Sertifikasi Industri Hijau (SIH), Pilar Transformasi Bisnis Berkelanjutan di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission 2060 melalui transformasi ekonomi hijau. Tiga krisis planet, kerentanan pasokan bahan baku dan air akibat perubahan iklim, hingga kebijakan perlindungan karbon dari pasar global mendorong pengembangan kebijakan ini.  Kondisi ini juga memicu gangguan stabilitas produksi industri, meningkatkan permintaan pasar akan produk hijau dan kebutuhan terhadap bisnis berkelanjutan. Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Indonesia memberikan dukungan strategis berupa Sertifikasi Industri Hijau (SIH), sebuah panduan standarisasi yang esensial bagi bisnis untuk bertahan dan mengembangkan daya saing di masa mendatang.

Baca Juga: Sustainable Business dan 5 Pelatihan Online 

Standar dan Proses Sertifikasi Industri Hijau (SIH) untuk Bisnis Berkelanjutan di Indonesia

Semenjak tahun 2017, Kementrian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia telah menetapkan Standar Industri Hijau bagi perusahaan untuk mencapai status Industri Hijau. 

Standar ini menjadi pedoman komprehensif yang mencakup ketentuan pada bahan baku, bahan penyokong, energi, proses produksi, produk, manajemen perusahaan, pengelolaan limbah hingga emisi GRK. 

Kepemilikan sertifikasi Industri Hijau tengah diwajibkan secara selektif terhadap jenis sektor industri berikut ini.

1. Semen portland,

2. Ubin dan keramik, 

3. Baja lembaran lapis,

4. Pulp dan kertas,

5. Pupuk buatan tunggal hara makro primer,

6. Pengasapan karet,

7. Karet remah,

8. Tekstil pencelupan, pencapan, penyempuranaan,

9. Tekstil pencetakan kain,

10. Batik, 

11. Industri elektronik,

12. Industri kendaraan listrik (EV),

13. Pembangkit listrik tenaga uap,

14. Susu bubuk,

15. Pengolahan susu bubuk,

16. Gula kristal putih, 

17. Air mineral. 

Kriteria Kunci SIH

Mengutip dari IESR, perusahaan yang ingin bersertifikasi harus memenuhi sejumlah persyaratan kunci, baik dalam aspek manajemen maupun persyaratan teknis. 

Kriteria Manajemen SIH

  1. Memiliki kebijakan dan organisasi Industri Hijau yang jelas, 
  2. Memiliki dan menetapkan perencanaan strategis dengan tujuan terukur,
  3. Pelaksanaan dan pemantauan program yang konsisten, 
  4. Meninjau manajemen berkala, 
  5. Mempunyai dan menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan, serta 
  6. Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan termasuk peningkatan kompetensi. 

Persyaratan Teknis

  1. Penggunaan bahan baku dan bahan penolong terbarukan, 
  2. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan, 
  3. Penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam penggunaan air, 
  4. Optimalisasi kinerja proses produksi (OEE), 
  5. Pemenuhan standar mutu dan kemasan produk, 
  6. Penggunaan teknologi efektif untuk pengelolaan limbah, dan 
  7. Upaya signifikan dalam penurunan emisi GRK.

Tahapan dan Proses SIH

1

Proses memperoleh SIH wajib mengikuti tahapan yang diatur pemerintah.

1. Perusahaan mengajukan permohonan sertifikasi (formulir dan dokumen pra-syarat) kepada lembaga terakreditasi yang pemerintah tunjuk. 

2. Lembaga sertifikasi akan memeriksa dokumen permohonan. Proses ini diikuti dengan tahap administrasi ( penerbitan invoice, dan perjanjian kerjasama sertifikasi dengan pihak pemohon, dan penunjukkan auditor). 

3. Auditor akan melakukan audit dan penilaian menyeluruh (kecukupan dan kesesuaian) terhadap seluruh kriteria.

4. Selanjutnya, auditor menyusun laporan audit serta melakukan evaluasi hasil audit.

5. Penerbitan sertifikat jika standar terpenuhi.

Proses penerbitan SIH memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) 21 hari kerja. SIH berlaku selama empat tahun dengan audit pengawasan wajib setiap tahun. 

Mengapa Bisnis Membutuhkan Sertifikasi Industri Hijau (SIH) Sekarang?

Sertifikasi Industri Hijau (SIH) adalah respons strategis bagi entitas bisnis dalam menjawab tantangan pasar dan regulasi global secara sistematis. Langkah proaktif ini menawarkan keuntungan bagi entitas bisnis sekaligus dukungan capaian target nasional (net zero emission 2060).

Memenuhi Tuntutan dan Persyaratan Pasar Internasional 

Kebijakan perlindungan karbon dari negara-negara tujuan ekspor, seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dan EU Deforestation Regulation (EUDR), serta geliat bursa karbon dan pasar modal berkelanjutan mendesak transformasi bisnis berkelanjutan lebih cepat. 

Perusahaan yang memiliki SIH mampu memenuhi standar global yang makin ketat dan menghindari potensi sanksi akibat regulasi ESG dan sustainability di kemudian hari. 

Potensi Keuntungan Ekonomis

Penerapan industri hijau perlu mematuhi kriteria tertentu yang memfasilitasi perusahaan untuk menurunkan biaya operasional. Di samping itu, Pemerintah juga merencanakan insentif fiskal dan non-fiskal (potongan pajak, kemudahan perizinan) bagi entitas bisnis yang mendapatkan SIH.

Memperkuat Keunggulan Kompetitif untuk Akses Pasar yang Lebih Luas

SIH mencerminkan kontribusi perusahaan pada kelestarian lingkungan di mata pemangku kepentingan (konsumen, investor, mitra, regulator). Penggunaan Logo Industri Hijau pada produk dan media promosi juga menjadi bukti komitmen pada sustainability sehingga menambah nilai jual dan loyalitas.

Dukungan untuk Ketangguhan Lingkungan  

SIH mendorong kontribusi perusahaan pada penurunan GRK dan pelestarian lingkungan sesuai prinsip Industri Hijau. Kontribusi ini terwujud melalui efisiensi energi, pengelolaan limbah, pemantauan rantai pasok, dan penjaminan kesehatan pekerja dan selaras dengan kerangka ESG. 

Langkah Pasti Menuju Bisnis Berkelanjutan

Penerapan SIH  menawarkan pondasi kokoh menuju masa depan bisnis yang lebih tangguh, bertanggung jawab, dan relevan di pasar yang kian berorientasi pada strategi sustainability

Dengan kompleksitas standar dan prosesnya, memiliki mitra yang tepat adalah langkah yang krusial. Satuplatform hadir sebagai solusi pengelolaan keberlanjutan yang terpercaya. Segera mulai langkah menuju industri Hijau dengan FREE DEMO Satuplatform.

 

Similar Article