Perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata bagi kawasan pesisir. Naiknya permukaan laut, abrasi, dan banjir rob makin sering terjadi, merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat. Dari pesisir Jawa hingga Kepulauan Seribu. Dampak perubahan iklim memaksa penduduk untuk beradaptasi dengan realitas yang kian sulit. Simak cerita selengkapnya tentang bagaimana kondisi di lapangan!
Table of Contents
ToggleKampung Tenggelam Desa Bedono Demak
Sejak awal tahun 2000, Dusun Rejosari Senik di pesisir utara Pulau Jawa mulai mengalami fenomena rob, yakni banjir air laut yang terjadi akibat naiknya permukaan laut dan abrasi yang menggerus daratan. Ancaman abrasi ini makin mengkhawatirkan, memaksa warga setempat untuk mempertimbangkan masa depan mereka di wilayah tersebut.
Baca juga artikel lainnya : 3 Program CSR Dukung Kelestarian Laut
Kondisi lingkungan yang kian memburuk membuat masyarakat perlahan-lahan meninggalkan kampung halaman yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun. Pada tahun 2006, proses perpindahan warga secara bertahap dimulai, demi mencari tempat tinggal yang lebih aman dan layak huni.
Hingga akhirnya pada tahun 2010, seluruh penduduk Dusun Senik telah meninggalkan desa mereka. Namun, di tengah kampung yang kini tak berpenghuni, Mak Jah, memilih untuk tetap tinggal menjadi satu-satunya saksi dari perubahan dramatis yang melanda desanya akibat dampak perubahan iklim.
“Hidup sendiri di sini sudah dari tahun 2010, lha kalau tak tinggal pergi lalu enggak ada yang ngerawat yang nyulami mangrove,” Tutur Mak Jah.
Dari 200 kepala keluarga yang dulunya menghuni Dusun Rejosari Senik, kini hanya Mak Jah dan keluarganya yang masih bertahan di tengah ancaman abrasi yang terus menggerus pesisir. Keputusan Mak Jah untuk tetap tinggal bukan tanpa alasan.
Sejak abrasi mulai merusak desanya, ia berinisiatif menanam mangrove dengan harapan dapat memulihkan ekosistem pesisir yang kian kritis. Upayanya ini juga bertujuan untuk menahan laju abrasi yang makin mengancam daratan.
Perubahan Iklim Memengaruhi Nelayan Pulau Pari
Pulau Pari merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu, terletak di antara barisan pulau-pulau kecil yang membentang dari selatan hingga utara di perairan Jakarta. Kepulauan ini masuk dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang menjadi salah satu bagian penting dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Edi Mulyono, satu di antara sekian banyak petani dan nelayan yang ada di Pulau Pari menyaksikan bagaimana perubahan iklim memengaruhi lingkungan tempatnya tinggal.
Di kawasan pesisir, terutama di Pulau Pari, Edi merasakan dampak nyata dari perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Dulu, Pulau Pari jarang sekali dilanda banjir rob, tetapi kini kondisinya telah berubah drastis.
“Sebenarnya banjir rob dari tahun 2000-an sudah mulai, tetapi tidak separah di tahun 2018 sampai saat ini. Kalau dulu ya biasa tetapi sedikit, cuma 2018 itu sampai masuk ke dalam pemukiman masyarakat dan rumah warga. Sumur-sumur yang digunakan warga untuk sumber air bersih tidak bisa lagi digunakan untuk minum dan kebutuhan hari lainnya karena mulai tercampur dengan air laut,” ungkap Edi.
Perubahan iklim juga turut memengaruhi pekerjaan para nelayan tangkap di sekitaran Pulau Pari. Sulit bagi nelayan untuk memperkirakan cuaca.
“Semenjak tahun 2000-an agak sulit, bahkan nelayan kawakan saja yang sepuh banyak yang bilang kalau cuaca sekarang susah diprediksi, mungkin faktor itu ya (perubahan iklim) yang memengaruhi menurunnya pencarian ikan, selain karena kontaminasi laut akibat sungai-sungai dari Kota Jakarta,” Sambung Edi.
Tambakrejo atau Tambak Lorok, Kuburan Tenggelam dan Rumah yang Mesti Ditinggikan
Hanya 10-15 menit dari pusat Kota Semarang, pesisir Tambakrejo di Kelurahan Tanjung Mas menunjukkan dampak abrasi yang parah. Pada, 1980-an, jarak antara pemukiman dan pantai masih 1,5 kiilometer, tetapi sejak 2000-an, abrasi mulai menenggelamkan daratan. Kini warga menyebutnya Tambak Lorok, dari kata “nglorok”, yang berarti merosot dalam Bahasa Jawa, sebagai gambaran tanah yang hilang akibat terjangan air laut.
Abrasi meninggalkan jejak nyata di pesisir Tambakrejo. Di sini, bekas pom bensin yang tenggelam dan tiang-tiang listrik di tengah laut menjadi saksi bagaimana alam mengubah segalanya. Tak hanya jalan yang hilang, makam umum juga ikut tenggelam, memaksa warga yang mampu memindahkannya ke lokasi lebih aman.
Sementara itu, rumah-rumah warga di pesisir terus ditinggikan agar terhindar dari banjir rob, beberapa hingga tiga atau empat kali. Bagi yang belum mampu, mereka terpaksa tinggal di rumah yang atapnya makin rendah akibat abrasi.
Similar Article
Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan
Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan…
YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025
Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan…
Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian
Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin…
Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah
Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin…
Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan?
Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas…
Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment
As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward…