besar bermula dari adanya aktivitas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Beberapa aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil berupa batu bara, minyak, dan gas alam untuk energi merupakan kontributor utama. Terlebih lagi kehadiran industri manufaktur di kota-kota besar juga berperan besar dengan melepaskan berbagai polutan ke atmosfer.  Selain itu, praktik deforestasi atau penebangan hutan secara masif juga dapat mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap karbon dioksida. Pada akhirnya, atmosfer menanggung karbon dioksida yang dilepaskan dari aktivitas di bumi yang kemudian meningkatkan potensi terjadinya ketidakseimbangan iklim. Perubahan Iklim dan Dinamika Curah Hujan Salah satu penyebab dari banjir adalah dikarenakan perubahan iklim (climate changes). Dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah perubahan pola curah hujan. Hal ini menyebabkan musim hujan menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya. Akibatnya, intensitas hujan yang tinggi dalam waktu singkat dapat mengakibatkan luapan air di berbagai daerah. Selain itu, sistem drainase yang tidak mampu menampung volume air berlebih turut memperburuk situasi.  Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan tinggi pada 2025. Dalam hal ini potensi curah hujan berkisar dari 2.500 mm per  tahun sampai dengan 5.000 mm per tahun.  Beberapa daerah yang akan mengalami curah hujan tinggi termasuk sebagian besar wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Kenaikan Permukaan Laut dan Banjir Rob Selain hujan deras, perubahan iklim juga menyebabkan naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es kutub. Dampaknya, wilayah-wilayah pesisir di Indonesia seperti Semarang, Pekalongan, dan Jakarta Utara semakin rentan terhadap banjir rob, yaitu banjir akibat air laut yang masuk ke daratan saat pasang. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa beberapa wilayah pesisir mengalami penurunan tanah (land subsidence) hingga 10–15 cm per tahun, sementara permukaan laut naik sekitar 4–8 mm per tahun. Kombinasi dari kedua fenomena ini menjadikan banjir rob sebagai bencana rutin yang mengancam jutaan penduduk di kawasan pesisir. Strategi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menghadapi ancaman banjir yang diperparah oleh perubahan iklim, diperlukan pengembangan strategi mitigasi dan adaptasi yang menyeluruh. Strategi ini harus melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil. Salah satu solusi penting adalah mengembangkan infrastruktur hijau seperti taman resapan, hutan kota, dan ruang terbuka hijau (RTH) yang mampu menyerap air hujan secara alami. Selain itu, infrastruktur biru seperti kolam retensi, kanal air, dan bendungan kecil harus ditingkatkan untuk menampung kelebihan air saat curah hujan tinggi. Di samping itu, perencanaan tata ruang harus disesuaikan dengan risiko iklim dan banjir. Kawasan yang memiliki risiko tinggi terhadap banjir harus dijadikan zona non-permukiman atau zona hijau. Pemerintah juga perlu meninjau ulang izin pembangunan di kawasan rawan banjir dan mendorong pengembangan kawasan permukiman berbasis adaptasi iklim. Peran Bisnis dalam Penanganan Banjir Di tengah kondisi perubahan iklim dan banjir yang secara terus menerus terjadi di Indonesia, sektor swasta memiliki peran strategis dalam penanganan banjir yang berkelanjutan. Perusahaan dapat melakukan investasi dalam teknologi ramah lingkungan, mengurangi emisi karbon, serta melibatkan diri dalam proyek restorasi alam sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan. Banyak perusahaan kini mulai menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai standar operasional. Hal ini dapat menjadi awal langkah yang baik untuk menyusun bisnis yang lebih bertanggung jawab dan lebih berwawasan lingkungan. Dengan mengintegrasikan prinsip ESG, perusahaan tidak hanya memperhatikan keuntungan finansial, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas mereka. Penerapan ini mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam jangka panjang. Seperti halnya dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim, perusahaan dapat mengintegrasikan tujuan pengurangan jejak karbon dalam agenda program ESG. Di samping itu, perusahaan yang memiliki komitmen pada ESG cenderung lebih dipercaya oleh konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam jangka panjang, bisnis yang mengutamakan ESG akan lebih tahan terhadap risiko global, termasuk perubahan iklim dan krisis sosial. Oleh karena itu, ESG bukan hanya tren, melainkan kebutuhan strategis untuk masa depan dunia usaha, mengingat bahwa isu lingkungan memang telah menjadi tantangan di depan mata. Untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Air Minum Kemasan Plastik Dilarang di Bali, Apa yang Terjadi? Pemerintah Provinsi Bali baru saja melakukan langkah yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, yakni dengan melakukan pelarangan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik di Bali. Baca juga artikel lainnya : Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Melansir laman Tempo, Gubernur I Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang diterbitkan pada awal April lalu, secara resmi melarang produsen dan distributor untuk mengedarkan air minum dalam kemasan plastik dengan volume di bawah satu liter. Larangan ini tidak hanya diperuntukkan bagi produsen besar, berlaku juga untuk para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjual… Masa Depan Bisnis Adalah Bertanggung Jawab, Benarkah? Sustainability atau Keberlanjutan bukan hanya sekadar tren musiman di era sekarang ini, melainkan telah menjadi suatu kewajiban yang dapat mendorong kemajuan dan perkembangan bisnis secara signifikan. Tren global menunjukkan bahwa masa depan bisnis adalah dengan menjadi lebih bertanggung jawab, baik secara sosial dan lingkungan. Sementara bisnis yang tidak melibatkan sustainability ke dalam aktivitas bisnis mereka berpotensi semakin ditinggalkan oleh konsumen juga investor. Tren Konsumen yang Peduli Keberlanjutan Pernyataan di atas bukanlah …

1

Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam

Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa mendukung pemerataan pembangunan serta pengembangan ekonomi, tetapi juga punya celah untuk memperlebar ketimpangan.  Hal tersebut dapat terjadi tergantung pada bagaimana urbanisasi dikelola dengan metode yang tepat. Melansir laman Gramedia, terdapat faktor pendorong dan penarik urbanisasi yang menjadi langkah awal dimulainya proses urbanisasi di suatu negara.  Faktor pendorong urbanisasi erat kaitannya dengan permasalahan-permasalahan di pedesaan, mendorong masyarakat untuk berpindah ke wilayah yang menurut mereka lebih mendukung kehidupan. Lahan pertanian yang merupakan mata pencaharian utama penduduk desa semakin menyusut. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri, pemukiman, hingga fasilitas sosial. Tingginya kebutuhan akan lapangan pekerjaan, seiring dengan meningkatnya populasi masyarakat desa. Kebutuhan akan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan yang dapat diperoleh di pedesaan. Kebutuhan individu untuk meningkatkan status ekonomi. Fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, hingga hiburan yang relatif terbatas. Bencana alam yang merusak sumber kehidupan masyarakat pedesaan. Sementara itu, faktor penarik urbanisasi umumnya identik dengan kemajuan fasilitas dan kesempatan yang tersedia di kota, yang menjadikannya ‘daya tarik’ bagi masyarakat pedesaan. Tersedianya berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai di perkotaan, yang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat setempat dalam beraktivitas. Lapangan pekerjaan di perkotaan yang melimpah dan lebih beragam dengan upah yang relatif lebih tinggi. Kesempatan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih maju. Kehidupan perkotaan yang lebih modern dan mendukung mobilisasi yang baik. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa terjadinya urbanisasi bergantung pada kondisi lingkungan dan ekonomi sekitar. Sayangnya, urbanisasi bisa turut memberikan dampak terhadap lingkungan jika tidak dilaksanakan dengan metode yang benar. Untung Rugi Urbanisasi bagi Lingkungan   Bagai dua sisi mata uang, anggapan tentang urbanisasi yang menguntungkan juga sayangnya diiringi dampak negatif yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pada kesempatan kali ini, kita akan berfokus pada bagaimana urbanisasi berdampak bagi lingkungan alam sekitar. Dalam pandangan positif, urbanisasi membuka kesempatan untuk mengembangkan pembangunan daerah dan kemajuan teknologi yang tidak terbatas.  Perpindahan konsentrasi penduduk dari desa ke kota pun dapat mendukung terciptanya konservasi lahan di desa. Lahan di daerah bisa tetap hijau karena inisiatif pembangunan rumah-rumah oleh masyarakat tidak terlalu masif.  Urbanisasi juga memberikan peluang terhadap inovasi teknologi yang ramah lingkungan untuk berkembang. Membantu desa untuk beroperasi lebih hijau, seperti hadirnya pengelolaan sampah modern. Akan tetapi, urbanisasi juga bisa membawah dampak negatif bagi lingkungan. Alih fungsi lahan besar-besaran adalah salah satu yang mengkhawatirkan.  Melalui urbanisasi, kita mungkin bisa kehilangan ekosistem alami seperti hutan, sawah, rawa, hingga ruang terbuka hijau yang berubah menjadi beton-beton pembangunan. Kondisi ini mendorong hilangnya habitat satwa, terjadinya banjir dan tanah longsor lebih sering karena lingkungan yang rusak. Beban lingkungan semakin tinggi dan polusi juga dapat meningkat dari praktik urbanisasi yang tidak berkelanjutan. Akibat populasi yang tinggi, polusi dari kendaraan, industri, dan konstruksi mungkin tidak dapat terhindarkan.  Konsumsi yang tinggi terhadap air, energi, pangan, dan barang turut mendorong produksi emisi dan limbah yang lebih banyak. Jika emisi yang semakin tinggi tidak dibarengi dengan upaya penyejukan yang cukup dari pepohonan, efek urban heat island bisa semakin dirasakan. Solusi Urbanisasi yang Ramah Lingkungan Perencanaan urbanisasi yang tepat dapat membantu menghindarkan potensi kerugian yang terjadi dari praktik ini. Dilansir dari beragam sumber, berikut solusi yang mungkin diterapkan dalam praktik urbanisasi berkelanjutan. Apa saja di antaranya? Menciptakan tata kota dengan ruang terbuka hijau. Zonasi yang jelas untuk pemukiman, industri, dan konservasi. Memanfaatkan bangunan “vertikal” untuk efisiensi. Pengembangan transportasi massal serta jalur trotoar dan sepeda yang layak. Mendorong pembangunan bangunan hijau yang memanfaatkan material terbarukan dan ramah lingkungan. Memperluas penanaman pohon dan kawasan konservasi. Memperluas penerapan pengelolaan sampah dan limbah yang bertanggung jawab. Melakukan kampanye publik soal pentingnya menjaga lingkungan. Sehubungan dengan penjelasan di atas, urbanisasi bukan untuk dihentikan, tapi diarahkan agar berjalan sejalan dengan perlindungan lingkungan. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Ekosistem air tidak terlepas dari ancaman pencemaran polutan berbahaya yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi di wilayah perairan. Pengertian eutrofikasi merupakan proses meningkatnya kadar nutrisi di badan air seperti danau, sungai, rawa, waduk, hingga laut, sehingga membuat pertumbuhan alga (blooming) di ekosistem terdampak tidak terkendali. Peningkatan nutrisi yang di antaranya terdiri dari nitrogen dan fosfor serta berbagai unsur hara juga dapat menyebabkan perairan memiliki kadar oksigen yang rendah. Peristiwa ini disebut juga dengan hipoksia. Melansir laman Lindungi Hutan, beberapa unsur atau zat yang termasuk dalam eutrofikasi ialah seperti nitrogen dan fosfor, serta elemen lain yakni potassium, silikon, mangan, dan… Hadapi Krisis Energi, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Krisis energi bukan lagi sekadar tantangan di masa depan, namun ia telah menjadi realitas di depan mata. Ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, ketidakstabilan geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan energi telah menciptakan tekanan besar pada sistem energi global. Di Indonesia, fenomena ini terasa lewat lonjakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pemadaman listrik di beberapa wilayah, dan ketergantungan pada impor energi.  Menghadapi krisis energi yang semakin mendesak, diperlukan langkah-langkah strategis untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Artikel ini akan …

2

Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles

Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak Los Angeles County itu dimulai pada hari Selasa, 7 Januari 2025 malam hari. Kebakaran ini berlangsung selama 24 hari lamanya dan baru berhasil dipadamkan secara total pada Jumat, 31 Januari 2025. Tragedi kebakaran tersebut terjadi begitu parah, memberikan dampak yang signifikan pada kondisi infrastruktur dan masyarakat, serta mempengaruhi aktivitas di sana. Sebuah sumber bahkan menyebut bahwa Eaton Fire atau Kebakaran Eaton menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarah California.  Apa yang sebenarnya terjadi? Penyebab Kebakaran di Los Angeles  Melansir laman tempo.co, Kebakaran Eaton dimulai tepatnya di kaki bukit Hutan Nasional Angeles, Los Angeles County, dan dengan cepat melanda pemukiman penduduk di perkotaan. Kebakaran tersebut berawal dari semak belukar kering yang sudah tidak diguyur hujan selama tujuh bulan. Pada saat yang bersamaan, angin kencang juga membuat api menyebar ke daerah pemukiman, salah satunya Altadena dan Palisades. Dalam beberapa hari, kebakaran tersebut terus meluas hingga lebih dari 8.000 hektare dan berdampak terhadap 19 ribu warga setempat. Kepolisian setempat mencatat adanya korban jiwa dan bangunan terdampak dari tragedi kebakaran ini. Dikutip dari berbagai sumber, kebarakan yang melanda California Selatan selama lebih dari  tiga minggu itu telah merenggut lebih sekitar 46 korban jiwa serta menghancurkan lebih dari 10 ribu bangunan termasuk tempat tinggal. Baca juga artike lainnya : Kebakaran TPA Sampah di Indonesia Sering Terjadi, Apa Penyebab dan Solusinya? Kebakaran di Los Angeles diyakini terjadi akibat kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Cuaca yang sangat kering ditambah angin yang bertiup kencang disebut menjadi beberapa penyebab Eaton Fire dan Palisades Fire butuh waktu lama untuk dipadamkan.  Perubahan Iklim Memperparah Kondisi Kebakaran Wilayah Los Angeles dan California pada umumnya seringkali mengalami wildfire (kebakaran hutan dan lahan), terutama saat musim panas dan gugur. Frekuensi kebakaran hutan di sana pun kian meningkat dan semakin sering terjadi ditambah karena efek gabungan dari perubahan iklim dan angin Santa Ana, membuat tumbuhan sangat kering yang menciptakan kondisi ideal untuk penyebaran api. Di luar dari akibat kebakaran karena aktivitas manusia, perubahan iklim disebut-sebut ikut berperan membuat kebakaran menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya. Perubahan iklim membuat suhu udara lebih panas, mengeringkan tanah dan vegetasi lebih cepat, dengan durasi yang panjang karena hujan makin jarang terjadi. Faktor angin Santa Ana juga berperan membawa udara kering dan menurunkan kelembaban. Dengan kondisi kering yang ekstrem ditambah dengan sumber daya air yang tidak memadai, kebakaran menjadi lebih sulit dipadamkan dan berpotensi menyebar lebih luas. Melansir laman Los Angeles Regional Fire Safe Council, tercatat hampir setiap tahun kebakaran hutan melanda wilayah ini dengan intensitas dan dampak yang beragam. Sebelumnya, Kebakaran Woolsey pada November 2018, sempat menjadi kebakaran hutan paling merusak dalam sejarah Los Angeles County. Kebakaran Woosley terjadi pada 8 November 2018 dan baru dapat dipadamkan sepenuhnya pada 21 November 2018. Luas lahan terbakar saat itu mencapai 39.234 hektare, dengan kerugian mencapai $6 miliar, dilansir dari Reuters. Upaya Pemulihan Pasca Kebakaran Los Angeles Setelah apa yang terjadi, pemerintah setempat bergegas melaksanakan upaya pemulihan untuk membantu menstabilkan kondisi dan memulihkan trauma masyarakat. Upaya pemulihan kebakaran hutan di Los Angeles (dan California secara umum) melibatkan strategi jangka pendek dan panjang. Kegiatan ini melibatkan berbagai lembaga seperti pemerintah negara bagian, pemerintah kota, dan lembaga federal. Selain membersihkan puing dan tanaman yang terbakar, pembangunan ulang infrastruktur publik yang penting juga dilakukan, termasuk menyediakan bantuan darurat bagi warga terdampak. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Ekosistem air tidak terlepas dari ancaman pencemaran polutan berbahaya yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi di wilayah perairan. Pengertian eutrofikasi merupakan proses meningkatnya kadar nutrisi di badan air seperti danau, sungai, rawa, waduk, hingga laut, sehingga membuat pertumbuhan alga (blooming) di ekosistem terdampak tidak terkendali. Peningkatan nutrisi yang di antaranya terdiri dari nitrogen dan fosfor serta berbagai unsur hara juga dapat menyebabkan perairan memiliki kadar oksigen yang rendah. Peristiwa ini disebut juga dengan hipoksia. Melansir laman Lindungi Hutan, beberapa unsur atau zat yang termasuk dalam eutrofikasi ialah seperti nitrogen dan fosfor, serta elemen lain yakni potassium, silikon, mangan, dan… Hadapi Krisis Energi, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Krisis energi bukan lagi sekadar tantangan di masa depan, namun ia telah menjadi realitas di depan mata. Ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, ketidakstabilan geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan energi telah menciptakan tekanan besar pada sistem energi global. Di Indonesia, fenomena ini terasa lewat lonjakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pemadaman listrik di beberapa wilayah, dan ketergantungan pada impor energi.  Menghadapi krisis energi yang semakin mendesak, diperlukan langkah-langkah strategis untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Artikel ini akan menguraikan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi krisis energi secara berkelanjutan. Diversifikasi Sumber Energi Salah satu… Business Adaptation Amid Environmental Challenges In today’s rapidly changing world, businesses are being confronted with a new kind of disruption, one that stems not from market competition or digital innovation, but from the environment itself. From extreme weather events and resource scarcity to stricter environmental regulations and shifting consumer expectations, environmental challenges are reshaping the business landscape. Businesses must not only survive amid mounting environmental pressures. They must adapt, transform, and lead. This article explores how companies across industries can strategically respond to environmental challenges while maintaining growth, relevance, and competitive advantage. Understanding the Environmental Business Imperative Environmental issues are no longer peripheral, they are… Benarkah Konsumsi Daging …

2

Indonesia’s Company Partnership to Tackle Climate Change Issues

As the world grapples with the accelerating impacts of climate change, the role of the private sector in building climate resilience is becoming more vital than ever. Since Indonesia is a country blessed with rich natural resources but highly vulnerable to environmental risks, corporate partnerships are emerging as a strategic front line in the fight against climate change.  Read other article : Climate Change: An Unseen-Real Challenge Today, businesses realize that climate inaction brings significant risks, including operational disruptions, increased costs from resource scarcity, and reputational damage. In Indonesia, these realizations are shaping how companies design their corporate strategies—by aligning profit with purpose, including the partnership. Several Indonesian companies have taken pioneering steps to partner with national and international stakeholders in advancing climate solutions. Below are a few notable examples: Unilever Indonesia: Partnering for a Circular Economy Unilever Indonesia has long integrated sustainability into its core operations. Through partnerships with the Indonesian government, NGOs like Yayasan Greeneration Indonesia, and tech startups, the company has launched programs focused on waste reduction, plastic circularity, and carbon-neutral production. In its campaign to develop a circular plastic economy, Unilever collaborates with waste banks, local communities, and recycling firms to recover and repurpose post-consumer plastics. The company also pledged to achieve net-zero emissions across its value chain by 2039, making it one of the most ambitious corporate climate agendas in Southeast Asia. Pertamina: Greening the Energy Sector As Indonesia’s largest energy company, Pertamina plays a pivotal role in the transition toward cleaner energy. In recent years, it has formed partnerships with global renewable energy providers, universities, and government agencies to develop biofuel, geothermal, and solar energy projects. Pertamina’s collaboration with the Ministry of Energy and Mineral Resources supports the government’s target of achieving 23% renewable energy in the national energy mix by 2025. The company also signed joint ventures with international players to invest in green hydrogen and battery technologies. Indofood: Sustainable Agriculture  As one of Southeast Asia’s largest food manufacturers, Indofood has faced growing pressure to address its environmental footprint, especially related to agriculture and palm oil sourcing. To address this, Indofood has partnered with IDH – The Sustainable Trade Initiative, certification bodies like RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), and local farming cooperatives to promote climate-smart agriculture practices. These partnerships focus on reducing deforestation, improving soil health, and empowering smallholder farmers through sustainable training and resource access. Indofood’s program not only contributes to GHG reductions but also enhances rural community resilience—demonstrating how climate action and social inclusion go hand in hand. Telkom Indonesia: Driving Digital Climate Solutions Telkom Indonesia, the country’s largest telecommunications company, is leveraging its digital infrastructure to advance environmental initiatives. Through its innovation arm, Telkom has partnered with environmental tech startups and academic researchers to develop data-driven platforms for climate monitoring, energy efficiency, and smart city planning. One flagship initiative is a partnership with the Ministry of Environment and Forestry to develop an IoT-based forest fire detection system, helping prevent large-scale carbon emissions caused by land and peat fires. Telkom also collaborates with local governments to integrate green ICT solutions in urban development, showcasing how digital transformation can enable climate resilience. Ciputra Group: Building Climate-Resilient Cities In the real estate sector, Ciputra Group is leading the way in sustainable urban development. In collaboration with the Green Building Council Indonesia, UN-Habitat, and regional governments, Ciputra has integrated green design principles into its township projects, such as CitraRaya Tangerang and CitraGarden City Jakarta. These developments incorporate green infrastructure, water-sensitive urban design, and integrated public transport systems to lower emissions and enhance urban resilience. The group also supports community climate education programs and collaborates with local SMEs to develop eco-business zones, proving that sustainability can be embedded in both property development and community empowerment. Absolutely! Here’s a section showcasing Wardah Cosmetics’ efforts and partnerships to address climate change: Wardah Cosmetics: Green Innovation and Collaboration As a leading halal beauty brand in Indonesia, Wardah Cosmetics has embraced the responsibility of aligning its growth with sustainability. Recognizing the environmental challenges posed by the cosmetics industry, Wardah is forming impactful partnerships to help mitigate climate change and promote climate resilience. A cornerstone of Wardah’s sustainability journey is its collaboration with academic institutions and green chemistry researchers to develop eco-friendly product formulations. By partnering with universities such as Institut Teknologi Bandung (ITB) and research centers, Wardah is investing in innovations that minimize the use of environmentally harmful chemicals and reduce carbon footprints in raw material processing. Wardah also works with environmental NGOs like Ecoxyztem and Waste4Change to improve packaging sustainability. Together, they have launched initiatives to transition to biodegradable packaging, support refill stations, and engage consumers in responsible waste disposal education. These efforts are part of Wardah’s broader commitment to a circular economy and reduced single-use plastic dependency in the beauty sector. For companies looking to take the initiative and commit to sustainability in addressing climate change, Satuplatform is now available to support your environmental efforts. As an all-in-one solution, Satuplatform offers a wide range of services and consultations tailored for businesses across various industries. Try the  FREE DEMO  today and take the first step toward a greener future! Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa… Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak …

blue carbon

CCS vs Blue Carbon: Mana yang Lebih Efektif untuk Indonesia?

Metode CCS dan Blue Carbon Dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂), Indonesia tengah mengembangkan berbagai strategi, salah satunya melalui teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan pendekatan alami berbasis Blue Carbon. Baca Juga: Melihat Potensi Blue Carbon Indonesia dari Kawasan Hutan Mangrove Kedua metode ini memiliki keunggulan masing-masing dalam menekan emisi karbon, tetapi pertanyaannya: mana yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi Indonesia? Dan apa sebenarnya CCS dan Blue Carbon ini? Carbon Capture and Storage (CCS) CCS adalah teknologi yang menangkap CO₂ dari sumber emisi industri, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak, lalu menyimpannya di bawah tanah agar tidak terlepas ke atmosfer. CCS terdiri dari tiga tahap utama: Penangkapan Karbon – CO₂ diambil dari gas buang industri. Transportasi Karbon – CO₂ yang sudah ditangkap dipindahkan ke lokasi penyimpanan. Penyimpanan Geologis – CO₂ disuntikkan ke dalam formasi batuan yang aman. Blue Carbon Blue Carbon merujuk pada karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem laut seperti mangrove, padang lamun, dan rawa pesisir. Ekosistem ini mampu menyerap CO₂ dari atmosfer dan menyimpannya dalam biomassa serta sedimen laut untuk jangka panjang. Perbandingan CCS dan Blue Carbon 1. Efektivitas dalam Menangkap Karbon CCS: Dapat menangkap hingga 90% CO₂ dari sumber industri, namun hanya efektif untuk sektor tertentu. Blue Carbon: Ekosistem mangrove dan lamun menyerap karbon hingga 10 kali lebih banyak dibandingkan hutan daratan, dan penyimpanannya bisa bertahan selama ribuan tahun di sedimen laut. 2. Biaya dan Investasi CCS: Membutuhkan investasi besar hingga miliaran dolar untuk infrastruktur, penelitian, dan pemantauan jangka panjang. Blue Carbon: Restorasi mangrove dan lamun jauh lebih murah dan alami, serta bisa memberikan manfaat tambahan bagi keanekaragaman hayati dan ekonomi lokal. 3. Dampak Lingkungan CCS: Berisiko mengalami kebocoran karbon jika penyimpanan geologi tidak dikelola dengan baik. Blue Carbon: Tidak hanya menangkap karbon, tetapi juga melindungi ekosistem pesisir, meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim, serta mendukung perikanan dan kehidupan masyarakat pesisir. 4. Keberlanjutan Jangka Panjang CCS: Bergantung pada keberlanjutan industri bahan bakar fosil, yang pada akhirnya harus ditinggalkan untuk mencapai net zero emission. Blue Carbon: Berkontribusi pada restorasi ekosistem alami, yang terus menyerap karbon tanpa ketergantungan pada bahan bakar fosil. Mana yang Lebih Efektif untuk Indonesia CCS atau Blue Carbon? Indonesia memiliki garis pantai yang luas dan ekosistem laut yang kaya, menjadikan Blue Carbon sebagai solusi yang lebih alami, berkelanjutan, dan murah dibandingkan CCS. Namun, CCS tetap dapat berperan dalam menangkap emisi industri yang sulit dihindari. Kombinasi kedua strategi ini bisa menjadi solusi terbaik untuk mencapai target Net Zero Emission 2060. Blue Carbon memiliki keunggulan dalam hal efektivitas karbon, keberlanjutan, dan dampak lingkungan positif. Sementara CCS berguna dalam sektor industri yang tidak dapat segera beralih ke energi bersih, investasi dalam restorasi ekosistem pesisir seharusnya menjadi prioritas utama bagi Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article CCS vs Blue Carbon: Mana yang Lebih Efektif untuk Indonesia? Metode CCS dan Blue Carbon Dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon dioksida (CO₂), Indonesia tengah mengembangkan berbagai strategi, salah satunya melalui teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan pendekatan alami berbasis Blue Carbon. Baca Juga: Melihat Potensi Blue Carbon Indonesia dari Kawasan Hutan Mangrove Kedua metode ini memiliki keunggulan masing-masing dalam menekan emisi karbon, tetapi pertanyaannya: mana yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi Indonesia? Dan apa sebenarnya CCS dan Blue Carbon ini? Carbon Capture and Storage (CCS) CCS adalah teknologi yang menangkap CO₂ dari sumber emisi industri, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak, lalu menyimpannya di bawah… BRIN Fokus pada Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk Mitigasi Emisi Karbon Perubahan iklim akibat tingginya emisi karbon dioksida (CO₂) menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan emisi karbon yang signifikan, terus mencari solusi inovatif untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai sektor industri. Salah satu teknologi yang tengah menjadi fokus utama riset adalah Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui bahwa teknologi CCUS adalah salah satu strategi utama dalam menekan emisi karbon serta mendukung transisi menuju energi berkelanjutan. Melalui berbagai penelitian dan kerja sama dengan industri, BRIN berupaya mengembangkan serta mengimplementasikan CCUS secara lebih luas… Bakteri Pesisir: Kunci Daur Ulang Karbon untuk Menyelamatkan Bumi Perubahan iklim yang semakin parah akibat meningkatnya emisi karbon dioksida (CO₂) menuntut solusi inovatif dalam mitigasi dampaknya. Salah satu temuan terbaru dalam dunia mikrobiologi menunjukkan bahwa bakteri pesisir memiliki kemampuan luar biasa dalam mendaur ulang karbon, yang berpotensi menjadi kunci dalam penyelamatan lingkungan global.  Berbeda dengan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) berbasis industri, metode alami ini menawarkan pendekatan berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam mengurangi emisi karbon secara alami. Baca Juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim, Cerita dari Kawasan Pesisir Bagaimana Bakteri Pesisir Mampu Mendaur Ulang Karbon? Bakteri pesisir, yang hidup di lingkungan laut dan ekosistem pesisir, memiliki kemampuan unik… Benarkah Produksi Minyak Goreng Berdampak Buruk bagi Keberlanjutan Lingkungan? Minyak goreng merupakan salah satu produk kebutuhan pokok yang penting. Dalam kegiatan memasak sehari-hari, minyak goreng (disebut juga cooking oil) sangat dibutuhkan terutama oleh para pengusaha makanan yang memakai minyak goreng dalam jumlah banyak. Namun, di balik penggunaannya yang tampak sederhana, ternyata terdapat rangkaian proses produksi yang kompleks dan berdampak signifikan terhadap lingkungan.  Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai dampak dari produksi minyak goreng terhadap keberlanjutan lingkungan.  Ancaman Deforestasi dari Produksi Minyak Sebagian besar minyak goreng yang beredar di pasaran berasal dari kelapa sawit. Indonesia dan Malaysia adalah dua negara penghasil minyak sawit terbesar …

ccus

BRIN Fokus pada Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk Mitigasi Emisi Karbon

Perubahan iklim akibat tingginya emisi karbon dioksida (CO₂) menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan emisi karbon yang signifikan, terus mencari solusi inovatif untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai sektor industri. Salah satu teknologi yang tengah menjadi fokus utama riset adalah Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui bahwa teknologi CCUS adalah salah satu strategi utama dalam menekan emisi karbon serta mendukung transisi menuju energi berkelanjutan. Melalui berbagai penelitian dan kerja sama dengan industri, BRIN berupaya mengembangkan serta mengimplementasikan CCUS secara lebih luas di Indonesia. Baca Juga: Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Apa Itu Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS)? CCUS merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap karbon dioksida dari sumber emisi, seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan pabrik industri, lalu menggunakannya kembali atau menyimpannya di bawah tanah agar tidak dilepaskan ke atmosfer. Teknologi ini terdiri dari tiga proses utama: Carbon Capture (Penangkapan Karbon) Proses menangkap CO₂ dari sumber emisi sebelum dilepaskan ke udara. Dapat dilakukan melalui metode pre-combustion, post-combustion, dan oxy-fuel combustion. Carbon Utilization (Pemanfaatan Karbon) CO₂ yang ditangkap dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai industri, seperti produksi bahan bakar sintetik, pupuk, serta industri makanan dan minuman. Dalam riset terbaru, CO₂ juga digunakan untuk meningkatkan hasil ekstraksi minyak dan gas melalui teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Carbon Storage (Penyimpanan Karbon) CO₂ yang tidak dapat dimanfaatkan kembali disimpan dalam formasi geologi bawah tanah, seperti akuifer saline atau reservoir minyak dan gas yang telah habis. Fokus Riset BRIN dalam Teknologi CCUS Sebagai lembaga riset nasional, BRIN telah menetapkan beberapa fokus utama dalam penelitian dan pengembangan teknologi CCUS di Indonesia: 1. Pengembangan Teknologi Penangkapan Karbon BRIN tengah mengembangkan metode penangkapan karbon yang lebih efisien dan hemat biaya. Beberapa riset yang dilakukan meliputi: Material adsorben berbasis nano untuk meningkatkan efisiensi penyerapan karbon. Penggunaan mikroalga dan bioteknologi sebagai metode alami dalam menangkap dan mengubah karbon dioksida. 2. Pemanfaatan CO₂ untuk Produk Industri Salah satu fokus utama adalah menemukan cara pemanfaatan karbon yang ekonomis, seperti: Konversi CO₂ menjadi metanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar atau bahan baku industri kimia. Pemanfaatan dalam industri semen dan beton untuk mengurangi emisi karbon dalam proses produksi material konstruksi. Produksi biofuel berbasis karbon yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil konvensional. 3. Penyimpanan Karbon di Formasi Geologi BRIN bekerja sama dengan perusahaan energi dan lembaga akademik untuk meneliti potensi penyimpanan karbon di berbagai lokasi di Indonesia. Beberapa penelitian meliputi: Studi reservoir bawah tanah di cekungan sedimen Sumatera dan Kalimantan yang cocok untuk penyimpanan CO₂ jangka panjang. Pengembangan teknologi injeksi CO₂ ke dalam sumur minyak yang telah habis guna meningkatkan produksi minyak dan sekaligus menyimpan karbon secara aman. 4. Kolaborasi dengan Industri dan Pemerintah BRIN tidak hanya berfokus pada penelitian, tetapi juga membangun kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti: Perusahaan energi seperti Pertamina dan PLN dalam uji coba teknologi CCUS di fasilitas pembangkit listrik dan kilang minyak. Universitas dan lembaga riset internasional untuk mempercepat transfer teknologi dan inovasi. Pemerintah melalui regulasi dan insentif guna mendorong penerapan CCUS secara luas di sektor industri. Tantangan dalam Implementasi CCUS di Indonesia Meskipun memiliki potensi besar, penerapan CCUS di Indonesia menghadapi beberapa tantangan: Biaya investasi yang tinggi, terutama dalam infrastruktur penangkapan dan penyimpanan karbon. Kebutuhan regulasi yang lebih jelas, agar industri memiliki kepastian hukum dalam penerapan CCUS. Tantangan teknis dalam penyimpanan karbon, termasuk memastikan keamanan penyimpanan CO₂ dalam jangka panjang. Kurangnya tenaga ahli yang memiliki keterampilan khusus dalam teknologi ini. Peluang dan Masa Depan CCUS di Indonesia Dengan meningkatnya kesadaran terhadap mitigasi perubahan iklim, prospek CCUS di Indonesia semakin cerah. Beberapa faktor yang dapat mendorong pengembangan CCUS di masa depan adalah: Dukungan pemerintah melalui kebijakan net zero emission 2060, yang mendorong penerapan teknologi rendah karbon. Insentif bagi industri, seperti skema pajak karbon dan subsidi untuk proyek CCUS. Pengembangan teknologi lokal, yang dapat menurunkan biaya implementasi dibandingkan dengan teknologi impor. Permintaan pasar global terhadap produk rendah karbon, yang dapat membuka peluang ekspor bagi Indonesia dalam industri hijau. Teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) menjadi salah satu fokus utama riset BRIN dalam upaya mengurangi emisi karbon di Indonesia. Dengan berbagai inovasi dalam penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, teknologi ini memiliki potensi besar untuk mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.  Namun, tantangan dalam implementasi seperti biaya tinggi dan kebutuhan regulasi masih perlu diatasi. Dengan dukungan kebijakan yang tepat serta kerja sama antara pemerintah, industri, dan akademisi, CCUS dapat menjadi solusi efektif dalam mencapai target net zero emission di Indonesia. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article BRIN Fokus pada Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk Mitigasi Emisi Karbon Perubahan iklim akibat tingginya emisi karbon dioksida (CO₂) menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan emisi karbon yang signifikan, terus mencari solusi inovatif untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai sektor industri. Salah satu teknologi yang tengah menjadi fokus utama riset adalah Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui bahwa teknologi CCUS adalah salah satu strategi utama dalam menekan emisi karbon serta mendukung transisi menuju energi berkelanjutan. Melalui berbagai penelitian dan kerja sama dengan industri, BRIN berupaya mengembangkan serta mengimplementasikan CCUS secara lebih luas… Bakteri Pesisir: Kunci Daur Ulang Karbon untuk Menyelamatkan Bumi Perubahan iklim yang semakin parah akibat meningkatnya emisi karbon dioksida (CO₂) menuntut solusi inovatif dalam mitigasi …

bakteri pesisir

Bakteri Pesisir: Kunci Daur Ulang Karbon untuk Menyelamatkan Bumi

Perubahan iklim yang semakin parah akibat meningkatnya emisi karbon dioksida (CO₂) menuntut solusi inovatif dalam mitigasi dampaknya. Salah satu temuan terbaru dalam dunia mikrobiologi menunjukkan bahwa bakteri pesisir memiliki kemampuan luar biasa dalam mendaur ulang karbon, yang berpotensi menjadi kunci dalam penyelamatan lingkungan global.  Berbeda dengan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) berbasis industri, metode alami ini menawarkan pendekatan berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam mengurangi emisi karbon secara alami. Baca Juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim, Cerita dari Kawasan Pesisir Bagaimana Bakteri Pesisir Mampu Mendaur Ulang Karbon? Bakteri pesisir, yang hidup di lingkungan laut dan ekosistem pesisir, memiliki kemampuan unik untuk mengolah karbon dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk yang lebih aman bagi lingkungan. Mekanisme ini terjadi melalui beberapa proses utama: Fotosintesis dan Fiksasi KarbonBeberapa bakteri, seperti Cyanobacteria, mampu melakukan fotosintesis dan menyerap CO₂ dari atmosfer. Mereka mengubah karbon menjadi biomassa yang dapat terakumulasi dalam ekosistem laut. Bio Mineralisasi KarbonBeberapa spesies bakteri laut mampu mengikat karbon dalam bentuk mineral karbonat. Proses ini disebut biomineralisasi, yang membantu mengurangi kadar CO₂ bebas di laut dan atmosfer. Biodegradasi dan Konversi KarbonBakteri heterotrof seperti Proteobacteria mampu mendegradasi bahan organik dan mengubahnya menjadi karbon yang tersimpan dalam sedimen dasar laut, sehingga mengurangi emisi karbon ke atmosfer. Potensi Penerapan dalam Mitigasi Perubahan Iklim Keunggulan bakteri pesisir dalam mendaur ulang karbon membuka peluang besar bagi penerapan teknologi berbasis mikroorganisme dalam mitigasi perubahan iklim. Beberapa potensi aplikasinya antara lain: Bioengineering untuk Penyerapan KarbonDengan teknologi rekayasa genetika, bakteri dapat dimodifikasi untuk meningkatkan efisiensi penyerapan karbon. Ini bisa diterapkan dalam blue carbon ecosystems seperti mangrove, padang lamun, dan rawa pesisir. Restorasi Ekosistem PesisirMeningkatkan populasi bakteri pesisir melalui restorasi ekosistem laut dapat membantu mempercepat proses alami dalam penyimpanan karbon. Pemanfaatan untuk IndustriKarbon yang didaur ulang oleh bakteri bisa dimanfaatkan untuk produksi biofuel atau bioplastik yang lebih ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Meski menjanjikan, penggunaan bakteri dalam mitigasi perubahan iklim masih menghadapi beberapa tantangan, seperti: Ketidakpastian dalam skala industri, karena proses biologis sering kali sulit dikendalikan dalam jumlah besar. Perubahan lingkungan yang cepat, yang dapat mempengaruhi stabilitas populasi bakteri. Dukungan regulasi dan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan penerapan bakteri sebagai solusi daur ulang karbon. Namun, dengan semakin berkembangnya riset dan teknologi, bakteri pesisir dapat menjadi alat alami yang sangat efektif dalam upaya mengurangi emisi karbon serta menjaga keseimbangan lingkungan global. Bakteri pesisir dengan kemampuan uniknya dalam mendaur ulang karbon berpotensi menjadi solusi alami dalam mengatasi krisis iklim. Dengan pendekatan berbasis bioteknologi dan restorasi ekosistem, kita dapat memanfaatkan mikroorganisme ini untuk membantu mengurangi emisi karbon secara berkelanjutan. Diperlukan lebih banyak penelitian dan inovasi agar metode ini dapat diterapkan secara luas dalam upaya penyelamatan bumi dari dampak perubahan iklim. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa… Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak Los Angeles County itu dimulai pada hari Selasa, 7 Januari 2025 malam hari. Kebakaran ini berlangsung selama 24 hari lamanya dan baru berhasil dipadamkan secara total pada Jumat, 31 Januari 2025. Tragedi kebakaran tersebut terjadi begitu parah, memberikan dampak yang signifikan pada kondisi infrastruktur dan masyarakat, serta mempengaruhi aktivitas di sana. Sebuah sumber bahkan menyebut bahwa Eaton Fire atau Kebakaran Eaton menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarah California. … Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Dalam era urbanisasi yang semakin masif, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi komponen vital yang sering kali terpinggirkan di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur dan kawasan bisnis di perkotaan. Padahal, keberadaan RTH di wilayah perkotaan tidak hanya memiliki manfaat ekologis, tetapi juga nilai strategis dalam konteks bisnis dan keberlanjutan lingkungan.  Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan sebagai area memanjang atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka dan ditumbuhi tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Menurut undang undang (UU) nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, RTH di wilayah kota paling sedikit adalah 30 persen dari luas wilayah kota. Di… Indonesia’s Company Partnership to Tackle Climate Change Issues As the world grapples with the accelerating impacts of climate change, the role of the private sector in building climate resilience is becoming more vital than ever. Since Indonesia is a country blessed with rich natural resources but highly vulnerable to environmental risks, corporate partnerships are emerging as a strategic front line in the fight against climate change.  Read other article : Climate Change: An Unseen-Real Challenge Today, businesses realize that climate inaction brings significant risks, including operational disruptions, increased costs from resource scarcity, and reputational damage. In Indonesia, these realizations are shaping how companies design their corporate strategies—by aligning… Menggunakan Parfum Semprot Berlebihan Ternyata Membahayakan Lingkungan! Parfum merupakan salah satu produk yang penting dan digunakan sehari-hari oleh sebagian banyak …