Dampak dari Kepergian Amerika Serikat dari Paris Agreement, Apa yang Bisa Terjadi?
Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menarik Amerika Serikat dari Paris Agreement. Sebagaimana kita ketahui, Amerika Serikat belum lama ini resmi mengesahkan Donald J. Trump sebagai presiden baru AS yang menandai dimulainya kepemimpinan Trump atas negara tersebut selama empat tahun mendatang. Baru sebentar menjabat, Presiden Amerika Serikat ke-47 Donald Trump telah banyak memberikan kejutan dari berbagai keputusan yang dilakukannya. Salah satunya adalah keputusannya atas AS untuk ‘pergi’ dari Perjanjian Paris atau Paris Agreement. Baca juga artikel lainnya : Ditinggalkan Amerika Serikat, Apa Itu Perjanjian Paris? Paris Agreement merupakan kesepakatan internasional yang diadopsi pada tahun 2015 untuk mengatasi perubahan iklim. Tujuan utamanya ialah menahan laju kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri dan membatasi kenaikannya hingga 1,5 derajat Celcius. Sejauh ini, hanya ada tiga negara di dunia yang tidak termasuk ke dalam Perjanjian Paris, di antaranya Iran, Libya, dan Yaman. Keluarnya AS dari Paris Agreement menjadikannya negara keempat yang bergabung ke dalam pihak di luar perjanjian iklim global ini. Alasan Dibalik Keluarnya AS dari Paris Agreement Keputusan Donald Trump untuk menarik negaranya dari perjanjian ini nampaknya bukanlah sebuah langkah tiba-tiba. Dilansir dari Tempo, tujuan dari langkah ini adalah bagian dari upaya Trump untuk mewujudkan slogan “Make America Affordable and Energy Dominant Again”. Bagian dari kebijakan energi yang diusung oleh pemerintahan Donald Trump di masa jabatan sekarang. Dua Kali Tinggalkan Paris Agreement Faktanya, kepergian AS dari Paris Agreement kali ini merupakan kali keduanya setelah sempat dilakukan pada tahun 2020 lalu. Pada saat itu, Presiden Donald Trump yang menempati masa jabatan pertamanya pada tahun 2017, mengumumkan penarikan diri AS dari perjanjian tersebut, tidak lama setelah ia resmi dilantik. Pengumuman itu dilakukan tepatnya pada bulan Juni 2017. Akan tetapi, proses keluarnya AS dari Paris Agreement tidaklah mudah. Berdasarkan aturan dari PBB, keputusan Trump itu baru bisa resmi dilaksanakan pada bulan November 2020. Penundaan keluarnya AS dari perjanjian ini memakan waktu yang cukup lama sebab rumitnya aturan terkait antisipasi gejolak politik akibat perubahan kepemimpinan. Dilansir dari BBC, Trump menganggap Perjanjian Paris tidak adil dan berat sebelah, upaya yang kontradiksi dengan misinya tentang mewujudkan ‘America First’. Dampak Penarikan Diri AS dari Paris Agreement Langkah AS untuk menarik diri dari Perjanjian Paris tentu menimbulkan respon yang signifikan dan tidak bisa dianggap sepele. Ketika AS menarik diri dari Perjanjian Paris pada tahun 2020, muncuk dampak yang terasa di berbagai aspek, baik secara global maupun domestik. 1. Dampak Global 1. Bentuk Kemunduran dalam Upaya Global Melawan Perubahan Iklim Sebagai salah satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia, mundur AS dari perjanjian ini menimbulkan kekhawatiran bahwa target menekan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius akan semakin sulit tercapai. 2. Dampak pada Diplomasi Iklim Internasional AS berpotensi kehilangan pengaruhnya dalam diskusi kebijakan iklim global, mengingat negara ini adalah salah satu yang punya pengaruh besar secara global. 3. Mengurangi Komitmen Negara Lain Mundurnya AS juga memungkinkan negara lain kehilangan motivasi untuk memenuhi target mereka. Beberapa negara berkembang atau produsen bahan bakar fosil bisa menggunakan kondisi ini sebagai alasan untuk tidak memperkuat aksi iklim mereka. 2. Dampak Domestik 1. Kemunduran Kebijakan Iklim Nasional Banyak regulasi lingkungan di AS menjadi lebih longgar, seperti aturan tentang emisi kendaraan dan pembangkit listrik tenaga batu bara. Ini juga berdampak pada investasi dalam energi terbarukan yang berpotensi kekurangan dukungan kebijakan federal. 2. Dampak Ekonomi dan Inovasi Sektor energi terbarukan di AS sempat mengalami ketidakpastian, padahal energi bersih menjadi sektor dengan pertumbuhan tinggi. Investor dan perusahaan multinasional tetap mempertahankan komitmen mereka terhadap keberlanjutan meskipun kebijakan pemerintah tidak mendukung. Mundurnya AS untuk kedua kalinya saat ini tentunya dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak yang sama atau lebih besar dibandingkan yang pernah terjadi. Memperlambat momentum global dalam menangani perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon. Meski begitu, industri Anda tetap bisa mulai menerapkan konsep sustainability manajemen dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi dengan cara sendiri. Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku. Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang! Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. Similar Article How Indonesian Businesses Are Aligning with SDGs for a Sustainable Future Maintaining sustainable economic growth while minimizing the environmental impact has become a critical challenge for Indonesia. As one of the world’s fastest-growing economies and a nation rich in natural resources, the balance of economy and environmental stability is a big concern. Looking towards global movement, Indonesia is following the Sustainable Development Goals (SDGs) by the United Nation as the roadmap for balancing economic progress with environmental stewardship. Nowadays, businesses in Indonesia are increasingly aligning their strategies with SDGs to foster long-term sustainability, with a focus on green growth as an economic model that promotes environmental responsibility while ensuring profitability. Businesses… Blue Economy in Indonesia: Business Innovations for SDG 14 (Life Below Water) As the world’s largest archipelagic nation, Indonesia is home to more than 17,000 islands and an exclusive economic zone (EEZ) spanning 6.4 million square kilometers. The ocean plays a crucial role in the country’s economy, supporting fisheries, tourism, and maritime trade. However, currently the health of Indonesia’s marine ecosystems is under threat due to overfishing, plastic pollution, and climate change. In this situation, the Blue Economy emerges. The term “Blue Economy” refers to an economic approach that promotes the sustainable use of ocean resources. It has gained momentum in Indonesia as businesses align with Sustainable Development Goal 14 (Life Below… E-commerce Initiative Towards Sustainable Environment In today’s business, e-commerce plays a significant role in driving sales, expanding market reach, and enhancing customer convenience by providing seamless online shopping experiences across various digital platforms. However, the rapid expansion of e-commerce has also raised significant environmental concerns. It includes carbon emissions from logistics, excessive packaging waste, and …
Read more “Dampak dari Kepergian Amerika Serikat dari Paris Agreement, Apa yang Bisa Terjadi?”