Fast Fashion dan Efeknya bagi Bumi

Fast Fashion dan Efeknya bagi Bumi

Istilah fast fashion belakangan semakin dikenal seiring dengan meningkatnya pilihan akan tren dan mode dalam berpakaian. Silih berganti tren fashion mendorong pada meningkatnya limbah pakaian yang sayangnya dapat berdampak buruk bagi bumi. Bahkan, limbah fashion akibat tren ini disebut-sebut menyumbang polusi yang tinggi. Oleh sebab itu, tren ini dianggap membahayakan sebab limbahnya yang belum dapat tertangani dengan baik. Baca Juga: Merek Fashion Berkelanjutan dari Seluruh Dunia Fast Fashion Apa Itu Fast Fashion? Industri mode cepat atau fast fashion merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan pakaian murah dan trendi yang diproduksi dan dipasarkan secara cepat dan massal untuk memaksimalkan tren saat ini. Menurut Earth, istilah ini pertama kali digunakan pada awal tahun 1990-an oleh New York Times untuk menggambarkan kegiatan produksi dan penjualan pakaian yang singkat. Produsen fast fashion terbesar di dunia meliputi Zara, UNIQLO, Forever 21, dan H&M. Tren ini umumnya menghadirkan pakaian atau mode yang sangat dibutuhkan oleh tren pada masa itu. Karena diproduksi secara massal, persediaannya pun banyak dengan koleksi yang beragam. Sayangnya, ketika tren berganti dan produk tidak lagi diminati, produk tersebut akan disingkirkan dan diganti dengan tren yang baru. Baca Juga: Tanda-Tanda Perusahaan Lakukan Greenwashing Dampak Fast Fashion Meskipun tren ini dianggap memiliki demand yang tinggi dan pakaian memang merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan, namun fast fashion memiliki dampak yang kurang baik bagi keberlanjutan lingkungan Menurut analisis UNECE PBB, industri fashion menyumbang sampai dengan 10% dari total emisi karbon global. Berasal dari beragam proses salah satunya proses produksi dan penanganan limbah pasca pakai. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan gabungan emisi dari sektor penerbangan dan pelayaran. Tren ini juga dikatakan mengonsumsi air dan energi dalam jumlah besar untuk memenuhi demand-nya. Dibutuhkan sekitar 700 galon air untuk memproduksi satu kemeja katun. Belum lagi dengan penggunaan serat alami seperti kapas yang jumlahnya tidak sedikit. Begitu tren berganti, pakaian-pakaian yang tidak lagi diminati kebanyakan belum dikelola dengan baik. Menyebabkan penumpukan limbah dan sampah pakaian yang tidak sedikit. BBC menjelaskan bahwa baru sekitar 12% saja sampah fashion yang berhasil didaur ulang secara global.  Mengurangi Dampak dari Fast Fashion Masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam berpakaian dengan memaksimalkan apa-apa saja yang ada dalam lemari mereka. Menerapkan capsule wardrobe dan membeli pakaian yang timeless dapat membantu individu mengoptimalkan masa pakai pakaian yang dimiliki. Dalam rangka mencegah dampak dari industri fashion, PBB mendorong setiap produsen di industri ini untuk dapat mulai menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam kegiatan produksi. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya mengerem produksi yang berlebihan, bijak terhadap penggunaan sumber daya alam, memanfaatkan material dan sumber daya terbarukan, dan menghindari pembuangan limbah yang tidak semestinya. Ditambah dengan memastikan kondisi kerja yang aman dan adil serta memperhatikan hak-hak bagi para pekerja. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam strategi bisnis, produsen fashion dapat memainkan peran penting dalam mengurangi dampak negatif fast fashion. Berkontribusi pada pembangunan industri fashion yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.  Your All-in-One Sustainability Platform Dalam upaya mengoptimalkan dan mengelola pencapaian ESG secara tepat, Satuplatform hadir membantu perusahaan mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Satuplatform sebagai platform all-in-one menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Melacak emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang! Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Fast Fashion dan Efeknya bagi Bumi Istilah fast fashion belakangan semakin dikenal seiring dengan meningkatnya pilihan akan tren dan mode dalam berpakaian. Silih berganti tren fashion mendorong pada meningkatnya limbah pakaian yang sayangnya dapat berdampak buruk bagi bumi. Bahkan, limbah fashion akibat tren fast fashion disebut-sebut menyumbang polusi yang tinggi. Oleh sebab itu, fast fashion dianggap membahayakan sebab limbahnya yang belum dapat tertangani dengan baik. Apa Itu Fast Fashion? Industri mode cepat atau fast fashion merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan pakaian murah dan trendi yang diproduksi dan dipasarkan secara cepat dan massal untuk memaksimalkan tren saat ini. Menurut Earth, istilah fast fashion pertama kali digunakan… 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Baca Juga: Deforestasi: Apa itu, Penyebab, Dampak, dan Pencegahan Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang… 3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Baca Juga: 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Teknologi Iklim Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. Baca Juga: 3 Mitos dan Fakta terkait Perubahan Iklim 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan karbon di Asia kini telah banyak dilakukan oleh negara-negara yang mewakili lebih dari… 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Iklim di bumi pada dasarnya telah mengalami perubahan berkali-kali sejak waktu yang lama. Terjadi dalam kurun waktu ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Baca Juga: Sejauh Mana Upaya Indonesia Melawan Krisis Perubahan Iklim? Akan tetapi, ilmuwan meyakini bahwa laju perubahan iklim semakin terus mengalami percepatan dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu global mempercepat peningkatan permukaan laut, penyusutan es abadi dan gletser, juga salah satunya meningkatkan …

Perjalanan Fenomena Global Warming

5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023

Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Baca Juga: Deforestasi: Apa itu, Penyebab, Dampak, dan Pencegahan Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang begitu luas, perlu merasa khawatir dan waspada akan dampak yang bisa terjadi dengan adanya deforestasi. Baca Juga: 5 Big Threats of Deforestation Berikut ini adalah 5 provinsi yang mengalami deforestasi terparah di Indonesia berdasarkan Data Deforestasi Indonesia 2023. 1. Deforestasi Kalimantan Barat: 35.162 ha Auriga Nusantara mendapati bahwa Kalimantan Barat menjadi provinsi di Indonesia yang mengalami deforestasi terparah pada tahun 2023, yakni seluas 35.162 ha.  Jika melihat hasil analisis dari Global Forest Watch, sepanjang tahun 2002-2020 hutan primer di Kalimantan Barat sudah hilang sekitar 1,25 juta hektar. Setara dengan 36 persen dari total 14,9 juta ha tutupan pohon yang ada sejak tahun 2000-an lalu.. Deforestasi di Kalimantan Barat disebut disumbangkan paling banyak dari alih fungsi hutan untuk perkebunan sawit. Ada sekitar 1,89 juta ha kebun sawit yang berdiri saat ini di Kalimantan Barat.  Besarnya kehilangan tutupan hutan tersebut dapat menjadi peringatan bagi seluruh pihak untuk lebih berhati-hati dalam mengelola hutan dan menjaga apa yang tersisa. 2. Deforestasi Kalimantan Tengah: 30.433 ha Kalimantan Tengah menjadi provinsi berikutnya yang mengalami deforestasi terparah se-Indonesia per tahun 2023, yakni 30.433 ha. Sebagai salah satu daerah dengan penghasil hutan terbesar di Indonesia, Kalimantan Tengah telah kehilangan tutupan hutan mencapai 1,9 juta ha selama tahun 2000-2019, sebagaimana analisis yang dilakukan oleh organisasi lingkungan Save Our Borneo (SOB) Akibat dari deforestasi besar-besaran ini, hutan alam di Kalimantan Tengah terancam kehilangan fungsinya, salah satunya untuk mencegah erosi tanah dan banjir. Hal ini diyakini menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir parah yang melanda Kalimantan Tengah pada Januari lalu, dikarenakan hutan gagal mengatasi efek dari tingginya intensitas hujan yang terjadi. Tutupan lahan hutan di Kalimantan Tengah dapat terjadi karena berbagai faktor. Faktor terbesar yang menyebabkan hal ini ialah karena perubahan terhadap lingkungan, seperti alih fungsi hutan untuk perkebunan sawit, aktivitas tambang, dan pembangunan.  3. Deforestasi Kalimantan Timur: 28.633 ha Satu lagi daerah penghasil hutan terbesar di Indonesia yang mengalami deforestasi terparah adalah Kalimantan Timur, yakni seluas 28.633 ha. Aktivitas alih hutan menjadi perkebunan sawit diyakini kembali menjadi faktor utama dibalik deforestasi hutan yang parah. Ditambah lagi dengan adanya pembukaan hutan dari sektor batu bara, pembangunan, dan tujuan lainnya semakin mendukung percepatan laju deforestasi hutan. Hilangnya kawasan hutan ini selain dapat menyebabkan bencana iklim, juga dapat mengancam ekosistem makhluk hidup. Masyarakat pun dapat terdampak dan dilanda kerugian. 4. Deforestasi Sulawesi Tengah: 16.679 ha Maraknya pembalakan dan penambangan liar serta perubahan terhadap lingkungan disebut-sebut menjadi faktor utama dari terjadi deforestasi hutan di Sulawesi Tengah. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 306 Tahun 2018 tentang Penetapan Lahan Kritis Nasional, kawasan hutan di Sulawesi Tengah yang hilang akibat deforestasi telah mencapai 264.874 ha. 5. Kalimantan Selatan: 16.067 ha Kalimantan Selatan mengalami deforestasi hutan sepanjang tahun 2023 yakni seluas 16.067 ha. Berdasarkan analisis dari Tempo, deforestasi di Kalimantan Selatan telah mencapai 160 ribu ha sejak tahun 2001-2019. Hal itu disebabkan oleh aktivitas pertambangan dan belum termasuk hilangnya tutupan hutan akibat alih fungsi dan aktivitas lainnya. Akibat dari tingginya tingkat deforestasi, Kalimantan Selatan pun disebut mulai banyak mengalami bencana alam seperti banjir parah, suhu ekstrem, dan lainnya, setelah kurang lebih 50 tahun bencana ekstrem tidak terjadi. Deforestasi memiliki dampak serius pada lingkungan. Hutan-hutan menyediakan habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna, serta berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu, hutan-hutan juga berfungsi sebagai penyerap karbon alami. Saat hutan ditebang atau terbakar, karbon yang disimpan dalam pohon dilepaskan ke atmosfer sebagai karbon dioksida (CO2), yang merupakan gas rumah kaca utama yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk itu, diperlukan pemahaman dan kesadaran atas dampak dan implikasi dari deforestasi. Bekerja sama menjaga hutan-hutan dunia sebagai aset berharga bagi keseimbangan ekosistem, iklim global, dan kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya. Your All-in-One Sustainability Platform Satuplatform hadir untuk mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku. Satuplatform adalah platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang! Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. Similar Article 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Baca Juga: Deforestasi: Apa itu, Penyebab, Dampak, dan Pencegahan Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang… 3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Baca Juga: 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Teknologi Iklim Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. Baca Juga: 3 Mitos dan Fakta terkait Perubahan Iklim 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan karbon di Asia kini telah banyak …

3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia

3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia

Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Baca Juga: 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Teknologi Iklim Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. Baca Juga: 3 Mitos dan Fakta terkait Perubahan Iklim 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan karbon di Asia kini telah banyak dilakukan oleh negara-negara yang mewakili lebih dari tiga perempat perekonomian kawasan.  Perdagangan karbon menghadirkan sistem jual beli kredit karbon bagi industri atau entitas lainnya dan memungkinkan terjadinya penyeimbangan karbon. Perusahaan dapat memanfaatkan pasar karbon untuk kompensasi emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan dengan membeli kredit karbon dari entitas yang kelebihan.  Dalam perjuangan melawan perubahan iklim, pasar karbon bermanfaat bahkan bagi perusahaan dan organisasi karena memungkinkan mereka mengurangi jejak karbon sekaligus meningkatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati melalui proyek pengurangan emisi. Hadir banyak perusahaan di Asia yang berfokus pada pengelolaan karbon, termasuk platform penyediaan pasar karbon hingga yang menyediakan pengukuran emisi karbon bagi entitas besar.  Salah satunya ialah startup teknologi iklim, Fairatmos, menjadi yang pertama di Asia Tenggara yang memperkenalkan platform teknologi karbon.  Bertujuan mendemokratisasi pasar karbon, startup ini membantu pengembang proyek verifikasi kredit karbon, mengembangkan proyek berbasis pengurangan karbon, dan berkontribusi dalam meningkatkan penghidupan masyarakat petani kecil melalui pendapatan tambahan dari kredit karbon. Anda tentu juga dapat berkontribusi dalam kegiatan pengelolaan karbon dengan melakukan pengukuran dan menciptakan solusi dari data karbon yang perusahaan Anda miliki. Dapatkan simulasi pengukurannya bersama platform all-in-one dari Satuplatform dan manfaatkan DEMO GRATIS di sini! 2. Energi Terbarukan Teknologi energi terbarukan dibutuhkan untuk membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menghasilkan energi bersih yang ramah lingkungan. Strategi dekarbonisasi dan transisi sumber energi yang lebih ramah lingkungan telah menjadi topik yang berkembang dan dibahas secara luas dalam beberapa tahun terakhir. Dan perkembangan proyek energi terbarukan di dunia, termasuk di Asia, dikatakan memiliki potensi yang semakin besar.  Dikutip dari Orrick, pada Februari 2023 saja, India telah memiliki hampir 175 GW kapasitas energi terbarukan. Begitu juga dengan Malaysia yang memiliki potensi hampir 337 GW untuk pembangkit listrik tenaga surya. Kemudian, perkembangan di sektor transportasi berkelanjutan juga semakin meningkat. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia dan Singapura, di mana minat akan electric vehicle atau kendaraan listrik semakin mendapat perhatian yang besar.  3. Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah menjadi salah satu aspek penting dalam diskusi perubahan iklim dan untuk memfasilitasi transisi energi ramah lingkungan.  Dilakukan dengan memanfaatkan kembali sampah guna memaksimalkan potensi material dan mengurangi jejak karbon yang dihasilkan. Selama bertahun-tahun, Asia telah dihadapkan pada masalah sampah yang serius seperti polusi sampah plastik serta sampah makanan. Akan tetapi, pemanfaatan kembali sampah umumnya masih belum banyak dilakukan. Namun, kini masyarakat dan pihak besar mulai menyadari akan pentingnya pengelolaan sampah bertanggung jawab. Sebagaimana dengan meningkatnya kehadiran penyedia layanan daur ulang sampah. Di banyak negara di Asia, hadir berbagai jenis perusahaan pengelolaan sampah yang berupaya mengubah persepsi masyarakat terkait sampah dari material sisa menjadi bahan berharga.  Perusahaan pengelolaan sampah memainkan peran penting dalam menjaga lingkungan yang bersih dan berkelanjutan. Mereka berkontribusi secara signifikan dalam upaya global untuk menjaga kebersihan lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mempromosikan ekonomi sirkular. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang begitu luas, perlu merasa khawatir dan waspada akan dampak… 3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.  Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan karbon di Asia kini telah banyak dilakukan oleh negara-negara yang mewakili lebih dari tiga perempat perekonomian kawasan.  Perdagangan karbon menghadirkan sistem jual beli kredit karbon bagi industri atau entitas lainnya dan… 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Iklim di bumi pada dasarnya telah mengalami perubahan berkali-kali sejak waktu yang lama. Terjadi dalam kurun waktu ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Baca Juga: Sejauh Mana Upaya Indonesia Melawan Krisis Perubahan Iklim? Akan tetapi, ilmuwan meyakini bahwa laju perubahan iklim semakin terus mengalami percepatan dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu global mempercepat peningkatan permukaan laut, penyusutan es abadi dan gletser, juga salah satunya meningkatkan potensi terjadinya cuaca esktrem.   Meningkatnya fenomena perubahan iklim memaksa masyarakat dan organisme bumi beradaptasi terhadap kondisi yang ada agar dapat bertahan dari kepunahan. Berinovasi dalam teknologi menjadi satu dari sekian upaya untuk mengatasi krisis iklim. Teknologi… Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Carbon capture and storage (CCS) merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap, mengangkut, dan menyimpan CO2 secara permanen di dalam tanah dari sumber-sumber besar seperti pembangkit listrik dan pabrik industri. Baca Juga: Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG) CCS menjadi inovasi yang penting dalam upaya mencegah penambahan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Karbon atau CO2 yang berhasil diangkut dan disimpan dengan aman di bawah tanah diyakini dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain yang lebih bermanfaat. Sesuai namanya, carbon capture and storage (CCS) membantu pengurangan emisi CO2 dengan menangkap dan menyimpannya di tempat lain. Namun, apakah teknologi CCS… Building A Greener Tomorrow …

3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim

3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim

Iklim di bumi pada dasarnya telah mengalami perubahan berkali-kali sejak waktu yang lama. Terjadi dalam kurun waktu ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Baca Juga: Sejauh Mana Upaya Indonesia Melawan Krisis Perubahan Iklim? Akan tetapi, ilmuwan meyakini bahwa laju perubahan iklim semakin terus mengalami percepatan dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu global mempercepat peningkatan permukaan laut, penyusutan es abadi dan gletser, juga salah satunya meningkatkan potensi terjadinya cuaca esktrem.   Meningkatnya fenomena perubahan iklim memaksa masyarakat dan organisme bumi beradaptasi terhadap kondisi yang ada agar dapat bertahan dari kepunahan. Berinovasi dalam teknologi menjadi satu dari sekian upaya untuk mengatasi krisis iklim. Teknologi diyakini memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.  Baca Juga: Upaya Uni Eropa Melawan Perubahan Iklim Berikut adalah beberapa teknologi yang diciptakan berbagai peneliti dan ilmuwan dunia dalam membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghadapi tantangan perubahan iklim: 1. Carbon Capture and Storage (CCS) Atasi Perubahan Iklim Meningkatnya suhu rata-rata bumi menjadi salah satu pengaruh utama terjadinya krisis iklim. Menurut para ilmuwan, utamanya disebabkan oleh produksi emisi gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer. Salah satu gas rumah kaca yang paling signifikan adalah karbon dioksida (CO2). Konsentrasinya saat ini telah meningkat hampir 50% sejak dimulainya revolusi industri. Teknologi CCS dapat membantu menangkap karbon dioksida dari sumber-sumber besar emisi seperti pembangkit listrik dan pabrik industri. Kemudian menyimpannya di bawah tanah atau menggunakan untuk tujuan yang berguna seperti injeksi CO2 dalam produksi minyak bumi. Karbon yang tersimpan di wilayah aman jauh di bawah tanah tidak lagi berkontribusi terhadap efek rumah kaca. Namun, penerapannya harus melalui assesment dan didukung fasilitas yang baik untuk mencegah kebocoran yang berdampak bagi lingkungan. 2. Teknologi Efisiensi Energi untuk Atasi Perubahan Iklim Berbagai aktivitas manusia sehari-hari umumnya masih sangat bergantung pada energi yang bersumber dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil pun, termasuk batu bara, minyak, dan gas, telah dan terus memainkan peran dominan dalam sistem energi global. Sayangnya, ketergantungan yang besar ini menciptakan dampak negatif, salah satunya yakni memperparah terjadinya perubahan iklim global. Untuk mencegah kondisi yang lebih buruk, dunia didorong untuk dapat segera mengurangi porsi penggunaan bahan bakar fosil dan mulai menerapkan efisiensi energi. Ditambah juga dengan mulai beralih ke sumber energi yang rendah karbon.  Teknologi efisiensi energi seperti bangunan yang hemat energi, sistem transportasi yang efisien, dan peralatan rumah tangga yang ramah lingkungan dapat membantu mengurangi konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, penerapan efisiensi energi sebesar 20% setara dengan menghemat energi listrik sebanyak 13,8 Terra Watt hour (TWh).  Dengan mengoptimalkan inovasi teknologi terkait efisiensi energi, dunia dapat bersama-sama mewujudkan dekarbonisasi dan mencapai target net zero emission. 3. Teknologi Energi Terbarukan Kurangi Perubahan Iklim Saat ini, harapan akan ketersediaan energi terbarukan berkembang pesat. Didorong oleh kemajuan teknologi dan kebutuhan mendesak untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Terdapat sejumlah teknologi berbeda yang digunakan untuk menghasilkan energi terbarukan. Mulai dari pengembangan dan penggunaan energi terbarukan seperti energi surya, angin, hydro, dan geotermal, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang menyebabkan emisi karbon. Namun, dibalik manfaatnya dalam mengatasi perubahan iklim, masih hadir persepsi terkait risikonya tinggi investasi di bidang renewable energy technology sehingga akses terhadap pendanaan menjadi sebuah permasalahan. Meskipun pendanaan tersedia, biayanya menjadi lebih tinggi. Kolaborasi antara teknologi, kebijakan, investasi berkelanjutan dalam riset dan pengembangan, serta partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, diharapkan dapat membantu mencapai tujuan mengatasi krisis iklim. Juga menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi planet kita. Anda juga dapat turut berpartisipasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim dengan mengukur dan melaporkan emisi gas rumah kaca (GHG) yang dihasilkan untuk mengidentifikasi area-area di mana emisi dapat dikurangi. Hal tersebut bisa dimulai dengan melakukan simulasi pengukuran emisi yang dihasilkan perusahaan Anda melalui platform all-in-one dari Satuplatform. Dapatkan DEMO GRATIS di sini! Similar Article 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang begitu luas, perlu merasa khawatir dan waspada akan dampak… 3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.  Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan karbon di Asia kini telah banyak dilakukan oleh negara-negara yang mewakili lebih dari tiga perempat perekonomian kawasan.  Perdagangan karbon menghadirkan sistem jual beli kredit karbon bagi industri atau entitas lainnya dan… 3 Teknologi Atasi Perubahan Iklim Iklim di bumi pada dasarnya telah mengalami perubahan berkali-kali sejak waktu yang lama. Terjadi dalam kurun waktu ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Baca Juga: Sejauh Mana Upaya Indonesia Melawan Krisis Perubahan Iklim? Akan tetapi, ilmuwan meyakini bahwa laju perubahan iklim semakin terus mengalami percepatan dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu global mempercepat peningkatan permukaan laut, penyusutan es abadi dan gletser, juga salah satunya meningkatkan potensi terjadinya cuaca esktrem.   Meningkatnya fenomena perubahan iklim memaksa masyarakat dan organisme bumi beradaptasi terhadap kondisi yang ada agar dapat bertahan dari kepunahan. Berinovasi dalam teknologi menjadi satu dari sekian upaya untuk mengatasi krisis iklim. Teknologi… Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Carbon capture and storage (CCS) merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap, mengangkut, dan menyimpan CO2 secara permanen di dalam tanah dari sumber-sumber besar seperti pembangkit listrik dan pabrik industri. Baca Juga: Carbon Pricing: An Approach …

Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon?

Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon?

Carbon capture and storage (CCS) merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap, mengangkut, dan menyimpan CO2 secara permanen di dalam tanah dari sumber-sumber besar seperti pembangkit listrik dan pabrik industri. Baca Juga: Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG) CCS menjadi inovasi yang penting dalam upaya mencegah penambahan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Karbon atau CO2 yang berhasil diangkut dan disimpan dengan aman di bawah tanah diyakini dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain yang lebih bermanfaat. Sesuai namanya, carbon capture and storage (CCS) membantu pengurangan emisi CO2 dengan menangkap dan menyimpannya di tempat lain. Namun, apakah teknologi CCS dapat menjadi solusi tepat dalam hal mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim? Baca Juga: Carbon Capture and Storage For Mitigating the Climate Change Dapatkah dunia bergantung pada inovasi ini? Mari simak penjelasannya! Manfaat Carbon Capture and Storage Menurut seorang peneliti senior di The Center on Clobal Energy Policy di Universitas Columbia, teknologi CCS disebut telah menangkap dan menyimpan lebih dari 30 juta ton CO2 secara global sampai saat ini. Terhitung sejak pertama kali diterapkan pada 1938.  Terciptanya teknologi ini tentu dibarengi dengan tujuan yang diharapkan dapat memberikan manfaat tertentu. Sepanjang perjalanannya, CCS telah memberikan keuntungan bagi lingkungan dan perusahaan, di antaranya: a. Mereduksi Emisi Berdasarkan data oleh Our World in Data, per tahun 2022 terdapat sekitar 37,15 miliar ton emisi CO2e tahunan yang dihasilkan dari bahan bakar fosil dan industri. Angka tersebut terus meningkat pesat terhitung sejak terjadinya Revolusi Industri. Teknologi CCS memiliki tujuan utama untuk membantu mengurangi jumlah CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dari sumber-sumber besar emisi, salah satunya adalah kegiatan industri. Dengan mereduksi emisi, diharapkan dapat membantu mengatasi dampak perubahan iklim.  b. Pemanfaatan Sumber Daya Lokasi penyimpanan CO2 yang digunakan biasanya juga dapat digunakan untuk menyimpan dan mengekstraksi minyak atau gas tambahan, menciptakan manfaat ekonomi tambahan. Melalui fasilitas CCS, perusahaan-perusahaan dapat memanfaatkan enhanced oil recovery, dimana CO2 yang disuntikkan langsung ke dalam cadangan minyak membantu memudahkan ekstraksi minyak. c. Memperpanjang Waktu Transisi Energi Dalam skenario pembangunan berkelanjutan dan transisi energi bersih, The International Energy Agency menyatakan bahwa CCS berperan menyumbang hampir 15 persen dari pengurangan emisi kumulatif.  CCS dapat menjadi solusi sementara untuk mengurangi emisi sambil industri dan masyarakat bertransisi ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.  Saat ini, terdapat lebih dari 43 fasilitas penangkapan dan penyimpanan karbon komersial berskala besar di seluruh dunia. Dengan terus berkembangnya CCS menuju perbaikan, pengurangan emisi diharapkan juga akan meningkat dalam tahun-tahun yang akan datang. Tantangan Penerapan Carbon Capture and Storage Meskipun penerapan CCS secara global diyakini dapat berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, namun terdapat beberapa tantangan yang ditemui untuk memaksimalkan potensinya. a. Biaya yang Tinggi Salah satu hambatan terbesar dalam penerapan teknologi CCS secara luas ialah biaya yang tinggi. Implementasi CCS membutuhkan investasi yang besar, terutama dalam infrastruktur penangkapan, transportasi, dan penyimpanan CO2.  Oleh karena penerapan CCS masih dalam tahap awal, keuntungan finansial dari proyek CCS lebih berisiko dibandingkan operasi normal. Akibatnya, investor mengenakan premi risiko yang lebih tinggi (jumlah minimum pengembalian yang diharapkan untuk menarik investasi), yang selanjutnya meningkatkan biaya investasi swasta. b. Kesiapan Infrastruktur Selain tingginya biaya teknologi penangkapan, kesiapan infrastruktur dalam hal pengangkutan dan penyimpanan CO2 juga perlu dipertanyakan.  Agar dapat membawa CO₂ yang terkondensasi dan bertekanan tinggi dengan aman, saluran pipa harus dirancang khusus. Hal ini untuk memastikan tidak ada risiko kebocoran atau munculnya dampak negatif pada lingkungan. c. Ketersediaan Regulasi Diperlukan kerangka regulasi yang kuat untuk mengatur dan mengawasi implementasi CCS, termasuk masalah izin dan tanggung jawab.  Di Eropa sendiri, pemerintah setempat menetapkan kerangka hukum untuk penyimpanan geologis CO2 yang aman bagi lingkungan. Perusahaan perlu memastikan bahwa transportasi dan penyimpanan CO2 dilakukan dengan metode yang tepat. Jika terjadi kebocoran, terdapat tunjangan yang perlu dibayarkan sebagai bagian dari tanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Lalu tepatkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) sepenuhnya menjadi solusi mengurangi emisi gas rumah kaca? Meskipun dapat mencegah produksi emisi CO2 lepas ke atmosfer, CCS tidak akan pernah menjadi solusi tanpa emisi. Sebab sumber-sumber penghasil emisi masih akan terus memproduksi emisinya. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa mengurangi emisi karbon secara menyeluruh memerlukan pendekatan holistik yang mencakup pengurangan emisi primer. Beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya seperti mengadopsi energi bersih dan menciptakan teknologi ramah lingkungan.  CCS masih tetap menjadi bagian penting dari portfolio solusi untuk mengatasi emisi karbon, utamanya bagi industri dan sektor yang sulit beralih ke sumber energi bersih secara langsung. Akan tetapi, perlu menjadi perhatian bahwa CCS tidak akan menghadirkan persepsi soal CCS memberikan izin bagi perusahaan dan pihak lainnya untuk memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil dan terus memproduksi emisi. Industri dan entitas penghasil emisi dapat berkontribusi dalam upaya memitigasi perubahan iklim dengan melakukan pengukuran emisi yang dihasilkan dan menciptakan solusi dari data-data tersebut. Miliki pencatatan dan pelacakan yang layak dan komprehensif dengan memanfaatkan platform all-in-one dari Satuplatform. Dapatkan DEMO GRATIS nya di sini! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Deforestasi menjadi satu dari sekian masalah terkait lingkungan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Sebab berdasarkan data terbaru, luas hutan alam di Indonesia terus mengalami penyusutan setiap tahunnya dan mengancam keberlangsungan ekosistem. Dikutip dari data perhitungan Deforestasi Indonesia 2023 oleh Auriga Nusantara, sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengalami kehilangan wilayah hutan seluas 257.384 ha.  Angka deforestasi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni tahun 2022, di mana ada sekitar 230.760 ha luas hutan alam Indonesia yang hilang. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia karena memiliki wilayah hutan yang begitu luas, perlu merasa khawatir dan waspada akan dampak… 3 Perkembangan Teknologi terkait Iklim di Asia Berbagai inovasi teknologi terus dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.  Teknologi memainkan peran penting dan membuka jalan bagi masa depan bumi yang berkelanjutan. Dunia bahkan terus berlomba-lomba dalam menciptakan solusi ramah lingkungan untuk mengatasi krisis iklim yang semakin melanda. Berdasarkan informasi dari Earth, berikut adalah tiga perkembangan teknologi terkait iklim di Asia. 1. Perdagangan Kredit Karbon Penerapan perdagangan …

Sejauh Mana Upaya Indonesia Melawan Krisis Perubahan Iklim?

Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission

In the midst of global warming and climate change, the effort of achieving Net Zero Emission has emerged as a response to the growing recognition of the urgent need to mitigate climate change. Net Zero Emission refers to the condition where the amount of greenhouse gases emitted into the atmosphere and the amount removed from it are balanced. This condition is essential for stabilising global temperatures and mitigating the impacts of climate change. Here, we will go through what are the pathways and commitment to build a greener tomorrow by dealing with emissions: Pathway to Achieve Net Zero Emission For the world to achieve net zero, be aligned with the Paris Agreement goals that limit emission no higher than 2 degrees celsius, here are some common strategies to contribute for the success of this movement:  A gradual transition to the use of renewable energy sources is an effective strategy to achieve net zero. This effort involved some collaborations across all sectors, including energy, transportation, industry, agriculture, buildings, and so on.  Increasing energy efficiency in buildings, appliances, and industrial processes can reduce energy consumption and associated emissions. This includes implementing energy-efficient building codes, retrofitting existing buildings, and promoting energy-efficient technologies and practices. Circular economy is a concept where products and materials are reused, repaired, remanufactured, and recycled to create a closed-loop system, so that it will reduce the need for extracting new resources and minimizing environmental impact.  A transition to a circular economy can help effectively in reducing the emissions since it is oriented in reducing the use of resources and production of waste. Building public awareness and participation are crucial for driving the transition to net zero emissions as a part of global efforts to combat climate change. To build awareness can be done through education, campaign, community engagements, even Celebrity and Influencer Endorsements.  Commitment to Net Zero Emission After all, the strategy of reducing emissions required a commitment from all stakeholders including each person as an individual. Without significant reductions in emissions and the commitment to net zero, the world faces increasingly severe impacts from climate change, including more frequent and intense heatwaves, storms, droughts, and sea-level rise. The commitment also requires supportive policies and regulations. Policy coherence and long-term planning are essential for driving systemic change. With the commitment to net zero, companies and entities need to know the calculation and limit of emissions that they produce and pollute the environment. Satuplatform presents an all-in-one solution that gives reliable ESG reports and calculations for your company. Try the FREE DEMO now! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission In the midst of global warming and climate change, the effort of achieving Net Zero Emissions has emerged as a response to the growing recognition of the urgent need to mitigate climate change. Net Zero Emissions refers to the condition where the amount of greenhouse gases emitted into the atmosphere and the amount removed from it are balanced. This condition is essential for stabilising global temperatures and mitigating the impacts of climate change. Here, we will go through what are the pathways and commitment to build a greener tomorrow by dealing with emissions: Pathway to Achieve Net Zero For the… Dekarbonisasi untuk Energi Bersih Urgensi untuk menciptakan transformasi menuju kondisi iklim yang lebih baik merupakan suatu fokus yang penting dan menjadi perhatian seluruh dunia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan bumi dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya agar terhindar dari dampak buruk perubahan iklim. Aksi untuk menciptakan kondisi iklim yang lebih ramah lingkungan juga sejalan dengan Paris Agreement tahun 2015 yang sampai saat ini telah mendorong semangat untuk menciptakan masa depan energi bersih dengan mengurangi jejak karbon. Berkaitan dengan pengurangan jejak karbon, dikenal pula proses dekarbonisasi yang saat ini mulai bertahap diterapkan oleh berbagai negara-negara di dunia.  Apa itu Dekarbonisasi? Dekarbonisasi merupakan suatu… 5 Big Threats of Deforestation Forest covers nearly one-third of the land area on our planet and is home to the majority of terrestrial life. They are also essential to human health, purifying our water and air and serving as our first line of defence against new infectious diseases.  Forests also play a big role in mitigating climate change and maintaining the stability of Earth’s climate system. But unfortunately, the act of deforestation is happening everywhere for commercial purposes, industries and others, without being aware of the impact on the environment that now becomes a threat to the world. Deforestation refers to a process of… Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG) Nowadays, several parts of the world are suffering due to the increase of heat waves. Take example in Jakarta, the excessive heat has become worse during these couple of years. In May 2022, the average air temperature reached 36 degrees celsius according to records from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). This phenomenon is caused by Greenhouse Gases (GHGs), the gases in the Earth’s atmosphere that trap heat and warm the planet’s surface. The GHGs are triggered by industries and human activities such as the use of transportation, commercial and residential, agriculture, land use and forestry. Besides, it is… Tanda-Tanda Perusahaan Lakukan Greenwashing Greenwashing dapat berdampak serius terhadap kepercayaan konsumen, kemajuan berkelanjutan, dan kredibilitas industri secara keseluruhan Keberadaan Gas Metana bagi Lingkungan Keberadaannya gas metana sebagai komponen utama gas alam memiliki implikasi penting terhadap perubahan iklim

Dekarbonisasi untuk Energi Bersih

Dekarbonisasi untuk Energi Bersih

Urgensi untuk menciptakan transformasi menuju kondisi iklim yang lebih baik merupakan suatu fokus yang penting dan menjadi perhatian seluruh dunia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan bumi dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya agar terhindar dari dampak buruk perubahan iklim. Aksi untuk menciptakan kondisi iklim yang lebih ramah lingkungan juga sejalan dengan Paris Agreement tahun 2015 yang sampai saat ini telah mendorong semangat untuk menciptakan masa depan energi bersih dengan mengurangi jejak karbon. Berkaitan dengan pengurangan jejak karbon, dikenal pula proses dekarbonisasi yang saat ini mulai bertahap diterapkan oleh berbagai negara-negara di dunia.  Apa itu Dekarbonisasi? Dekarbonisasi merupakan suatu proses pengurangan atau penghilangan gas-gas Karbon Dioksida (CO2) dan emisi gas rumah kaca (GRK) lainnya dari atmosfer. Aktivitas dekarbonisasi dapat mencakup berbagai tindakan, seperti beralih ke sumber energi bersih dan terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, transportasi berkelanjutan, sampai pada pengelolaan limbah dan penanaman pohon. Baca juga. Berbagai tindakan tersebut bermuara pada tujuan untuk mereduksi jejak karbon yang pada akhirnya akan membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Sebagaimana pada Paris Agreement, di mana hampir 200 negara berkomitmen untuk membatasi emisi karbon di bawah 2°C (3,6°F) di atas tingkat praindustri. Penerapan dekarbonisasi dapat mendukung ke arah komitmen tersebut secara signifikan.  Apa Manfaat Dekarbonisasi? Dengan memahami bahwa dekarbonisasi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang terpapar ke atmosfer, hal ini juga dapat membawa manfaat bagi lingkungan seperti menciptakan udara yang lebih baik karena emisi gas beracun seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang beredar semakin berkurang. Selain itu, dekarbonisasi juga berdampak bagi pemulihan ekosistem dan konservasi sumber daya alam (SDA) yang kerap terganggu oleh aktivitas industri. Di samping itu, dekarbonisasi juga membawa keuntungan dari segi ekonomi. Contohnya dalam kasus Indonesia, menurut laporan World Bank yang berjudul Indonesia’s Low-Carbon Development Pathway yang terbit di 2022 dinyatakan bahwa dekarbonisasi dapat menghasilkan manfaat ekonomi bagi Indonesia senilai RP 7.000 triliun pada 2060. Kemudian dari segi lapangan kerja, World Bank menyatakan bahwa dekarbonisasi di Indonesia berpeluang untuk menciptakan sebanyak 11 juta lapangan kerja baru pada tahun 2060.  Bagaimana Implementasi Dekarbonisasi di Indonesia? Sebagai negara yang ikut menandatangani Paris Agreement 2015 dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Indonesia ikut serta mengimplementasikan praktik dekarbonisasi melalui para pelaku industri. Sebagai contoh, Kementerian BUMN yang melaksanakan Program Dekarbonisasi dan Penyelenggarakan Nilai Ekonomi Karbon melalui pilot project pada 7 perusahaan BUMN yang memenuhi kriteria.  Di samping itu, pada tahun 2021 pemerintah Indonesia telah menetapkan  Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) di tahun 2050 dan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.  Pada dasarnya, untuk mendukung terimplementasinya langkah-langkah dekarbonisasi, perlu pula didukung dengan perhitungan karbon yang dihasilkan. Dalam hal ini, Satuplatform hadir sebagai all-in-one sustainability platform yang memberikan FREE DEMO kepada perusahaan dan entitas untuk menghitung simulasi emisi karbon. Cek sekarang juga! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission In the midst of global warming and climate change, the effort of achieving Net Zero Emissions has emerged as a response to the growing recognition of the urgent need to mitigate climate change. Net Zero Emissions refers to the condition where the amount of greenhouse gases emitted into the atmosphere and the amount removed from it are balanced. This condition is essential for stabilising global temperatures and mitigating the impacts of climate change. Here, we will go through what are the pathways and commitment to build a greener tomorrow by dealing with emissions: Pathway to Achieve Net Zero For the… Dekarbonisasi untuk Energi Bersih Urgensi untuk menciptakan transformasi menuju kondisi iklim yang lebih baik merupakan suatu fokus yang penting dan menjadi perhatian seluruh dunia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan bumi dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya agar terhindar dari dampak buruk perubahan iklim. Aksi untuk menciptakan kondisi iklim yang lebih ramah lingkungan juga sejalan dengan Paris Agreement tahun 2015 yang sampai saat ini telah mendorong semangat untuk menciptakan masa depan energi bersih dengan mengurangi jejak karbon. Berkaitan dengan pengurangan jejak karbon, dikenal pula proses dekarbonisasi yang saat ini mulai bertahap diterapkan oleh berbagai negara-negara di dunia.  Apa itu Dekarbonisasi? Dekarbonisasi merupakan suatu… 5 Big Threats of Deforestation Forest covers nearly one-third of the land area on our planet and is home to the majority of terrestrial life. They are also essential to human health, purifying our water and air and serving as our first line of defence against new infectious diseases.  Forests also play a big role in mitigating climate change and maintaining the stability of Earth’s climate system. But unfortunately, the act of deforestation is happening everywhere for commercial purposes, industries and others, without being aware of the impact on the environment that now becomes a threat to the world. Deforestation refers to a process of… Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG) Nowadays, several parts of the world are suffering due to the increase of heat waves. Take example in Jakarta, the excessive heat has become worse during these couple of years. In May 2022, the average air temperature reached 36 degrees celsius according to records from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). This phenomenon is caused by Greenhouse Gases (GHGs), the gases in the Earth’s atmosphere that trap heat and warm the planet’s surface. The GHGs are triggered by industries and human activities such as the use of transportation, commercial and residential, agriculture, land use and forestry. Besides, it is… Tanda-Tanda Perusahaan Lakukan Greenwashing Greenwashing dapat berdampak serius terhadap kepercayaan konsumen, kemajuan berkelanjutan, dan kredibilitas industri secara keseluruhan Keberadaan Gas Metana bagi Lingkungan Keberadaannya gas metana sebagai komponen utama gas alam memiliki implikasi penting terhadap perubahan iklim

5 Big Threats of Deforestation

5 Big Threats of Deforestation

Forest covers nearly one-third of the land area on our planet and is home to the majority of terrestrial life. They are also essential to human health, purifying our water and air and serving as our first line of defence against new infectious diseases.  Forests also play a big role in mitigating climate change and maintaining the stability of Earth’s climate system. But unfortunately, the act of deforestation is happening everywhere for commercial purposes, industries and others, without being aware of the impact on the environment that now becomes a threat to the world. Deforestation refers to a process of clearing or cutting down large areas of forests or trees, leading to the permanent loss of forest cover. Here are several significant threats following the act of deforestation: Tree roots help to stabilize soil and prevent erosion. Deforestation increases the risk of soil erosion, leading to reduced soil fertility, landslides, and desertification.   Deforestation results in the destruction of habitats for countless plant and animal species, leading to a loss of biodiversity. Many species may become endangered or extinct as a result of habitat loss. It estimates that the world is losing 137 species of plants, animals and insects every day to deforestation. Forests play a critical role in regulating the water cycle by absorbing and releasing water through transpiration. Deforestation can disrupt local and regional water cycles, leading to changes in precipitation patterns and water availability. Deforestation often occurs in regions inhabited by indigenous peoples who depend on forests for their culture, livelihoods, and identity. Deforestation can lead to the loss of traditional knowledge, cultural heritage, and land rights for indigenous communities. Trees act as carbon sinks, absorbing carbon dioxide from the atmosphere. When forests are cleared, this stored carbon is released back into the atmosphere, contributing to climate change and global warming. Efforts to reduce deforestation and promote sustainable land management practices are essential for mitigating these threats and preserving the health and integrity of forests and the ecosystems they support. Concerning the effort of combating deforestation, Satuplatform presents an all-in-one solution that gives reliable ESG reports and calculations for your company or entities.  Consult the ESG efforts of your company with Satuplatform FREE DEMO now!  /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission In the midst of global warming and climate change, the effort of achieving Net Zero Emissions has emerged as a response to the growing recognition of the urgent need to mitigate climate change. Net Zero Emissions refers to the condition where the amount of greenhouse gases emitted into the atmosphere and the amount removed from it are balanced. This condition is essential for stabilising global temperatures and mitigating the impacts of climate change. Here, we will go through what are the pathways and commitment to build a greener tomorrow by dealing with emissions: Pathway to Achieve Net Zero For the… Dekarbonisasi untuk Masa Depan Energi Bersih Urgensi untuk menciptakan transformasi menuju kondisi iklim yang lebih baik merupakan suatu fokus yang penting dan menjadi perhatian seluruh dunia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan bumi dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya agar terhindar dari dampak buruk perubahan iklim. Aksi untuk menciptakan kondisi iklim yang lebih ramah lingkungan juga sejalan dengan Paris Agreement tahun 2015 yang sampai saat ini telah mendorong semangat untuk menciptakan masa depan energi bersih dengan mengurangi jejak karbon. Berkaitan dengan pengurangan jejak karbon, dikenal pula proses dekarbonisasi yang saat ini mulai bertahap diterapkan oleh berbagai negara-negara di dunia.  Apa itu Dekarbonisasi? Dekarbonisasi merupakan suatu… 5 Big Threats of Deforestation Forest covers nearly one-third of the land area on our planet and is home to the majority of terrestrial life. They are also essential to human health, purifying our water and air and serving as our first line of defence against new infectious diseases.  Forests also play a big role in mitigating climate change and maintaining the stability of Earth’s climate system. But unfortunately, the act of deforestation is happening everywhere for commercial purposes, industries and others, without being aware of the impact on the environment that now becomes a threat to the world. Deforestation refers to a process of… Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG) Nowadays, several parts of the world are suffering due to the increase of heat waves. Take example in Jakarta, the excessive heat has become worse during these couple of years. In May 2022, the average air temperature reached 36 degrees celsius according to records from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). This phenomenon is caused by Greenhouse Gases (GHGs), the gases in the Earth’s atmosphere that trap heat and warm the planet’s surface. The GHGs are triggered by industries and human activities such as the use of transportation, commercial and residential, agriculture, land use and forestry. Besides, it is… Tanda-Tanda Perusahaan Lakukan Greenwashing Greenwashing dapat berdampak serius terhadap kepercayaan konsumen, kemajuan berkelanjutan, dan kredibilitas industri secara keseluruhan Keberadaan Gas Metana bagi Lingkungan Keberadaannya gas metana sebagai komponen utama gas alam memiliki implikasi penting terhadap perubahan iklim

Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG)

Carbon Pricing: An Approach to Reduce Greenhouse Gas (GHG)

Nowadays, several parts of the world are suffering due to the increase of heat waves. Take example in Jakarta, the excessive heat has become worse during these couple of years. In May 2022, the average air temperature reached 36 degrees celsius according to records from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). This phenomenon is caused by Greenhouse Gases (GHGs), the gases in the Earth’s atmosphere that trap heat and warm the planet’s surface. The GHGs are triggered by industries and human activities such as the use of transportation, commercial and residential, agriculture, land use and forestry. Besides, it is also triggered by industrial activities that primarily involve fossil fuels burned on-site at energy facilities.  There are many efforts to reduce GHG emissions, and one of the efforts is to implement a carbon pricing approach that has an environmental-centric design. What Is Carbon Pricing? Carbon pricing is an approach to spur climate action by placing a fee on emitting and/or offering an incentive for emitting less (Source: United Nations Climate Change). The price signal created shifts in consumption and investment patterns, making economic development compatible with climate protection. Currently, 40 national and 25 sub-national jurisdictions put a price on carbon, and the emerging trend across carbon pricing approaches now is a move towards international linkage of carbon markets. The effort to implement jurisdictions on carbon pricing is aligned with Article 6.2 of the Paris Agreement, which “establishes the potential of trading emission reduction credits across borders, between nations or jurisdictions. This can encourage the linking of carbon pricing approaches resulting in the reduction of emissions by a magnitude greater than what is possible solely domestically or nationally.” How Carbon Pricing Works on Reducing the GHGs?  As a market-based mechanism or policy, carbon pricing aims to internalise the cost of carbon pollution into the economy. In order to contribute in reducing the GHGs, carbon pricing works by two main approaches: Carbon tax is implemented by the government to set a specific tax rate per ton of carbon dioxide (CO2) emitted or per unit of fossil fuel with a high carbon content. As the carbon tax has been implemented, the industries, companies or other entities that emit CO2 are required to pay the carbon tax.  The revenue generated from the carbon tax is then used for various environmental purposes by the governments. Such as funding renewable energy projects, or other environmentally-friendly infrastructures. In the long run, this mechanism aimed to encourage behavioural changes in each entity to be more aware in choosing low-carbon alternatives. Cap and Trade that is also known as Emissions Trading System (ETS), is a market-based approach that works by controlling pollution that potentially results in greenhouse gas (GHG) emissions.  In this approach, the government sets an overall limit or cap as the total amount of CO2 emissions allowed from certain sectors or industries. Regulated entities are then allowed to sell, buy,  or trade these permit emissions in a regulated market. Cap and Trade systems provide flexibility for regulated entities to find the most cost-effective ways to reduce emissions. By creating a financial incentive to reduce emissions below their allocated allowances, Cap and Trade can drive innovation, encourage investment in cleaner technologies, and promote emissions reductions across the regulated sectors. Implementing the carbon pricing policy to reduce GHGs in parallel gives these benefits, such as; economic efficiency, revenue generation, and in a wider range can affect the benefits of global cooperation.  The discourse on implementing carbon trading in Indonesia has been under discussion for several years. For instance in 2021, through Presidential Regulation Number 98 Year 2021 on the Carbon Pricing Mechanism. However, Indonesia then chose to postpone the plan until 2025 because it was still taking into account the readiness of the carbon market mechanism. Indonesia itself, according to the Global Carbon Project, is one of the countries with the largest carbon emissions, as evidenced by the carbon value throughout 2022 reaching 700 million tons per year. Therefore, it is important to implement carbon pricing immediately to control the impact of carbon emissions so then it is not getting worse. Get to know more about how your company or organisation can contribute in creating a better environmental future by trying out FREE DEMO from Satuplatform to measure the emissions produced by your company. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission In the midst of global warming and climate change, the effort of achieving Net Zero Emissions has emerged as a response to the growing recognition of the urgent need to mitigate climate change. Net Zero Emissions refers to the condition where the amount of greenhouse gases emitted into the atmosphere and the amount removed from it are balanced. This condition is essential for stabilising global temperatures and mitigating the impacts of climate change. Here, we will go through what are the pathways and commitment to build a greener tomorrow by dealing with emissions: Pathway to Achieve Net Zero For the… Dekarbonisasi untuk Masa Depan Energi Bersih Urgensi untuk menciptakan transformasi menuju kondisi iklim yang lebih baik merupakan suatu fokus yang penting dan menjadi perhatian seluruh dunia. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan bumi dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya agar terhindar dari dampak buruk perubahan iklim. Aksi untuk menciptakan kondisi iklim yang lebih ramah lingkungan juga sejalan dengan Paris Agreement tahun 2015 yang sampai saat ini telah mendorong semangat untuk menciptakan masa depan energi bersih dengan mengurangi jejak karbon. Berkaitan dengan pengurangan jejak karbon, dikenal pula proses dekarbonisasi yang saat ini mulai bertahap diterapkan oleh berbagai negara-negara di dunia.  Apa itu Dekarbonisasi? Dekarbonisasi merupakan suatu… 5 Big Threats of Deforestation Forest covers nearly one-third of the land area on our planet and is home to the majority of terrestrial life. They are also essential to human health, purifying our water and air and serving as our first line of defence against new infectious diseases.  Forests also play a big role …