Memahami Dampak Jejak Karbon Tersembunyi di Balik Jejak Air

Dalam upaya menerapkan strategi keberlanjutan, jejak karbon dan jejak air (water footprint) merupakan dua metrik penting untuk mengukur dampak ekologis. Keduanya terhubung erat dengan besarnya dampak jejak karbon dari siklus hidup air, dari sumber hingga pembuangan. 

Memahami keduanya sangat penting untuk meninjau bagaimana pengelolaan serta penggunaan air mempengaruhi emisi gas rumah kaca.

Baca juga artikel lainnya : Menekan Dampak Jejak Karbon: Panduan bagi Perusahaan di Indonesia

Jejak Karbon dan Jejak Air: Dua Sisi yang Berkesinambungan

Jejak karbon mengukur total emisi gas rumah kaca (GRK) hasil aktivitas individu, organisasi, atau produk dan umumnya dalam bentuk ekuivalen karbon dioksida.  Cakupannya meliputi emisi dari konsumsi energi, transportasi, dan berbagai proses produksi. 

Di sisi lain, jejak air menawarkan pandangan komprehensif tentang seberapa banyak air tawar yang “diambil” oleh aktivitas manusia, termasuk jumlah air yang dikonsumsi dan/atau dicemari dalam setiap proses pembuatan barang dan jasa. 

Pengukuran jejak air sangat spesifik, mulai dari air yang dibutuhkan untuk menanam beras hingga jejak air keseluruhan sebuah perusahaan atau negara. Dampaknya pengukuran signifikan, terutama jika air berasal dari wilayah yang mengalami krisis air. 

Jejak air memiliki tiga komponen penting yang memberikan gambaran lengkap tentang penggunaan air yaitu:

  • jejak air hijau: air hujan yang diserap tanah dan digunakan oleh tanaman, umumnya untuk produk pertanian dan kehutanan.
  • jejak air biru: air dari sumber permukaan atau tanah yang dikonsumsi dalam irigasi, industri, atau penggunaan domestik.
  • jejak air abu-abu: volume air tawar yang dibutuhkan untuk mengencerkan polutan hingga memenuhi standar kualitas air.

Perbedaan utama jejak karbon dan jejak air terletak pada dampaknya: jejak karbon berkontribusi pada pemanasan global, sementara jejak air mempengaruhi ketersediaan sumber daya air di tingkat lokal dan global. Untuk mengoptimalkan penerapan dan pencapaian upaya keberlanjutan, keduanya harus ditangani.

Pemahaman mendalam tentang jejak air, termasuk penggunaan langsung maupun tidak langsung di sepanjang rantai pasok global, menunjukkan bagaimana konsumsi dan polusi air saling terkait dan berkaitan dengan dampak ekologis yang lebih besar.

Profesor Arjen Y. Hoekstra, penggagas konsep jejak air, bahkan menyoroti bagaimana eratnya kaitan masalah air dengan struktur ekonomi global. Banyak negara tanpa sadar “mengimpor” jejak air dengan mengonsumsi produk padat air dari wilayah lain. 

Dampak Jejak Karbon dari Pengelolaan Air 

Penyediaan dan pengelolaan air bersih, mulai dari pemompaan, pengolahan, distribusi, hingga penanganan limbah, adalah proses yang sangat intensif energi dan menghasilkan emisi karbon besar dan berdampak pada lingkungan.  

Studi kasus Wint AI menerangkan bahwa sekitar 13% dari seluruh listrik di Amerika Serikat dialokasikan untuk pengiriman dan pengolahan air bersih. Setiap meter kubik air yang dikonsumsi rata-rata menghasilkan antara 10.5 hingga 10.6 kilogram emisi karbon.

Emisi gas rumah kaca dari sektor air dikelompokkan menjadi 3 kategori berikut. 

1. Emisi Langsung (Scope 1)

Berasal dari aktivitas di lokasi seperti pengolahan air limbah (menghasilkan metana dan dinitrogen oksida).

2. Emisi Tidak Langsung dari Energi (Scope 2)

Hasil konsumsi listrik oleh fasilitas air dengan energi dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menggerakkan mesin pengolahan dan memindahkan air ke seluruh jaringan.

3. Emisi Tidak Langsung Lainnya (Scope 3)

Meliputi emisi dari energi yang digunakan rumah tangga dan bisnis untuk memanaskan atau mendinginkan air, terutama jika energi bersumber dari bahan bakar fosil. 

Polusi Air sebagai Pemicu Emisi Gas Rumah Kaca 

Selain konsumsi energi dalam siklus air, polusi air juga secara langsung memicu emisi gas rumah kaca, terutama metana dan CO2. Proses ini terjadi di perairan daratan dan estuari ketika akumulasi sedimen, nutrisi, dan bakteri menciptakan kondisi pelepasan GRK. 

Saat air mengendap di dasar danau atau estuari, lingkungan menjadi miskin oksigen. Di sinilah bahan organik diurai oleh bakteri, menghasilkan metana (GRK yang 25x lebih kuat daripada CO2 saat dilepaskan ke atmosfer).

Akar pemicu emisi ini biasanya bermula dari penggunaan lahan, praktik pertanian, pembangunan perkotaan, dan proyek waduk. Lingkungan terbangun, seperti permukaan beraspal dan infrastruktur air yang tidak memadai, memperparah erosi serta limpasan air, menumpuk sedimen hingga mempercepat pelepasan metana dan CO2.

Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa polusi sumber daya air berpotensi menjadi kontributor utama masalah iklim kita selain masalah emisi bahan bakar fosil. 

Kerugian Ganda bagi Planet dari Pemborosan Air

Pemborosan air juga merupakan pendorong signifikan dampak jejak karbon bagi lingkungan. Diperkirakan 25% air yang masuk ke bangunan dan fasilitas terbuang sia-sia akibat kebocoran, teknologi usang, atau kesalahan manusia dan meningkatkan kebutuhan energi yang terkait dengan air sehingga memperbesar emisi gas rumah kaca. 

Tantangan Jejak Air Tidak Boleh Diabaikan

Dampak ekologis dari jejak air adalah tantangan lingkungan yang multidimensional dan saling terkait, dan tidak bisa lagi diabaikan. Setiap aspek turut menyumbang pada krisis iklim global. Individu dan dunia bisnis patut menyadari potensi besar dalam mengelola air secara efisien demi membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. 

Siap untuk mengurangi jejak karbon Anda? Jelajahi solusi ESG digital inovatif melalui FREE DEMO dari Satuplatform untuk efisiensi terukur dan sustainability yang nyata.

 

Similar Article