6

Carbon Markets Trend Among ASEAN Countries

The global movement toward carbon neutrality has accelerated the adoption of carbon markets as a tool for mitigating greenhouse gas (GHG) emissions including in ASEAN countries. Characterized by rapid economic growth and increasing environmental concerns, ASEAN member states are progressively engaging in carbon trading mechanisms.  This article explores the trends of carbon markets within each ASEAN country, by seeing its challenges, opportunity, and economic impacts. Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Carbon Markets in ASEAN Carbon markets operate as platforms where carbon credits are bought and sold, allowing countries and corporations to offset emissions. ASEAN nations have shown a growing interest in carbon pricing mechanisms, either through cap-and-trade systems or carbon taxes. Take example Singapore and Indonesia, as frontrunners in the region’s carbon market development. Singapore implemented Southeast Asia’s first carbon tax in 2019, initially priced at SGD 5 ($3.7) per metric ton of CO2-equivalent emissions. The government plans to raise this to SGD 50–80 per ton by 2030, ensuring a significant impact on emission reductions. The Singapore Exchange (SGX) has also introduced Climate Impact X (CIX), a carbon trading platform facilitating high-quality carbon credit transactions. Alongwith Singapore, Indonesia launched its carbon exchange in 2023. Operated by the Indonesia Stock Exchange (IDX), the platform aims to regulate carbon trading and support Indonesia’s target of achieving net-zero emissions by 2060.  Economic and Environmental Impacts In ASEAN, carbon markets influence both economic growth and environmental sustainability. A well-functioning carbon market can contribute to a country’s GDP while reducing emissions. ASEAN’s engagement in carbon markets is estimated to reduce emissions by 20–30% over the next decade, according to data from the ASEAN Centre for Energy. The implementation of a carbon market will create financial incentives for businesses to adopt cleaner technologies and improve energy efficiency. By putting a price on carbon emissions, these markets encourage companies to shift towards renewable energy sources and low-carbon innovations.  In ASEAN, the implementation of carbon pricing mechanisms, such as emissions trading systems (ETS) and carbon taxes, has gained momentum. Countries like Indonesia, Singapore, and Vietnam have already introduced frameworks for carbon trading, aiming to balance economic development with sustainability goals. Challenges of Carbon Market in ASEAN Despite the progress, ASEAN faces several challenges in scaling carbon markets effectively. One of the challenges by ASEAN member states is still lack of clear regulatory frameworks, causing hesitation among investors. Besides, varying carbon pricing mechanisms across ASEAN limit regional integration. Another major challenge is the limited technical capacity and infrastructure needed to support carbon market operations. Many ASEAN member states lack robust monitoring, reporting, and verification (MRV) systems, which are essential for ensuring transparency and credibility in carbon trading. Without standardized MRV frameworks, there is a risk of inconsistencies in emissions accounting, making it difficult to build investor confidence. Opportunities of Carbon Market in ASEAN Beside the challenges, the carbon market is having a promising opportunity in ASEAN. A well-integrated regional carbon market allows for seamless cross-border trading of carbon credits, attracting more investors and fostering cooperation among member states. By establishing common regulatory standards, ASEAN can build a more efficient and credible carbon trading system. The adoption of advanced technologies also matters. Such as blockchain and AI-driven verification systems can improve the integrity and tracking of carbon credits. Blockchain ensures transparency and security in transactions, reducing the risk of fraud and double counting. Meanwhile, AI-powered monitoring systems can enhance accuracy in emissions measurement and compliance reporting, making carbon markets more reliable and efficient. Future of Carbon Market in ASEAN With the current condition that we can see, that ASEAN carbon market landscape is evolving rapidly, by 2030 ASEAN countries could see a significant rise in carbon trading activities, potentially linking with global markets such as the EU ETS and China’s national carbon market. The key to success lies in robust regulatory frameworks, enhanced market transparency, and cross-border cooperation. Industry sectors in ASEAN such as energy, manufacturing, and transportation stand to benefit from carbon trading by adopting cleaner technologies and optimizing resource efficiency. By integrating carbon pricing into their operations, companies can not only comply with environmental regulations but also gain a competitive edge in international markets that prioritize sustainability. Especially now we have Satuplatform as all-in-one climate management solutions who provides you with carbon calculator platform and consultancy. Try our FREE DEMO now! Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, …

8

5 Alasan Penting Terjadinya Daur Karbon

Siklus karbon atau daur karbon menjadi suatu siklus biogeokimia yang alami terjadi dan telah dimulai sejak ratusan tahun yang lalu. Daur karbon menggambarkan sebuah proses bertukarnya karbon antara atmosfer, tanah, perairan, organisme, sampai akhirnya kembali lagi ke atmosfer. Daur karbon juga memungkinkan sebagian besar karbon disimpan dalam sedimen dan batuan sebagai cadangan di masa depan. Pada dasarnya karbon, merupakan elemen dasar yang menopang kehidupan bumi dan seisinya. Karbon adalah elemen kunci kehidupan dan mendukung berbagai proses biologis dan ekosistem. Meski begitu, hadirnya siklus karbon berfungsi menjaga keseimbangan atmosfer sehingga tidak terjadi kekurangan atau kelebih karbon yang justru mengancam lingkungan. Baca juga artikel lainnya : Mikroorganisme dan Perannya dalam Menyeimbangkan Daur Karbon Berikut ini adalah alasan penting dibalik terjadinya daur karbon : 1. Menjaga Keseimbangan Gas di Atmosfer Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, daur karbon membantu alam mengendalikan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Sebab terdapat konsekuensi jika jumlahnya tidak sesuai kebutuhan. Apabila CO2 terlalu banyak dilepas ke atmosfer dan terperangkap di dalamnya, efek rumah kaca pun akan terjadi. Hal ini bisa meningkatkan risiko pemanasan global dan membuat dampaknya menjadi lebih buruk. Sebaliknya, bumi yang kekurangan CO2 bisa membuat suhu turun dan menjadi dingin. Karbon yang mengandung panas berperan menghangatkan bumi dan seisinya sehingga kehidupan pun berjalan baik. Daur oksigen juga terjadi untuk memastikan pasokan oksigen (O2) tetap tersedia untuk makhluk hidup yang bergantung pada respirasi aerobik. Manusia dan hewan adalah contoh di antaranya. 2. Mendukung Kehidupan Makhluk Hidup Karbon dibutuhkan selain untuk menghangatkan bumi juga salah satunya untuk fotosintesis. Tumbuhan dan fitoplankton menyerap karbon dioksida melalui proses fotosintesis yang kemudian melepaskan senyawa oksigen yang digunakan oleh makhluk hidup untuk respirasi. Dalam proses sebaliknya, hewan dan manusia menghirup oksigen untuk respirasi dan mengeluarkan karbon dioksida yang akan kembali digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. 3. Mengatur Suhu Bumi Melalui daur karbon, alam mencegah penumpukan karbon dioksida di atmosfer yang bisa memerangkap panas berlebih. Kelebihan emisi karbon dapat membuat bumi lebih panas dan menyebabkan perubahan iklim. Tanpa daur karbon, bumi bisa menjadi terlalu panas atau malah terlalu dingin. Hal ini tentu akan mengganggu kehidupan dan membahayakan makhluk hidup. 4. Mendukung Ekosistem Laut & Darat Daur karbon juga berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem di darat dan laut. Di lautan, fitoplankton yang merupakan makanan bagi banyak organisme laut, melakukan fotosintesis dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menghasilkan oksigen.  Ketika fitoplankton mati atau dimakan, karbon juga akan turut mengendap di dasar laut yang kemudian tersimpan dalam sedimen laut selama ribuan hingga jutaan tahun (carbon sequestration). Sementara di daratan, pohon dan tumbuhan menyerap karbon dioksida melalui fotosintesis dan menyimpannya dalam biomassa (batang, daun, akar). Proses ini juga membantu menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh hewan dan manusia untuk bernapas. 5. Mencegah Ketidakseimbangan Ekologis Siklus karbon yang terganggu, misalnya oleh aktivitas manusia yang menghasilkan terlalu banyak CO2 ke lingkungan, bisa menyebabkan ketidakseimbangan ekologis. Hal-hal yang bisa terjadi di antaranya perubahan iklim, pengasaman laut, dan punahnya spesies. Pengasaman laut dapat merusak ekosistem laut, yang membahayakan terumbu karang dan organisme dengan cangkang kalsium karbonat,seperti kerang dan plankton. Ini adalah kewajiban bagi kita untuk turut serta mencegah terjadinya ketidakseimbangan ekologis. Anda juga bisa mulai menerapkan konsep sustainability management dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi. Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk …

6

3 Masalah Lingkungan yang Dapat Menghambat Daur Karbon dan Oksigen

Daur Karbon Siklus karbon atau daur karbon merupakan salah satu proses alami di alam yang sangat pentingnya fungsinya bagi kondisi kehidupan di bumi. Baca juga artikel lainnya : Memahami Daur Karbon, Definisi, Contoh Proses, dan Manfaatnya  Daur karbon menjadi suatu siklus biogeokimia di mana karbon ditukar antara atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan geosfer, atau kemudian disimpan di reservoir sebagai cadangan yang kaya manfaat. Terjadinya daur karbon berperan signifikan dalam menjaga keseimbangan atmosfer, tetapi berbagai gangguan yang terjadi di alam, baik karena faktor alami maupun akibat aktivitas manusia, dapat menghambat proses daur karbon dan oksigen. Apa saja masalah lingkungan yang dapat menghambat proses daur karbon karbon? Mari kita bahas! 1. Masalah Daur Karbon dari Deforestasi atau Penggundulan Hutan Habisnya lahan hutan dan tutupan pohon akibat pembukaan lahan maupun deforestasi menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat daur karbon. Padahal, hutan memainkan peran penting dalam menyerap dan mempertahankan emisi gas rumah kaca berlebih yang ada di dalam atmosfer. Pohon dan tumbuhan dapat menyerap karbon dioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis, membantu memerangi perubahan iklim. Dilansir dari World Research Institute, berdasarkan penelitian oleh Nature Climate Change, hutan di dunia mampu menyerap karbon dioksida (CO2) hampir dua kali lebih banyak daripada yang dihasilkannya antara 2001 dan 2019.  Dengan kata lain, hutan merupakan penyerap karbon handal yang mampu menyerap bersih 7,6 miliar metrik ton CO2 per tahun. Angka yang 1,5 kali lebih banyak dari yang dipancarkan Amerika Serikat setiap tahunnya. Jika hutan ditebang tanpa reboisasi, maka jumlah karbon yang diserap berkurang. Akibatnya, akan ada lebih banyak karbon yang tertahan di atmosfer daripada yang seharusnya ada sehingga dapat meningkatkan efek rumah kaca dan mempengaruhi kondisi perubahan iklim. 2. Masalah Daur Karbon Kerusakan Ekosistem Lahan Basah dan Gambut Rusaknya ekosistem lahan basah dan gambut dapat terjadi karena beragam faktor. Sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia seperti alih fungsi lahan serta faktor alam berupa kebakaran akibat musim kemarau berkepanjangan dan bencana alam. Di Indonesia sendiri, tercatat terdapat 95 persen dari dari 289 titik sampel gambut non-konsesi di area restorasi pemerintah yang pernah terbakar (burned area) dan kehilangan tutupan pohon (Tree Cover Loss/TCL), telah berubah menjadi perkebunan jenis tanaman lahan kering dan semak belukar, sebagaimana dikutip dari situs Pantau Gambut. Padahal, lahan basah dan gambut yang lestari juga subur merupakan penyerap dan reservoir karbon yang hebat. Yayasan Konservasi Alam Nusantara menyebut bahwa gambut memiliki kapasitas penyimpanan karbon 10 sampai 13 kali lebih besar dibanding ekosistem lain. Gambut dan lahan basah juga diketahui telah menyimpan jutaan karbon selama ribuan tahun. Jika dikeringkan atau dibakar untuk perkebunan, karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer, mempercepat perubahan iklim. 3. Pengelolaan Limbah yang Buruk Menghambat Daur Karbon Tumpukan ribuan sampah di ruang terbuka seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa disadari merupakan masalah yang dapat menghambat daur karbon dan oksigen. Sampah organik yang membusuk dapat melepaskan sejumlah besar gas metana (CH4) yang punya sifat lebih kuat daripada CO2 sebagai gas rumah kaca. Jika sampah tidak dikelola dengan baik, karbon yang tersimpan dalam bahan organik bisa dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gas berbahaya. Kondisi ini, selain dapat menghambat daur karbon juga meningkatkan terjadinya pemanasan global karena metana berlebih yang terperangkap dan sulit diserap kembali dari atmosfer. Daur karbon bisa terhambat karena aktivitas manusia yang mempercepat pelepasan karbon tanpa diimbangi dengan penyerapannya.  Oleh karena itu, diperlukan kesadaran serta tindakan seperti penghijauan, energi terbarukan, pengelolaan limbah yang baik, dan konservasi lahan basah untuk dapat membantu menjaga keseimbangan siklus karbon. Tentang Satuplatfrom Satuplatform  dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan, yang mana kami hadir sebagai all-in-one climate management solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi mengenai karbon dan ESG bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa …

5

Terumbu Karang dan Hutan Bakau dalam Menjaga Keseimbangan Karbon

Keseimbangan karbon merupakan kondisi di mana jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer sebanding dengan jumlah yang mampu diserap kembali oleh ekosistem alami atau teknologi penyerapan karbon. Ini adalah salah satu target penting yang perlu dilakukan dalam menjaga kestabilan iklim dan mencegah peningkatan suhu global akibat efek rumah kaca. Target yang juga krusial bagi negara-negara di dunia, yang tengah berupaya mewujudkan Paris Agreement 2016 dan Net Zero Emission 2060.  Dengan terciptanya keseimbangan karbon, kita dapat mencegah terjadinya dampak pemanasan global yang berlebih. Keseimbangan karbon juga mengurangi risiko cuaca ekstrem akibat perubahan iklim yang mungkin dapat membahayakan kehidupan jika semakin parah. Untuk mencapai keseimbangan karbon, hal utama yang perlu dilakukan adalah mengurangi jumlah emisi karbon lepas ke atmosfer, baik melalui upaya efisiensi atau pun transisi energi bersih.  Salah satu yang dapat membantu mewujudkan pengurangan karbon adalah dengan melestarikan dan memulihkan hutan serta ekosistem penyerap karbon. Dalam hal ini melalui peran terumbu karang dan hutan bakau sebagai reservoir yang luar biasa. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang menjadi salah satu ekosistem paling beragam yang ada di muka bumi ini. Polip karang sebagai hewan yang bertanggung jawab membangun terumbu karang, dapat memiliki beraneka bentuk dan hidup di berbagai dasar lautan seluruh dunia. Baca juga artikel lainnya : Perubahan Iklim dan Terumbu Karang: Apa yang Bisa Terjadi? Ekosistem terumbu karang menyediakan habitat bagi berbagai macam kehidupan laut, termasuk berbagai jenis spons, tiram, remis, kepiting, bintang laut, bulu babi, serta banyak spesies ikan.  Terumbu karang juga berhubungan secara ekologis dengan komunitas lamun, bakau, dan dataran lumpur di dekatnya. Salah satu alasan mengapa terumbu karang sangat bernilai tinggi adalah karena terumbu karang berfungsi sebagai pusat aktivitas kehidupan laut. Diperkirakan sekitar 25 persen ikan dan hewan lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang yang sehat untuk bertahan hidup. Beragam organisme berlindung, mencari makanan, bereproduksi, hingga membesarkan keturunan mereka di banyak sudut dan celah yang dibentuk oleh karang. Salah satunya seperti terumbu karang di Northwest Hawaiian Island, di mana ekosistem terumbu karang air dangkal di sana mendukung kehidupan lebih dari 7.000 spesies ikan, invertebrata, tumbuhan, penyu laut, burung dan mamalia laut. Ekosistem Hutan Bakau Hutan bakau merupakan sebuah ekosistem yang penting bagi wilayah tepi pantai. Tidak hanya itu, hutan bakau yang tumbuh di muara sungai juga lahan gambut bisa sangat bermanfaat bagi masyarakat dunia, utamanya yang tinggal di daerah pesisir. Ekosistem ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut.  Mangrove terdiri dari komponen ekosistem biotik dan abiotik. Komponen biotik, terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi pepohonan, semak, dan fauna Sedangkan komponen abiotik, terdiri dari pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang landai, salinitas laut. Saat ini hutan bakau merupakan formasi tumbuhan yang menutupi 75 persen pesisir, delta, dan muara di wilayah intertropis. Bakau atau mangrove sangat penting bagi keanekaragaman hayati. Ekosistem hutan bakau diperlukan untuk melindungi pantai dari abrasi, melindungi pantai dari intrusi air laut, menyediakan habitat satwa, serta menjaga kualitas air. Pentingnya Kehadiran Ekosistem Terumbu Karang dan Hutan Bakau untuk Keseimbangan Karbon Ekosistem terumbu karang dan hutan bakau merupakan filter alami yang manfaatnya lebih dari apa yang kita bayangkan. Baik terumbu karang dan mangrove, keduanya sama-sama memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap dan menyimpan emisi karbon di lingkungan. Diketahui bahwa terumbu karang dapat menyerap karbon dari atmosfer melalui mulut polyp dan menggunakannya sebagai bahan baku pembuatan batuan karbonat. Keberadaannya penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut. Hutan bakau sendiri merupakan penyerap karbon yang dapat menyimpan hingga sepuluh kali lebih banyak CO2 per hektar daripada hutan daratan. Bakau mampu menyerap sekitar 10 persen emisi karbon global, meskipun hanya mewakili 1 persen dari luas permukaan hutan tropis. Peran keduanya berkontribusi langsung terhadap mitigasi perubahan iklim.  Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform! Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is making an impactful difference. Sustainable and Ethical Spending Gen Z is …

10

Mikroorganisme dan Perannya dalam Menyeimbangkan Daur Karbon

Daur karbon atau siklus karbon merupakan siklus alami yang penting bagi kelestarian bumi dan keberlangsungan kehidupan di dalamnya. Proses daur karbon digambarkan sebagai aliran dan pertukaran karbon antara atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan geosfer, berguna dalam menjaga keseimbangan atmosfer. Namun, aktivitas manusia yang merusak alam dan menghasilkan emisi karbon berlebih dapat menghambat daur karbon. Baca Juga: 5 Alasan Penting Terjadinya Daur Karbon Oleh karena itu, hadir mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam menyeimbangkan daur karbon dengan membantu proses dekomposisi, fotosintesis, fermentasi, dan fiksasi karbon. Berikut adalah beberapa jenis mikroorganisme di muka bumi yang berperan dalam keseimbangan karbon. 1. Mikroorganisme Pengurai (Dekomposer) Dekomposer atau mikroorganisme pengurai merupakan organisme yang tugasnya membantu dalam proses dekomposisi atau pembusukan materi organik di alam. Dikutip dari Gramedia Blog, dekomposer berperan penting dalam menguraikan materi organik yang tidak terpakai ke bentuk senyawa yang lebih berguna bagi flora dan fauna di alam sekitar. Organisme yang termasuk ke dalam kategori pengurai atau dekomposer meliputi bakteri, jamur, invertebrata, serta metanogen, yakni mikroorganisme yang menghasilkan gas metana (CH4). Metanogen dapat menghasilkan metana dari bahan organik di lingkungan anaerobik (tanpa oksigen), seperti rawa dan pencernaan hewan. Kemudian, organisme seperti bakteri dan jamur, contohnya adalah Bacillus, Pseudomonas, dan Aspergillus, mampu menguraikan bahan organik mati menjadi karbon dioksida (CO2) dan metana (CH2) melalui dekomposisi.  Dengan sifatnya yang unik, jamur dan bakteri dapat berfungsi sebagai penyeimbang dalam ekosistem lingkungan karena menghasilkan gas karbondioksida yang dibutuhkan tumbuhan dalam proses fotosintesis.   2. Mikroorganisme Fotosintetik Mikroorganisme fotosintetik merupakan organisme yang memiliki kemampuan untuk mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Dalam hal ini, contoh mikroorganisme fotosintetik adalah alga dan bakteri fotosintetik atau photosynthetic bacteria (PSB). Bakteri fotosintesis termasuk ke dalam bakteri autotrof yang bisa berfotosintesis dengan sendirinya melalui pigmen-pigmen di tubuh yang digunakan untuk menangkap energi matahari sebagai bahan bakar melakukan fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, PSB membantu terjadinya proses daur karbon dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menghasilkan oksigen sebagai hasilnya.  Bakteri fotosintetik juga memiliki vakuola berisi enzim, berupa Rubisco, yang berguna mempermudah Ribulosa Bi Pospat atau RuBP menangkap karbon dioksida bebas yang ada di udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik. 3. Mikroorganisme Fiksasi Karbon Mikroorganisme fiksasi karbon atau carbon fixation microorganism (CFM) merupakan organisme yang berperan dalam mengubah karbon anorganik menjadi senyawa organik. Proses ini disebut dengan fiksasi karbon Dilansir dari American Society for Microbiology, proses mikroorganisme bekerja melaksanakan fiksasi karbon terjadi ketika karbon dioksida dari atmosfer larut ke dalam lautan, bakteri fotosintetik dan eukariota menyerapnya dan mengubahnya menjadi bentuk yang bermanfaat secara biologis.  Melalui proses yang disebut fiksasi karbon, produk sampingan fotosintesis, mikroorganisme laut memasukkan karbon ke dalam molekul penyusunnya, dengan dua hasil penting, yakni karbon dimasukkan ke dalam jaringan makanan dan molekul oksigen dilepaskan sebagai produk sampingan ke dalam lautan, dan akhirnya ke atmosfer. Bakteri Kemolitotrof menjadi contohnya di mana menggunakan karbon anorganik dan mengubahnya menjadi bentuk organik yang bisa dimanfaatkan makhluk hidup lain. Bakteri Simbiotik & Non-Simbiotik juga membantu mengikat karbon dan nitrogen dari atmosfer untuk mendukung kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. 4. Mikroorganisme Pemakan Karbon Mikroorganisme yang mengkonsumsi karbon meliputi bakteri, jamur, dan mikroba mutan. Mikroorganisme ini berperan dalam siklus karbon dan membantu memerangi perubahan iklim. Dilansir dari Kompas, seorang ahli mikrobiologi dan mantan researcher di Harvard Wyss Institute bersama rekannya menemukan sebuah mikroba mutan yang dijuluki Chonkus yang disebut dapat membantu memerangi perubahan iklim. Mikroba yang termasuk ke dalam cyanobacteria ini memiliki sifat penting salah satunya dapat berfotosintesis dan memakan karbon.  Cyanobacteria ini disebut memiliki peran penting dalam ekosistem laut sebagai bakteri fotosintesis yang berperan dalam rantai makanan laut di seluruh dunia dan dapat tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung. Itulah beberapa mikroorganisme yang berperan menyeimbangkan daur karbon dan mencegah penumpukan emisi karbon di atmosfer, menghambat terjadinya perubahan iklim. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform! Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is …

7

Memahami Daur Karbon, Definisi, Contoh Proses, dan Manfaatnya

Fungsi Daur Karbon Daur Karbon – Tidak dapat dipungkiri bahwa karbon merupakan elemen dasar yang penting untuk mendukung berjalannya proses biologis dan ekosistem di muka bumi.  Karbon berperan membentuk molekul yang dibutuhkan makhluk hidup serta menjadi senyawa yang selalu berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan berbagai proses alam. Mulai dari tumbuhan hingga manusia, seluruhnya bergantung pada karbon untuk bertahan hidup. Karbon juga membantu menjaga suhu Bumi tetap stabil dengan menahan panas matahari melalui peran karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4). Baca Juga: 5 Alasan Penting Terjadinya Daur Karbon Tanpa karbon dioksida, bumi akan menjadi terlalu dingin dan tidak layak huni. Meski begitu, kelebihan CO2 dari aktivitas manusia justru dapat menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global. Karbon bergerak dalam siklus alami yang dikenal sebagai Siklus Karbon atau Daur Karbon. Melibatkan atmosfer, biosfer (makhluk hidup), hidrosfer (air), dan geosfer (tanah dan batuan). Sudahkah kamu memahami tentang siklus karbon atau daur karbon? Mari kita bahas bersama dalam penjelasan di bawah ini! Apa Itu Daur Karbon? Sebagaimana dilansir dari situs Lindungi Hutan, siklus karbon atau daur karbon didefinisikan sebagai suatu siklus biogeokimia terjadinya pertukaran karbon antara atmosfer, biosfer, hidrosfer, dan geosfer, dengan biosfer, atmosfer, lautan, dan sedimen menjadi tempat penyimpanan atau reservoir. Siklus biogeokimia sendiri ialah perputaran energi yang kompleks yang terjadi di lingkungan. Siklus ini dapat berlangsung di dalam tubuh organisme (biotik) dan lingkungan daratan maupun lautan (abiotik). Sebagian besar karbon di bumi tersimpan dalam bebatuan dan sedimen. Kemudian, sisanya berada di lautan, atmosfer, dan organisme hidup dan terus bergerak sesuai dengan aliran yang tetap. Terjadinya pertukaran atau daur karbon dapat membantu menjaga keseimbangan atmosfer. Pada dasarnya, bumi tidak pernah kehilangan sama sekali karbon kecuali disimpan di reservoir yang berperan sebagai penyerap karbon. Bagaimana Contoh Proses Daur Karbon? Terdapat berbagai cara terjadinya proses daur karbon di bumi, di antaranya proses fotosintesis, aktivitas respirasi, penggunaan transportasi, dan proses dekomposisi. Proses fotosintesis menjadi awal mula daur karbon dimulai. Kegiatan ini biasanya melibatkan organisme dengan zat hijau seperti tumbuhan, alga, fitoplankton, hingga bakteri. Tumbuhan yang melakukan fotosintesis akan mengubah air dan karbon dioksida menjadi glukosa dan oksigen dengan bantuan cahaya matahari. Selanjutnya glukosa digunakan sebagai sumber energi bagi tanaman dan oksigen dilepas untuk digunakan bernapas bagi organisme.   Respirasi disebut juga aktivitas bernapas merupakan kegiatan yang rutin dilakukan makhluk hidup melibatkan pertukaran gas antar mereka dengan lingkungan. Selain untuk bertahan hidup, respirasi juga berguna untuk menghancurkan atau memecah senyawa organik menjadi karbon dioksida dan air serta energi. Aktivitas pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan karbon dioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer nantinya akan diserap lagi melalui proses fotosintesis yang menjadi tahap awal dari daur karbon. Akan tetapi, proses ini akan lebih sukar atau sulit dilakukan jika ada lebih banyak karbon di atmosfer daripada yang dapat diserap. Apa Manfaat dari Proses Daur Karbon? Proses daur karbon menjaga atmosfer tetap seimbang dan membantu membentuk iklim yang sehat. Oleh karena karbon dioksida berperan dalam menentukan hangatnya bumi, maka terlalu sedikit CO2 bisa membuat bumi membeku. Sebaliknya, karbon dioksida yang terlalu banyak dapat menjadikan suhu bumi lebih panas yang mengarah pada terjadinya perubahan iklim. Oleh karena itu, pemanfaatan karbon dalam energi dan industri harus dikontrol agar tidak merusak lingkungan. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform!   Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is making an impactful difference. Sustainable and Ethical Spending Gen Z is reshaping consumer behavior by prioritizing sustainability… Kerjasama Bilateral Indonesia untuk Dukung Keberlanjutan Lingkungan Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, Indonesia telah menjalin berbagai kerjasama bilateral dengan negara-negara mitra guna mempercepat transisi menuju pembangunan berkelanjutan. Kerjasama ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pengelolaan hutan dan energi terbarukan hingga pengurangan emisi karbon serta pendanaan hijau. Artikel ini akan membahas berbagai bentuk kerjasama bilateral Indonesia dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dengan data dan analisis terkini. Program REDD+ dengan …

8

Tertinggi di Dunia, Kenali Sumber Emisi Karbon di China

Tiongkok atau yang dikenal juga dengan nama resmi Republik Rakyat Tiongkok merupakan salah satu negara yang berada di posisi lima besar sebagai penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Worldometer, Tiongkok pada tahun 2022 melepaskan sekitar 12.667,428 juta ton emisi karbon per tahun ke atmosfer, menjadikannya bertanggung jawab atas 33.26 persen dari total emisi global. Dalam beberapa dekade terakhir, Tiongkok memiliki emisi kumulatif yang cukup besar karena menjadi negara industri utama. Ada beragam faktor yang menyebabkan tingginya emisi karbon di China. Baca Juga: 3 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia Mari kita bahas secara mendetail! 1. Ketergantungan pada Batu Bara penyebab Emisi Karbon Sampai saat ini, China diketahui masih sangat bergantung pada batu bara sebagai sumber energi utama. Menurut data dari The International Energy Agency (IEA), Tiongkok merupakan produsen, importir, sekaligus konsumen batu bara terbesar di dunia yang tercatat mengalami pertumbuhan penggunaan batu bara untuk listrik dan non-listrik sebesar 8 persen dan 2,5 persen. Setelah dilanda kemerosotan energi dan kinerja ekonomi selama tahun 2022, permintaan listrik di Tiongkok bangkit kembali pada tahun 2023 dengan pertumbuhan sebesar 7 persen. Hasilnya, terjadi peningkatan konsumsi batu bara Tiongkok sebesar 276 Mt, mencapai total 4.883 Mt pada tahun 2023. Kebutuhan batu bara yang tinggi ini diperlukan untuk mendukung sekitar 60 persen pembangkit listrik tenaga batu bara guna ‘menghidupkan’ seluruh negeri. Ini jugalah yang menjadi salah satu penyebab utama emisi karbon. 2. Tingginya Industri Manufaktur yang Meningkatkan Emisi Karbon Industri manufaktur bisa dibilang merupakan pondasi yang penting untuk menopang ekonomi Tiongkok dan memainkan peran yang krusial bagi ekonomi global. Tiongkok dikenal sebagai “pabrik dunia” yang memproduksi berbagai barang untuk ekspor ke seluruh dunia. Menurut China Briefing, Tiongkok bahkan menyumbang sekitar 30 persen dari nilai tambah manufaktur global, yang memperkuat posisinya sebagai pusat manufaktur dunia. Salah satunya adalah sektor industri seperti baja, semen, dan tekstil yang umumnya memerlukan banyak energi. Pada tahun 2022 saja, sektor industri menyumbang sekitar 49 persen emisi karbon. Hal ini tidak dapat dihindari dari menghasilkan emisi karbon sehingga dapat meningkatkan emisi karbon negara. 3. Pertumbuhan Transportasi dan Kendaraan Bermotor Penyebab Emisi Karbon Sektor transportasi di Tiongkok bertanggung jawab atas 7 persen emisi karbon tahunan negara tersebut selama tahun 2022.  Sebagai salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia, mobilisasi kendaraan menjadi hal yang sulit dicegah. Meningkatnya jumlah penduduk juga turut berdampak terhadap meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi yang bertambah pesat. Belum lagi ditambah dengan kondisi Tiongkok yang memiliki salah satu pasar mobil terbesar di dunia, yang juga berkontribusi pada tingginya emisi dari sektor transportasi. 4. Urbanisasi dan Pertumbuhan Ekonomi Percepatan urbanisasi di China menyebabkan lonjakan konsumsi energi untuk transportasi, perumahan, dan infrastruktur. National Library of Medicine menyebut bahwa tingkat urbanisasi Tiongkok meningkat dari 17,9% menjadi 60,6% antara tahun 1978 dan 2019, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 1%. Pembangunan ekonomi dan lingkungan tentu dapat berdampak terhadap meningkatnya emisi karbon. Konstruksi besar-besaran menggunakan beton dan baja, yang menghasilkan banyak karbon dioksida. Meski menjadi penyumbang emisi terbesar, China juga berupaya mengurangi emisi karbon melalui beberapa strategi. Beberapa di antaranya adalah: Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan …

9

3 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia

Indonesia saat ini masih menjadi salah satu kontributor emisi karbon atau gas rumah kaca (CO2) terbesar di dunia. Menurut data Statistical Review of World Energy 2024 oleh Energy Institute, di tahun 2023 Indonesia menempati urutan keenam dalam jajaran 10 negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai 704,4 juta metrik ton CO2e, meningkat 13.14 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di atas Indonesia ada negara Jepang yang menempati urutan kelima penghasil emisi karbon terbesar di dunia, dengan jumlah emisi sekitar 1.012,8 juta metrik ton CO2e. Diikuti Rusia di urutan keempat dengan jumlah emisi 1.614,7 juta metrik ton CO2e. Baca Juga: 3 Negara dengan Emisi Karbon Terendah di Dunia Lalu, siapa top three atau tiga teratas negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia? Mari simak pembahasan di bawah ini! 1. Tiongkok: 11.218 juta metrik ton CO2e Republik Rakyat Tiongkok telah sejak beberapa tahun ke belakang konsisten berada di urutan pertama sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca tahunan terbesar di dunia. Data menunjukkan bahwa emisi CO2 di Tiongkok adalah sebesar 11.218 juta metrik ton CO2e pada 2023. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 12.667 juta metrik ton. Sumber emisi karbon di Tiongkok berasal dari sektor listrik, industri, transportasi, dan bangunan. Didominasi emisi dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Dilansir dari Carbon Brief, pada tahun 2006 Tiongkok menyalip Amerika Serikat dalam urutan negara yang menyumbang emisi GRK terbesar di dunia. Warganya pun kini memiliki jejak karbon jauh di atas rata-rata global. Meski begitu, emisi kumulatif dan per kapitanya masih sekitar setengah lebih rendah dari Amerika Serikat saat ini. Artinya, Amerika Serikat masih merupakan negara yang memiliki jejak karbon historis yang lebih besar dan warga AS rata-rata lebih banyak menghasilkan karbon dibanding warga Tiongkok. 2. Amerika Serikat: 4.639 juta metrik ton CO2e Negara adidaya Amerika Serikat adalah negara berikutnya yang melepaskan emisi gas rumah kaca terbesar ke atmosfer.  Pada tahun 2023, jumlah emisi GRK yang dihasilkan negara tersebut mencapai 4.629 juta metrik ton CO2e. Jumlah ini menurun nilainya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berada di angka 4.853 juta ton. Di Amerika Serikat, sumber utama emisi GRK umumnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi. Sektor lain yang turut berkontribusi menyumbang emisi ialah industri, komersial dan perumahan, serta pertanian. Amerika Serikat diketahui bertanggung jawab atas sekitar 15 persen emisi global. Negara dengan julukan Negeri Paman Sam ini juga masih bertanggung jawab atas emisi karbon kumulatif lebih besar karena sudah menjadi negara industri lebih lama. 3. India: 2.595 juta metrik ton CO2e Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, India, melengkapi urutan tiga teratas dalam daftar negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.  Data Statistical Review of World Energy 2024 mencatat, di tahun 2023, India melepaskan sebanyak 2.595 juta metrik ton CO2 ke atmosfer, meningkat hampir 1 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Dilansir dari Earthorg, emisi karbon India diproyeksikan meningkat hingga 50 persen pada tahun 2030. Hal ini mungkin terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan akan listrik dan transportasi.  Sama seperti negara lainnya, sebagian besar emisi CO2 di India berasal dari sektor energi seperti pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik juga bahan bakar kendaraan dan mesin. Lalu, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda mulai menerapkan konsep sustainability manajemen dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi?  Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.    Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima …

6

Begini Simulasi Perhitungan Pajak Karbon di Swedia

Pajak karbon atau carbon tax merupakan salah satu inisiatif yang diusulkan untuk dapat mendorong industri dan masyarakat mengurangi produksi emisi karbon mereka. Sejumlah negara di dunia telah menerapkan pajak karbon sebagai kewajiban yang perlu dipatuhi warganya. Salah satu negara yaitu Swedia bahkan telah memberlakukan pajak karbon terhadap pelaku industri di negaranya sejak tahun 1991. Swedia dikenal memiliki salah satu tarif pajak karbon tertinggi di dunia. Namun, hasil dan dampaknya cukup signifikan terhadap perekonomian juga tingkat pengurangan emisi gas rumah kaca yang diharapkan untuk mewujudkan target net zero emission. Baca Juga: Melihat Implementasi Pajak Karbon di Berbagai Negara Lalu bagaimana sebenarnya perhitungan pajak karbon dilakukan? Elemen Perhitungan Pajak Karbon Pada dasarnya, perhitungan pajak karbon bergantung pada beberapa faktor, diantaranya seperti: Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Pajak Karbon Dilansir dari Center for Climate and Energy Solutions, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pajak karbon. Contoh Simulasi Perhitungan Pajak Karbon di Swedia Misalkan: Maka perhitungan pajak karbonnya adalah sebagai berikut: Pengurangan dari carbon offset (5.000 ton) : 5.000 × 126 = €630.000 Pajak setelah offset: 5.670.000 − 630.000 = €5.040.000 Jadi,setelah perhitungan dengan insentif dan offset, pajak karbon yang harus dibayar perusahaan ini adalah €5.040.000 per tahun. Perhitungan pajak karbon dilakukan dengan rumus dasar, tetapi ada banyak variabel lain yang bisa mengurangi atau mempengaruhi jumlah pajak yang dibayarkan. Semua ini tergantung peraturan di setiap negara. Pajak karbon pada dasarnya dirancang untuk mendorong pengurangan emisi dan transisi ke energi bersih.  Perusahaan yang mampu mengurangi emisi melalui inovasi dan investasi dalam teknologi hijau dapat mengurangi beban pajak mereka secara signifikan. Namun, Anda juga bisa mulai menerapkan hal serupa melalui perencanaan konsep sustainability management dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi? Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.    Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is making …

16

Carbon Market: A New Way for Sustainable Future

The carbon market has emerged as a pivotal mechanism in addressing climate change while offering new avenues for economic growth. By enabling the trading of carbon credits, it provides businesses with financial incentives to reduce greenhouse gas (GHG) emissions. Read More: Carbon Markets Trend Among ASEAN Countries According to the World Bank’s State and Trends of Carbon Pricing 2023 report, the global carbon market generated over $95 billion in revenue, underscoring its significant economic potential. This article explores how the carbon market fosters a sustainable future by discussing its role, benefits, challenges, and prospects from both environmental and business perspectives. What is Carbon Market? According to The United Nations Development Programme (UNDP) Carbon markets are trading systems in which carbon credits are sold and bought. To hold a carbon market, it can be operated through two main mechanisms, namely compliance markets and voluntary markets. For the compliance market, these are regulated by mandatory national, regional, or international carbon reduction regimes. For example, the European Union Emissions Trading System (EU ETS) remains the largest compliance carbon market globally, covering more than 40% of the EU’s greenhouse gas emissions. For the voluntary market, companies and individuals purchase carbon offsets on a voluntary basis to compensate for their emissions. The voluntary carbon market (VCM) reached a valuation of $2 billion in 2023 and is projected to grow to $50 billion by 2030, according to McKinsey & Company. Environmental Benefits The carbon market has several benefits, and mainly its benefit on the environment. In this case, the carbon market plays a vital role in achieving global climate targets. By assigning economic value to carbon emissions, it incentivizes the adoption of sustainable practices.  Revenue from carbon credits often funds the promotion of renewable energy projects. For example, India’s renewable energy sector received $3 billion in carbon finance between 2015 and 2022, leading to the installation of over 10 GW of clean energy capacity. The environmental benefits of carbon markets demonstrate their potential in aligning corporate goals with broader climate action objectives. Economic Benefits  Not only its benefit on the environment, the carbon market also offers substantial economic advantages for companies. Instead of investing heavily in new technology to reduce emissions, companies can purchase carbon credits. This flexibility lowers the overall cost of meeting emission reduction targets. For example, Shell reported savings of up to $100 million annually by leveraging carbon trading in its global operations. Beside it, companies investing in carbon reduction projects can sell surplus carbon credits, creating additional revenue streams. Especially now financial institutions are increasingly offering favorable terms to companies with robust carbon management strategies. These economic incentives position the carbon market as a critical tool for sustainable business growth, aligning profitability with environmental stewardship. Challenges of Carbon Market Despite its benefits on the environment and economic aspect, the carbon market faces several challenges that need to be addressed. Such as market integrity and transparency to price volatility. In relation to market integrity and transparency, concerns over the credibility of certain carbon offset projects have arisen. The Voluntary Carbon Markets Integrity Initiative (VCMI) emphasizes the need for robust verification standards to prevent greenwashing. Along with this, the price volatility in carbon credit are subject to fluctuations. For example, EU ETS prices ranged from €5 per ton in 2017 to over €100 per ton in 2023. Such volatility can impact long-term planning for businesses. Addressing these challenges is essential to maximize the carbon market’s effectiveness in promoting sustainable practices. The Future of the Carbon Market Looking ahead, the carbon market is poised for significant expansion and evolution. One of the opportunities of the carbon market lies in blockchain technology. Digital carbon market on blockchain technology is being explored to enhance transparency and traceability in carbon trading. Companies like Toucan Protocol are pioneering blockchain-based carbon credits. In relation to corporate initiatives, the carbon market has a potential to support the corporate net-zero strategies. A growing number of corporations are committing to net-zero emissions. According to Net Zero Tracker, over 1,500 companies globally had set net-zero targets by the end of 2023, with carbon markets playing a key role in their strategies. Countries in Africa, Latin America, and Southeast Asia are developing carbon markets. For instance, Indonesia launched its carbon exchange in 2023, potentially becoming a major player in the Asia-Pacific region. The carbon market represents a transformative approach to achieving a sustainable future. By combining environmental responsibility with economic incentives, it creates a win-win scenario for businesses and the planet. With the global carbon market projected to grow exponentially its role in driving sustainable development cannot be overstated. Especially for business, now we have Satuplatform.com as all-in-one solution who provides you with carbon consultancy. Try our FREE DEMO now! Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, …