Emisi GRK dalam Kegiatan Pertanian

Sektor pertanian merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian suatu negara. Meski begitu, sektor pertanian juga menjadi salah satu kontributor yang ikut menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) bagi bumi. Baca Juga: Jejak Karbon di Industri Pangan

Telah sejak lama, sektor pertanian mengalami perkembangan pesat di mana hadir pertanian modern yang menggabungkan antara prinsip agronomi modern, pemuliaan tanaman, agrochemicals, dan perkembangan teknologi. Sayangnya, perkembangan ini belum sejalan dengan upaya perlindungan terhadap lingkungan.

Dikutip dari Low Carbon Development Indonesia, terdapat beberapa isu lingkungan ekologi yang dihadapi sektor pertanian.

    1. Degradasi lingkungan karena penggunaan bahan kimia yang masif,
    2. Hilangnya biodiversitas karena budidaya pertanian monokultur,
    3. Deforestasi karena pembukaan lahan pertanian pada lahan hutan dan gambut, dan
    4. Desertification karena penggunaan lahan yang tidak direstorasi kembali.

Isu-isu ini ikut memperparah kondisi pemanasan global yang saat ini semakin sering diperbincangkan. Baca Juga: Bursa Karbon Indonesia: Peluang dan Tantangan dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Oleh karena itu, sektor pertanian didorong untuk dapat mengurangi emisi GRK dengan melibatkan praktik-praktik berkelanjutan, inovasi teknologi, dan menerapkan pengelolaan pertanian yang efisien untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.

Emisi GRK Emisi GRK

Sumber Emisi GRK Sektor Pertanian

Emisi Metana

Hewan ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing menghasilkan gas metana (CH4) selama proses pencernaan mereka. Metana ini kemudian dilepaskan ke atmosfer melalui eructation (pengeluaran gas dari lambung) dan pernapasan.

Produksi dan Penggunaan Pupuk

Pemakaian pupuk kimia, terutama pupuk nitrogen, dapat menyebabkan pelepasan gas nitrous oksida (N2O), yang merupakan gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global yang tinggi.

Pertanian Rawa Padi

Pertanian padi di sawah dapat menghasilkan emisi metana karena anaerobiosis (ketiadaan oksigen) di dalam tanah yang tergenang air.

Perubahan Penggunaan Lahan

Penggundulan hutan untuk menciptakan lahan pertanian baru dapat menyebabkan pelepasa karbon dioksida (CO2) yang tersimpan dalam biomassa pohon.

Produksi dan Penggunaan Energi

Penggunaan energi dalam kegiatan pertanian, seperti traktor, penggilingan padi, dan irigasi dapat menghasilkan emisi CO2 jika energi berasal dari bahan bakar fosil.

Pengelolaan Limbah Tanaman

Dekomposisi sisa-sisa tanaman setelah panen dapat menghasilkan emisi N2O dan C2O.

Upaya Menurunkan Emisi GRK dari Sektor Pertanian

Sektor pertanian di Indonesia sendiri tercatat berkontribusi atas 13% emisi gas rumah kaca dari total keseluruhan emisi gas rumah kaca yang ada. 

Untuk mewujudkan komitmen dalam upaya mengurangi jejak karbon, Pemerintah Indonesia meluncurkan Platform Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development) yang bertujuan salah satunya untuk mengurangi penggunaan sumber daya alam dan mewujudkan sektor pertanian yang berkelanjutan. 

Sementara itu, masyarakat dan organisasi bisa turut serta menjalankan praktik pertanian yang lebih berorientasi terhadap lingkungan. Termasuk di antaranya seperti penggunaan pupuk hijau, teknologi pengelolaan limbah yang lebih baik, pertanian konservasi, dan pengelolaan air yang efisien. Pengembangan varietas tanaman yang tahan terhadap kondisi iklim yang berubah juga dapat membantu mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim di sektor pertanian.

Melakukan pencatatan emisi GRK dalam sektor pertanian merupakan langkah penting untuk memahami dan mengelola dampak lingkungan dari kegiatan pertanian. Memungkinkan para pelaku pertanian untuk mengembangkan strategi pengurangan emisi dan berkontribusi pada keberlanjutan sektor pertanian secara keseluruhan. 

Manfaatkan platform all-in-one dari Satuplatform yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Dapatkan FREE DEMO sekarang!

Similar Article