2

Benarkah Sepeda Listrik Lebih Ramah Lingkungan?

Dalam beberapa tahun terakhir, sepeda listrik semakin populer di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Selain dinilai praktis dan ekonomis untuk mobilitas harian, sepeda listrik juga sering dipromosikan sebagai solusi transportasi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Namun, benarkah sepeda listrik benar-benar lebih ramah lingkungan? Mari simak artikel berikut. Baca Juga: Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Emisi Karbon Sepeda Listrik Berbicara mengenai lingkungan, aspek yang tidak akan luput dari perhatian adalah mengenai jejak emisi karbon. Salah satu alasan utama mengapa sepeda listrik dianggap lebih ramah lingkungan adalah karena emisi karbonnya yang jauh lebih rendah dibandingkan mobil atau motor berbahan bakar bensin.  Menurut sebuah studi dari European Cyclists’ Federation (ECF), rata-rata emisi karbon dari penggunaan sepeda listrik hanya sekitar 22 gram CO₂ per kilometer, sementara mobil berbahan bakar fosil mengeluarkan sekitar 271 gram CO₂ per kilometer. Emisi ini sebagian besar berasal dari proses produksi sepeda listrik dan listrik yang digunakan untuk mengisi daya baterainya. Namun, jika sumber listrik berasal dari energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, jejak karbon bisa ditekan lebih jauh lagi. Di Indonesia, meskipun sebagian besar listrik masih dihasilkan dari batu bara, tren menuju energi bersih terus berkembang, membuka peluang bagi sepeda listrik untuk menjadi lebih hijau di masa depan. Proses Produksi Sepeda Listrik Meski penggunaan sepeda listrik menghasilkan sedikit emisi, proses produksinya tetap memiliki dampak lingkungan. Contohnya dalam pembuatan komponen utama sepeda listrik, yang umumnya menggunakan baterai lithium-ion, ini memerlukan ekstraksi mineral seperti lithium, kobalt, dan nikel. Proses penambangan mineral ini seringkali menyebabkan kerusakan ekosistem, penggunaan air yang besar, dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, produksi sepeda listrik secara keseluruhan juga membutuhkan energi dan sumber daya yang lebih besar dibandingkan sepeda konvensional tanpa motor. Jadi, dari sisi manufaktur, sepeda listrik sebenarnya tetap meninggalkan jejak lingkungan yang lebih besar dibandingkan sepeda biasa, namun masih jauh lebih kecil dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Daya Tahan dan Daur Ulang Sepeda Listrik Daya tahan sepeda listrik juga menjadi faktor penting dalam menilai keberlanjutan. Rata-rata, baterai sepeda listrik memiliki umur pakai antara 3 hingga 7 tahun, tergantung pada frekuensi penggunaan dan cara perawatan. Setelah masa pakai habis, baterai perlu diganti, dan jika tidak dikelola dengan baik, limbah baterai dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan karena kandungan bahan kimia berbahaya. Saat ini, program daur ulang baterai sepeda listrik masih belum tersebar luas, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Upaya untuk mengembangkan sistem daur ulang yang efisien sangat penting agar sepeda listrik dapat benar-benar menjadi solusi ramah lingkungan dalam jangka panjang. Konsumsi Energi Sepeda Listrik Berikutnya, dari sisi konsumsi energi, sepeda listrik dapat dinilai sangat efisien. Sebuah sepeda listrik umumnya hanya membutuhkan sekitar 0,5 kWh listrik untuk menempuh jarak 100 kilometer. Sebagai perbandingan, sebuah mobil listrik bisa membutuhkan sekitar 15–20 kWh untuk jarak yang sama, sementara mobil bensin bisa menggunakan bahan bakar setara dengan 70–100 kWh. Artinya, dalam hal energi yang digunakan per kilometer, sepeda listrik adalah salah satu moda transportasi paling hemat energi yang tersedia saat ini. Ini menjadi alasan kuat mengapa sepeda listrik layak dipertimbangkan sebagai alternatif kendaraan bermotor dalam konteks urban mobility. Tantangan Infrastruktur Di balik beberapa keunggulannya dalam hal mendukung lingkungan yang lebih berkelanjutan, perlu disadari juga bahwa untuk mewujudkan manfaat maksimal dari sepeda listrik diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur tersebut meliputi jalur sepeda yang aman, stasiun pengisian daya baterai, dan tempat parkir sepeda yang aman menjadi kebutuhan penting. Tanpa infrastruktur yang mendukung, banyak orang mungkin tetap enggan beralih ke sepeda listrik, terutama di kota-kota dengan lalu lintas padat dan tingkat kecelakaan jalan raya yang tinggi. Pemerintah daerah di beberapa kota Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung, mulai merespons kebutuhan ini dengan membangun jalur sepeda dan mengadakan program uji coba kendaraan listrik. Namun, langkah ini perlu diperluas dan dipercepat untuk mempercepat transisi ke mobilitas yang lebih bersih. Pertimbangan Aksesibilitas Satu aspek penting lain yang perlu ikut dipertimbangkan juga adalah aksesibilitas. Harga sepeda listrik saat ini masih cukup tinggi bagi beberapa kalangan masyarakat. Untuk benar-benar menjadi solusi ramah lingkungan yang inklusif, harga sepeda listrik perlu lebih terjangkau, atau tersedia skema subsidi dan kredit ringan. Program-program berbagi sepeda listrik (bike-sharing) yang terjangkau juga mungkin saja bisa menjadi cara efektif untuk memperluas akses tanpa membebani konsumen dengan biaya kepemilikan penuh. Menuju Transportasi Berkelanjutan Sepeda listrik memang lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Dengan emisi karbon yang jauh lebih rendah saat digunakan, konsumsi energi yang sangat efisien, dan potensinya untuk mengurangi polusi serta kemacetan, sepeda listrik adalah pilihan transportasi yang lebih berkelanjutan. Dengan tidak mengabaikan dampak lingkungan dari produksi sepeda listrik, perusahaan perlu untuk lebih memperhatikan cara agar proses produksi dapat dilakukan dengan lebih berwawasan lingkungan. Sebab, untuk menjadikan sepeda listrik benar-benar solusi hijau, perlu ada upaya bersama untuk memperbaiki rantai produksi, membangun infrastruktur yang mendukung, dan memastikan sistem daur ulang yang efektif. Untuk mendukung inisiatif keberlanjutan lingkungan perusahaan, saat ini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan dalam pengelolaan karbon dan ESG. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Pemanfaatan AI dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi kecerdasan buatan atau Artficial Intelligence (AI) telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan menjadi bagian yang krusial dari berbagai aspek kehidupan.  Saat ini, pengaplikasian AI tidak lagi terbatas dan sudah sangat luas. AI diimplementasikan dalam berbagai hal yang sekiranya dapat mendukung kemudahan hidup bagi manusia, seperti menjadi asisten virtual, mesin pencari data, pengisi suara, dan lain sebagainya. Perkembangan AI juga telah membuka peluang baru di berbagai industri, seperti transportasi, pendidikan, dan hiburan. Bahkan AI juga diprediksi dapat mendukung manusia dalam upaya dekarbonisasi, mengurangi emisi karbon sebagaimana yang dunia harapkan. Artificial Intelligence dapat berperan besar dalam… Mengenal Agbogbloshie ‘Tempat Penampungan’ Sampah Elektronik Dunia Pernahkah kamu mendengar tentang tempat pembuangan sampah Agbogbloshie? Tempat ini pernah menjadi salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia yang menampung jutaan sampah limbah elektronik dan otomotif yang sumbernya disebut-sebut berasal dari banyak negara di berbagai belahan dunia. Tempat penampungan sampah Agbogbloshie terletak di dekat pusat kota Accra, …

6

The Sustainable Movement of Welfare States

As the impacts of climate change grow harder to ignore, countries around the world are rethinking how they care for both people and the planet. Including the countries that belong to the welfare state. Today, sustainability is becoming a key part of social welfare, recognizing that true well-being cannot exist without a healthy environment. From clean energy initiatives to green urban planning, welfare states are weaving environmental care into the very fabric of their social systems. The article will explore more about the welfare state in the sustainable environment agenda.  Read More: How Indonesian Businesses Are Aligning with SDGs for a Sustainable Future What is a Welfare State? A welfare state is a country where the government plays an active role in ensuring the economic and social well-being of its citizens. It provides essential services such as free or affordable healthcare, education, financial assistance for the unemployed or elderly, and public housing. The primary goal of a welfare state is to reduce poverty, promote equality, and protect people from life’s major risks.  Famous examples include Sweden, Norway, Denmark, and Germany, where strong economies are balanced with extensive social support systems. Over time, the concept has evolved, and today, welfare states are not only focusing on human welfare but also on the welfare of the planet. This is leading to the rise of a new movement, which is the sustainable welfare state. From Traditional Welfare to Green Welfare Historically, welfare states focused on protecting citizens from hardships like illness, unemployment, and poverty. Systems were set up to ensure that no one would fall through the cracks. However, in recent years, a major shift has occurred.  Governments and businesses realize that social protection alone is not enough if the planet itself is at risk. A sustainable welfare state now looks beyond immediate economic needs and focuses on environmental stability, social equity, and responsible governance. This green transition is necessary because environmental degradation can directly impact social welfare. For example, climate change can lead to more frequent natural disasters, affecting homes, jobs, and public health. Therefore, investing in renewable energy, green infrastructure, and sustainable agriculture becomes part of the modern social protection framework. The Business Side of Sustainability In this transition, businesses play a crucial role. Today, companies are expected to align with Environmental, Social, and Governance (ESG) principles, contributing positively to society and the environment. In welfare states, the government often partners with private enterprises to drive sustainable innovation. Public-private partnerships are increasingly common, funding clean energy projects, sustainable housing, and green transportation systems. Moreover, companies that embrace sustainability often gain access to incentives such as tax breaks, subsidies, or government contracts. This not only promotes corporate responsibility but also stimulates economic growth in a green direction. Forward-thinking businesses recognize that sustainability is not a cost; it is an investment in long-term resilience and competitiveness. For example, Sweden as a welfare state, is having an ambition to become fossil-free. About thirteen different industry sectors in Sweden have committed themselves in action plans to become fossil free within the government’s initiative “Fossil Free Sweden”. This shows that the business side is also driving the transition in Sweden. Policy Innovations  Like the example of Fossil Free Sweden, it is clear that the policy is crucial in driving sustainability in welfare states. Several welfare states are leading the charge through progressive policy reforms. Scandinavian countries like Sweden, Denmark, and Norway have integrated sustainability into nearly every aspect of governance. They enforce strict environmental regulations while offering robust social services. Besides Sweden’s “Fossil-Free Welfare” initiative aims to eliminate fossil fuel dependency across its welfare system, another welfare state has also their own progressive policy towards sustainability. Denmark’s ambitious climate law in 2020, through Demark’s Climmate Act,  commits the country to reduce greenhouse gas emissions by 70% by 2030 compared to 1990 levels. In Norway, the government commit a low-emission society through Norwegian Climate Act since 2017. Norwegian government also highly supportive of international initiatives to address global challenges in climate and nature crisis, such as under the Paris Agreement and the Convention on Biological Diversity. Challenges Ahead Despite the progress, the sustainable movement of welfare states is not without challenges. Transitioning to a sustainable economy requires significant upfront investment. Green technologies, infrastructure modernization, and workforce retraining programs can be costly. Furthermore, there is a risk of social inequality during the transition. If sustainability measures are implemented without considering the needs of lower-income populations, the burden can fall unfairly on the most vulnerable. For example, taxes on carbon emissions can increase the cost of living if not carefully managed. Therefore, policymakers must ensure that the green transition is just and inclusive. Measures such as subsidies for low-income households, affordable public transport, and retraining programs for workers displaced from carbon-intensive industries are essential components of a fair transition. The Role of Education and Innovation Education also plays a critical role in sustaining this movement. Welfare states are investing heavily in green education, programs that teach students about climate science, renewable energy, sustainable agriculture, and ethical business practices. Innovation hubs and research institutions are supported by government funding to develop cutting-edge sustainable technologies. From energy-efficient building materials to circular economy models, new ideas are driving real-world solutions. Involving citizens in the innovation process is equally important. Many welfare states encourage public participation through citizen assemblies, sustainability forums, and local climate initiatives. This strengthens democracy and ensures that sustainability policies are shaped by the people, for the people. Building Resilient and Sustainable Communities At the community level, welfare states are focusing on creating resilient cities and towns. Smart city initiatives that integrate renewable energy, green spaces, efficient public transport, and sustainable waste management are flourishing. For example, Copenhagen’s commitment to becoming the world’s first carbon-neutral capital by 2025 demonstrates how urban areas can lead by example. Cities are the engines of economic and social activity, and making them sustainable benefits everyone—from businesses to families to governments. Additionally, rural areas are not left behind. Programs supporting organic farming, sustainable forestry, …

8

Ancaman Krisis Sosial Akibat Perubahan Iklim

Kondisi iklim saat ini mengalami tantangan besar akibat perubahan iklim yang semakin parah. Mulai dari peningkatan suhu ekstrem, kekeringan berkepanjangan, banjir besar, hingga cuaca yang tak menentu. Di balik lingkungan yang sering disorot, terdapat kerugian lain dari adanya ketidakstabilan iklim, yaitu dari segi sosial. Memahami dampak sosial dari adanya perubahan iklim adalah hal yang penting. Ini dapat mendorong individu, pemerintah, dan sektor swasta untuk lebih sadar akan pola aktivitas yang lebih ramah lingkungan. Terutama bagi dunia bisnis, memahami dimensi sosial dari krisis iklim bukan hanya soal tanggung jawab moral, tetapi juga menjadi pertimbangan strategis.  Baca Juga: Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Mari simak, apa saja ancaman krisis sosial dari perubahan iklim yang perlu kita sadari bersama! Ketimpangan Sosial Salah satu efek yang ditimbulkan dari adanya perubahan iklim adalah memperbesar kesenjangan antara kelompok masyarakat. Komunitas miskin dan rentan, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana atau bergantung pada pertanian tradisional, menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya.  Contohnya perubahan iklim yang memicu terjadinya banjir. Ketika banjir merendam sawah, kekeringan mematikan panen, atau badai menghancurkan pemukiman. Kelompok masyarakat tersebut pada akhirnya kehilangan mata pencaharian, keamanan pangan, dan tempat tinggal dalam waktu singkat. Kondisi ini mempercepat kerentanan sosial. Ketika satu kelompok masyarakat kehilangan akses terhadap sumber daya vital, ketegangan sosial meningkat. Dalam jangka panjang, hal ini mungkin saja akan berpotensi memicu konflik horizontal, peningkatan kriminalitas, dan migrasi internal yang memicu beban tambahan di kota-kota besar. Dari perspektif bisnis, meningkatnya ketimpangan sosial bisa mempersempit pasar konsumen. Kelompok masyarakat tertentu akan mengalami penurunan daya beli, jika hal tersebut terjadi maka akan mempersulit ekspansi usaha di wilayah-wilayah terdampak.  Konflik Sumber Daya Jika diperhatikan lebih lanjut, perubahan iklim dapat menjadi pemicu konflik yang melibatkan air, tanah, dan pangan. Ketika sumber daya menjadi langka, kompetisi meningkat, baik antar individu, komunitas, maupun antar negara. Krisis air yang terjadi di banyak negara Afrika dan Timur Tengah, misalnya, sering kali menjadi latar belakang konflik etnis dan politik. Indonesia sendiri menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan air dan lahan produktif. Kekeringan yang berkepanjangan dapat memicu ketegangan antar wilayah yang mengandalkan sumber air dari satu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang sama. Potensi konflik ini perlu diwaspadai, karena stabilitas politik adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi. Gangguan Rantai Pasok dan Akses Bahan Baku Krisis sosial akibat perubahan iklim juga berkontribusi terhadap gangguan rantai pasok global. Misalnya, industri makanan dan minuman sangat tergantung pada bahan baku pertanian yang sensitif terhadap cuaca. Ketika petani gagal panen, pasokan terputus dan harga melonjak. Hal serupa terjadi pada sektor tekstil, otomotif, dan elektronik yang bergantung pada jaringan pemasok multinasional. Ketidakstabilan sosial di satu negara dapat berdampak global. Untuk mengatasi ini, perusahaan mulai menerapkan strategi diversifikasi rantai pasok dan memperkuat kerja sama dengan mitra lokal yang menerapkan prinsip keberlanjutan. Ini bukan hanya bentuk adaptasi, tetapi juga langkah mitigasi risiko bisnis jangka panjang. Tuntutan Konsumen yang Semakin Kritis Terjadinya krisis sosial akibat dampak iklim juga meningkatkan kesadaran publik terhadap tanggung jawab korporasi. Konsumen kini mulai lebih kritis terhadap praktik bisnis yang dianggap tidak peduli terhadap krisis iklim dan dampaknya terhadap masyarakat. Oleh karena itu, brand yang tidak adaptif terhadap isu sosial-lingkungan berisiko kehilangan kepercayaan konsumen. Sebaliknya, perusahaan yang aktif dalam adaptasi iklim dan memberdayakan masyarakat terdampak justru mendapatkan keunggulan reputasi. Dalam hal ini, menerapkan strategi seperti green supply chain, inklusi sosial, dan investasi pada komunitas rentan kini menjadi bagian dari strategi keberlanjutan perusahaan yang dapat dipertimbangkan. Bisnis Sebagai Agen Perubahan Di tengah krisis ini, memang tanggung jawab untuk menciptakan iklim yang lebih berkelanjutan merupakan tanggung jawab bersama. Tidak terkecuali peran bisnis dan perusahaan, dunia usaha tidak bisa hanya menjadi penonton melainkan perlu mengambil peran secara aktif. Sektor swasta memiliki peluang besar dalam menciptakan solusi jangka panjang melalui berbagai inisiatif. Mulai dari penerapan teknologi energi terbarukan, pembiayaan hijau (green financing), hingga inovasi bisnis dapat menjadi katalis perubahan sosial. Model bisnis baru yang inklusif dan adaptif terhadap iklim, seperti agri-tech berbasis komunitas, sistem transportasi rendah emisi, dan pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, telah terbukti meningkatkan resiliensi masyarakat. Dengan cara ini, bisnis bukan hanya menjaga profitabilitas, tetapi juga memperkuat struktur sosial yang tangguh terhadap perubahan. Waktunya Ambil Peran untuk Keseimbangan Iklim! Setelah disadari bahwa ancaman krisis sosial akibat perubahan iklim bukan sekadar isu kemanusiaan, tetapi risiko sistemik yang menyasar stabilitas bisnis dan ekonomi global. Maka sudah saatnya pelaku bisnis memandang keberlanjutan tidak lagi sebagai pilihan tambahan, tetapi sebagai inti dari strategi korporasi.  Adaptasi iklim dan keadilan sosial perlu dijalankan seiring dengan pendekatan kolaboratif, inovatif, dan berbasis data. Melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim berarti melindungi pasar, ekosistem, dan masa depan dunia usaha itu sendiri. Untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Air Minum Kemasan Plastik Dilarang di Bali, Apa yang Terjadi? Pemerintah Provinsi Bali baru saja melakukan langkah yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, yakni dengan melakukan pelarangan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik di Bali. Baca juga artikel lainnya : Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Melansir laman Tempo, Gubernur I Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang diterbitkan pada awal April lalu, secara resmi melarang produsen dan distributor untuk mengedarkan air minum dalam kemasan plastik dengan volume di bawah satu liter. Larangan ini tidak hanya diperuntukkan bagi produsen besar, berlaku juga untuk para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjual… Masa Depan Bisnis Adalah Bertanggung Jawab, Benarkah? Sustainability atau Keberlanjutan bukan hanya sekadar tren musiman di era sekarang ini, melainkan telah menjadi suatu kewajiban yang dapat mendorong kemajuan dan perkembangan bisnis secara signifikan. Tren global menunjukkan bahwa masa depan bisnis adalah dengan menjadi lebih bertanggung jawab, baik secara sosial dan lingkungan. Sementara bisnis yang tidak melibatkan sustainability ke dalam aktivitas bisnis mereka berpotensi semakin ditinggalkan oleh konsumen juga investor. Tren Konsumen yang Peduli Keberlanjutan Pernyataan di atas bukanlah omong kosong belaka. Hal ini selaras dan sesuai dengan hasil Survei Suara Konsumen 2024 …

10

Banjir di Indonesia dan Perubahan Iklim

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Hampir setiap tahun, berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Jakarta hingga kawasan sekitarnya mengalami banjir dengan dampak yang mengganggu kehidupan sosial masyarakat. Dalam dekade terakhir, intensitas dan frekuensi banjir di Indonesia semakin meningkat, perubahan iklim memainkan peran besar dalam memperburuk kondisi ini. Perubahan iklim tidak hanya menyebabkan peningkatan suhu global, tetapi juga mengacaukan pola curah hujan dan mempercepat naiknya permukaan air laut. Kedua faktor ini secara langsung memperbesar risiko banjir di banyak wilayah Indonesia, khususnya di kawasan urban yang memiliki daya dukung lingkungan yang kian menurun. Baca Juga: Fakta terkait Cuaca Ekstrem dan Banjir Parah yang Melanda Dubai Penyebab Perubahan Iklim Sebelum membahas bagaimana perubahan iklim dapat menyebabkan banjir, penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana perubahan iklim ini bisa terjadi. Perubahan iklim sebagian besar bermula dari adanya aktivitas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Beberapa aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil berupa batu bara, minyak, dan gas alam untuk energi merupakan kontributor utama. Terlebih lagi kehadiran industri manufaktur di kota-kota besar juga berperan besar dengan melepaskan berbagai polutan ke atmosfer.  Selain itu, praktik deforestasi atau penebangan hutan secara masif juga dapat mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap karbon dioksida. Pada akhirnya, atmosfer menanggung karbon dioksida yang dilepaskan dari aktivitas di bumi yang kemudian meningkatkan potensi terjadinya ketidakseimbangan iklim. Perubahan Iklim dan Dinamika Curah Hujan Salah satu penyebab dari banjir adalah dikarenakan perubahan iklim (climate changes). Dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah perubahan pola curah hujan. Hal ini menyebabkan musim hujan menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya. Akibatnya, intensitas hujan yang tinggi dalam waktu singkat dapat mengakibatkan luapan air di berbagai daerah. Selain itu, sistem drainase yang tidak mampu menampung volume air berlebih turut memperburuk situasi.  Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan tinggi pada 2025. Dalam hal ini potensi curah hujan berkisar dari 2.500 mm per  tahun sampai dengan 5.000 mm per tahun.  Beberapa daerah yang akan mengalami curah hujan tinggi termasuk sebagian besar wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Kenaikan Permukaan Laut dan Banjir Rob Selain hujan deras, perubahan iklim juga menyebabkan naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es kutub. Dampaknya, wilayah-wilayah pesisir di Indonesia seperti Semarang, Pekalongan, dan Jakarta Utara semakin rentan terhadap banjir rob, yaitu banjir akibat air laut yang masuk ke daratan saat pasang. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa beberapa wilayah pesisir mengalami penurunan tanah (land subsidence) hingga 10–15 cm per tahun, sementara permukaan laut naik sekitar 4–8 mm per tahun. Kombinasi dari kedua fenomena ini menjadikan banjir rob sebagai bencana rutin yang mengancam jutaan penduduk di kawasan pesisir. Strategi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Menghadapi ancaman banjir yang diperparah oleh perubahan iklim, diperlukan pengembangan strategi mitigasi dan adaptasi yang menyeluruh. Strategi ini harus melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil. Salah satu solusi penting adalah mengembangkan infrastruktur hijau seperti taman resapan, hutan kota, dan ruang terbuka hijau (RTH) yang mampu menyerap air hujan secara alami. Selain itu, infrastruktur biru seperti kolam retensi, kanal air, dan bendungan kecil harus ditingkatkan untuk menampung kelebihan air saat curah hujan tinggi. Di samping itu, perencanaan tata ruang harus disesuaikan dengan risiko iklim dan banjir. Kawasan yang memiliki risiko tinggi terhadap banjir harus dijadikan zona non-permukiman atau zona hijau. Pemerintah juga perlu meninjau ulang izin pembangunan di kawasan rawan banjir dan mendorong pengembangan kawasan permukiman berbasis adaptasi iklim. Peran Bisnis dalam Penanganan Banjir Di tengah kondisi perubahan iklim dan banjir yang secara terus menerus terjadi di Indonesia, sektor swasta memiliki peran strategis dalam penanganan banjir yang berkelanjutan. Perusahaan dapat melakukan investasi dalam teknologi ramah lingkungan, mengurangi emisi karbon, serta melibatkan diri dalam proyek restorasi alam sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan. Banyak perusahaan kini mulai menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai standar operasional. Hal ini dapat menjadi awal langkah yang baik untuk menyusun bisnis yang lebih bertanggung jawab dan lebih berwawasan lingkungan. Dengan mengintegrasikan prinsip ESG, perusahaan tidak hanya memperhatikan keuntungan finansial, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas mereka. Penerapan ini mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam jangka panjang. Seperti halnya dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim, perusahaan dapat mengintegrasikan tujuan pengurangan jejak karbon dalam agenda program ESG. Di samping itu, perusahaan yang memiliki komitmen pada ESG cenderung lebih dipercaya oleh konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam jangka panjang, bisnis yang mengutamakan ESG akan lebih tahan terhadap risiko global, termasuk perubahan iklim dan krisis sosial. Oleh karena itu, ESG bukan hanya tren, melainkan kebutuhan strategis untuk masa depan dunia usaha, mengingat bahwa isu lingkungan memang telah menjadi tantangan di depan mata. Untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Air Minum Kemasan Plastik Dilarang di Bali, Apa yang Terjadi? Pemerintah Provinsi Bali baru saja melakukan langkah yang besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, yakni dengan melakukan pelarangan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik di Bali. Baca juga artikel lainnya : Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Melansir laman Tempo, Gubernur I Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang diterbitkan pada awal April lalu, secara resmi melarang produsen dan distributor untuk mengedarkan air minum dalam kemasan plastik dengan volume di bawah satu liter. Larangan ini tidak hanya diperuntukkan bagi produsen besar, berlaku juga untuk para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menjual… Masa Depan Bisnis Adalah Bertanggung Jawab, Benarkah? Sustainability atau Keberlanjutan bukan hanya sekadar tren musiman di era sekarang ini, melainkan telah menjadi suatu kewajiban yang dapat mendorong kemajuan dan perkembangan bisnis secara signifikan. Tren global menunjukkan bahwa masa depan bisnis adalah dengan menjadi lebih bertanggung jawab, baik secara sosial dan lingkungan. Sementara bisnis yang tidak melibatkan sustainability ke dalam aktivitas bisnis mereka berpotensi semakin ditinggalkan oleh konsumen juga investor. Tren Konsumen yang Peduli Keberlanjutan Pernyataan di atas bukanlah …

1

Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam

Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa mendukung pemerataan pembangunan serta pengembangan ekonomi, tetapi juga punya celah untuk memperlebar ketimpangan.  Hal tersebut dapat terjadi tergantung pada bagaimana urbanisasi dikelola dengan metode yang tepat. Melansir laman Gramedia, terdapat faktor pendorong dan penarik urbanisasi yang menjadi langkah awal dimulainya proses urbanisasi di suatu negara.  Faktor pendorong urbanisasi erat kaitannya dengan permasalahan-permasalahan di pedesaan, mendorong masyarakat untuk berpindah ke wilayah yang menurut mereka lebih mendukung kehidupan. Lahan pertanian yang merupakan mata pencaharian utama penduduk desa semakin menyusut. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri, pemukiman, hingga fasilitas sosial. Tingginya kebutuhan akan lapangan pekerjaan, seiring dengan meningkatnya populasi masyarakat desa. Kebutuhan akan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan yang dapat diperoleh di pedesaan. Kebutuhan individu untuk meningkatkan status ekonomi. Fasilitas sosial seperti pendidikan, kesehatan, hingga hiburan yang relatif terbatas. Bencana alam yang merusak sumber kehidupan masyarakat pedesaan. Sementara itu, faktor penarik urbanisasi umumnya identik dengan kemajuan fasilitas dan kesempatan yang tersedia di kota, yang menjadikannya ‘daya tarik’ bagi masyarakat pedesaan. Tersedianya berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai di perkotaan, yang memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat setempat dalam beraktivitas. Lapangan pekerjaan di perkotaan yang melimpah dan lebih beragam dengan upah yang relatif lebih tinggi. Kesempatan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih maju. Kehidupan perkotaan yang lebih modern dan mendukung mobilisasi yang baik. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa terjadinya urbanisasi bergantung pada kondisi lingkungan dan ekonomi sekitar. Sayangnya, urbanisasi bisa turut memberikan dampak terhadap lingkungan jika tidak dilaksanakan dengan metode yang benar. Untung Rugi Urbanisasi bagi Lingkungan   Bagai dua sisi mata uang, anggapan tentang urbanisasi yang menguntungkan juga sayangnya diiringi dampak negatif yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pada kesempatan kali ini, kita akan berfokus pada bagaimana urbanisasi berdampak bagi lingkungan alam sekitar. Dalam pandangan positif, urbanisasi membuka kesempatan untuk mengembangkan pembangunan daerah dan kemajuan teknologi yang tidak terbatas.  Perpindahan konsentrasi penduduk dari desa ke kota pun dapat mendukung terciptanya konservasi lahan di desa. Lahan di daerah bisa tetap hijau karena inisiatif pembangunan rumah-rumah oleh masyarakat tidak terlalu masif.  Urbanisasi juga memberikan peluang terhadap inovasi teknologi yang ramah lingkungan untuk berkembang. Membantu desa untuk beroperasi lebih hijau, seperti hadirnya pengelolaan sampah modern. Akan tetapi, urbanisasi juga bisa membawah dampak negatif bagi lingkungan. Alih fungsi lahan besar-besaran adalah salah satu yang mengkhawatirkan.  Melalui urbanisasi, kita mungkin bisa kehilangan ekosistem alami seperti hutan, sawah, rawa, hingga ruang terbuka hijau yang berubah menjadi beton-beton pembangunan. Kondisi ini mendorong hilangnya habitat satwa, terjadinya banjir dan tanah longsor lebih sering karena lingkungan yang rusak. Beban lingkungan semakin tinggi dan polusi juga dapat meningkat dari praktik urbanisasi yang tidak berkelanjutan. Akibat populasi yang tinggi, polusi dari kendaraan, industri, dan konstruksi mungkin tidak dapat terhindarkan.  Konsumsi yang tinggi terhadap air, energi, pangan, dan barang turut mendorong produksi emisi dan limbah yang lebih banyak. Jika emisi yang semakin tinggi tidak dibarengi dengan upaya penyejukan yang cukup dari pepohonan, efek urban heat island bisa semakin dirasakan. Solusi Urbanisasi yang Ramah Lingkungan Perencanaan urbanisasi yang tepat dapat membantu menghindarkan potensi kerugian yang terjadi dari praktik ini. Dilansir dari beragam sumber, berikut solusi yang mungkin diterapkan dalam praktik urbanisasi berkelanjutan. Apa saja di antaranya? Menciptakan tata kota dengan ruang terbuka hijau. Zonasi yang jelas untuk pemukiman, industri, dan konservasi. Memanfaatkan bangunan “vertikal” untuk efisiensi. Pengembangan transportasi massal serta jalur trotoar dan sepeda yang layak. Mendorong pembangunan bangunan hijau yang memanfaatkan material terbarukan dan ramah lingkungan. Memperluas penanaman pohon dan kawasan konservasi. Memperluas penerapan pengelolaan sampah dan limbah yang bertanggung jawab. Melakukan kampanye publik soal pentingnya menjaga lingkungan. Sehubungan dengan penjelasan di atas, urbanisasi bukan untuk dihentikan, tapi diarahkan agar berjalan sejalan dengan perlindungan lingkungan. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Ekosistem air tidak terlepas dari ancaman pencemaran polutan berbahaya yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi di wilayah perairan. Pengertian eutrofikasi merupakan proses meningkatnya kadar nutrisi di badan air seperti danau, sungai, rawa, waduk, hingga laut, sehingga membuat pertumbuhan alga (blooming) di ekosistem terdampak tidak terkendali. Peningkatan nutrisi yang di antaranya terdiri dari nitrogen dan fosfor serta berbagai unsur hara juga dapat menyebabkan perairan memiliki kadar oksigen yang rendah. Peristiwa ini disebut juga dengan hipoksia. Melansir laman Lindungi Hutan, beberapa unsur atau zat yang termasuk dalam eutrofikasi ialah seperti nitrogen dan fosfor, serta elemen lain yakni potassium, silikon, mangan, dan… Hadapi Krisis Energi, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Krisis energi bukan lagi sekadar tantangan di masa depan, namun ia telah menjadi realitas di depan mata. Ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, ketidakstabilan geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan energi telah menciptakan tekanan besar pada sistem energi global. Di Indonesia, fenomena ini terasa lewat lonjakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pemadaman listrik di beberapa wilayah, dan ketergantungan pada impor energi.  Menghadapi krisis energi yang semakin mendesak, diperlukan langkah-langkah strategis untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Artikel ini akan …

2

Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles

Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak Los Angeles County itu dimulai pada hari Selasa, 7 Januari 2025 malam hari. Kebakaran ini berlangsung selama 24 hari lamanya dan baru berhasil dipadamkan secara total pada Jumat, 31 Januari 2025. Tragedi kebakaran tersebut terjadi begitu parah, memberikan dampak yang signifikan pada kondisi infrastruktur dan masyarakat, serta mempengaruhi aktivitas di sana. Sebuah sumber bahkan menyebut bahwa Eaton Fire atau Kebakaran Eaton menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarah California.  Apa yang sebenarnya terjadi? Penyebab Kebakaran di Los Angeles  Melansir laman tempo.co, Kebakaran Eaton dimulai tepatnya di kaki bukit Hutan Nasional Angeles, Los Angeles County, dan dengan cepat melanda pemukiman penduduk di perkotaan. Kebakaran tersebut berawal dari semak belukar kering yang sudah tidak diguyur hujan selama tujuh bulan. Pada saat yang bersamaan, angin kencang juga membuat api menyebar ke daerah pemukiman, salah satunya Altadena dan Palisades. Dalam beberapa hari, kebakaran tersebut terus meluas hingga lebih dari 8.000 hektare dan berdampak terhadap 19 ribu warga setempat. Kepolisian setempat mencatat adanya korban jiwa dan bangunan terdampak dari tragedi kebakaran ini. Dikutip dari berbagai sumber, kebarakan yang melanda California Selatan selama lebih dari  tiga minggu itu telah merenggut lebih sekitar 46 korban jiwa serta menghancurkan lebih dari 10 ribu bangunan termasuk tempat tinggal. Baca juga artike lainnya : Kebakaran TPA Sampah di Indonesia Sering Terjadi, Apa Penyebab dan Solusinya? Kebakaran di Los Angeles diyakini terjadi akibat kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Cuaca yang sangat kering ditambah angin yang bertiup kencang disebut menjadi beberapa penyebab Eaton Fire dan Palisades Fire butuh waktu lama untuk dipadamkan.  Perubahan Iklim Memperparah Kondisi Kebakaran Wilayah Los Angeles dan California pada umumnya seringkali mengalami wildfire (kebakaran hutan dan lahan), terutama saat musim panas dan gugur. Frekuensi kebakaran hutan di sana pun kian meningkat dan semakin sering terjadi ditambah karena efek gabungan dari perubahan iklim dan angin Santa Ana, membuat tumbuhan sangat kering yang menciptakan kondisi ideal untuk penyebaran api. Di luar dari akibat kebakaran karena aktivitas manusia, perubahan iklim disebut-sebut ikut berperan membuat kebakaran menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya. Perubahan iklim membuat suhu udara lebih panas, mengeringkan tanah dan vegetasi lebih cepat, dengan durasi yang panjang karena hujan makin jarang terjadi. Faktor angin Santa Ana juga berperan membawa udara kering dan menurunkan kelembaban. Dengan kondisi kering yang ekstrem ditambah dengan sumber daya air yang tidak memadai, kebakaran menjadi lebih sulit dipadamkan dan berpotensi menyebar lebih luas. Melansir laman Los Angeles Regional Fire Safe Council, tercatat hampir setiap tahun kebakaran hutan melanda wilayah ini dengan intensitas dan dampak yang beragam. Sebelumnya, Kebakaran Woolsey pada November 2018, sempat menjadi kebakaran hutan paling merusak dalam sejarah Los Angeles County. Kebakaran Woosley terjadi pada 8 November 2018 dan baru dapat dipadamkan sepenuhnya pada 21 November 2018. Luas lahan terbakar saat itu mencapai 39.234 hektare, dengan kerugian mencapai $6 miliar, dilansir dari Reuters. Upaya Pemulihan Pasca Kebakaran Los Angeles Setelah apa yang terjadi, pemerintah setempat bergegas melaksanakan upaya pemulihan untuk membantu menstabilkan kondisi dan memulihkan trauma masyarakat. Upaya pemulihan kebakaran hutan di Los Angeles (dan California secara umum) melibatkan strategi jangka pendek dan panjang. Kegiatan ini melibatkan berbagai lembaga seperti pemerintah negara bagian, pemerintah kota, dan lembaga federal. Selain membersihkan puing dan tanaman yang terbakar, pembangunan ulang infrastruktur publik yang penting juga dilakukan, termasuk menyediakan bantuan darurat bagi warga terdampak. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola  emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Mengenal Eutrofikasi, Ancaman terhadap Kesehatan Ekosistem Air Ekosistem air tidak terlepas dari ancaman pencemaran polutan berbahaya yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi di wilayah perairan. Pengertian eutrofikasi merupakan proses meningkatnya kadar nutrisi di badan air seperti danau, sungai, rawa, waduk, hingga laut, sehingga membuat pertumbuhan alga (blooming) di ekosistem terdampak tidak terkendali. Peningkatan nutrisi yang di antaranya terdiri dari nitrogen dan fosfor serta berbagai unsur hara juga dapat menyebabkan perairan memiliki kadar oksigen yang rendah. Peristiwa ini disebut juga dengan hipoksia. Melansir laman Lindungi Hutan, beberapa unsur atau zat yang termasuk dalam eutrofikasi ialah seperti nitrogen dan fosfor, serta elemen lain yakni potassium, silikon, mangan, dan… Hadapi Krisis Energi, Apa Saja yang Perlu Dilakukan? Krisis energi bukan lagi sekadar tantangan di masa depan, namun ia telah menjadi realitas di depan mata. Ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, ketidakstabilan geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan energi telah menciptakan tekanan besar pada sistem energi global. Di Indonesia, fenomena ini terasa lewat lonjakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pemadaman listrik di beberapa wilayah, dan ketergantungan pada impor energi.  Menghadapi krisis energi yang semakin mendesak, diperlukan langkah-langkah strategis untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Artikel ini akan menguraikan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi dan menanggulangi krisis energi secara berkelanjutan. Diversifikasi Sumber Energi Salah satu… Business Adaptation Amid Environmental Challenges In today’s rapidly changing world, businesses are being confronted with a new kind of disruption, one that stems not from market competition or digital innovation, but from the environment itself. From extreme weather events and resource scarcity to stricter environmental regulations and shifting consumer expectations, environmental challenges are reshaping the business landscape. Businesses must not only survive amid mounting environmental pressures. They must adapt, transform, and lead. This article explores how companies across industries can strategically respond to environmental challenges while maintaining growth, relevance, and competitive advantage. Understanding the Environmental Business Imperative Environmental issues are no longer peripheral, they are… Benarkah Konsumsi Daging …

2

Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan

Dalam era urbanisasi yang semakin masif, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi komponen vital yang sering kali terpinggirkan di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur dan kawasan bisnis di perkotaan. Padahal, keberadaan RTH di wilayah perkotaan tidak hanya memiliki manfaat ekologis, tetapi juga nilai strategis dalam konteks bisnis dan keberlanjutan lingkungan.  Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan sebagai area memanjang atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka dan ditumbuhi tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Menurut undang undang (UU) nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, RTH di wilayah kota paling sedikit adalah 30 persen dari luas wilayah kota. Di kawasan perkotaan, RTH bisa berbentuk taman kota, hutan kota, jalur hijau, hingga kebun komunitas.  Mari simak, sebetulnya apa saja manfaat RTH untuk wilayah perkotaan! Meningkatkan Kualitas Lingkungan dan Daya Saing Kota Manfaat utama dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah terletak dari fungsi ekologisnya, yaitu dapat berperan sebagai paru-paru kota. Pepohonan dan tanaman hijau berperan penting dalam menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Kehadiran RTH membantu menurunkan suhu udara, menyerap air hujan untuk mencegah banjir, serta meredam kebisingan. Semua ini meningkatkan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung juga meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja di wilayah tersebut. Baca juga artikel lainnya : Aspek Penting dalam Menerapkan Inisiatif Industri Hijau Dari sisi bisnis, kota dengan kualitas lingkungan yang baik akan lebih menarik bagi investor. Perusahaan global kini semakin memperhatikan aspek ESG (Environmental, Social, and Governance) sebelum berinvestasi. Kota yang memiliki RTH memadai seringkali dinilai lebih progresif dan berkelanjutan, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada di wilayah tersebut akan lebih ‘stand out’. Mempertimbangkan aspek RTH bagi bisnis telah menjadi hal yang penting, seperti contohnya kawasan BSD City Green Office Park sebagai perkantoran hijau pertama Indonesia yang terletak di area seluas 25 hektar. Meningkatkan Nilai Properti Keberadaan RTH juga memberikan manfaat untuk meningkatkan nilai properti. Faktanya, properti yang berdekatan dengan taman kota atau jalur hijau memiliki nilai jual dan sewa yang lebih tinggi dibandingkan properti yang jauh dari elemen hijau. Ini membuka peluang investasi properti yang lebih menguntungkan, terutama di sektor perumahan dan komersial. Bagi pengembang properti, penyediaan RTH bukan hanya kewajiban regulatif, tetapi juga strategi nilai tambah. Meningkatkan kualitas lingkungan sekitar proyek akan menarik lebih banyak konsumen dengan preferensi hidup sehat dan ramah lingkungan, sekaligus memperkuat brand perusahaan sebagai pelaku bisnis yang peduli pada keberlanjutan. Meningkatkan Kesehatan dan Produktivitas Masyarakat  RTH menyediakan ruang untuk aktivitas fisik, rekreasi, dan relaksasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota yang sibuk dan padat. Akses terhadap ruang hijau terbukti menurunkan tingkat stres, meningkatkan kesehatan mental, dan mendorong gaya hidup aktif. Dalam konteks bisnis, ini berarti peningkatan produktivitas karyawan. Banyak perusahaan kini mulai melihat pentingnya desain lingkungan kerja yang terintegrasi dengan elemen hijau, seperti taman kantor, rooftop garden, atau bahkan hutan mini di lingkungan industri. Hal ini mencerminkan kesadaran bahwa kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan berjalan beriringan. Mitigasi Risiko Iklim Manfaat berikutnya dari ruang terbuka hijau adalah berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim di perkotaan. RTH membantu menyerap karbon, meredam gelombang panas, serta meningkatkan resapan air tanah. Dalam jangka panjang, ini menurunkan risiko bencana seperti banjir dan kekeringan, yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi besar. Kota-kota yang berinvestasi dalam infrastruktur hijau memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap dampak krisis iklim. Ini penting dalam strategi keberlanjutan bisnis jangka panjang, terutama bagi sektor yang sangat bergantung pada stabilitas lingkungan seperti agribisnis, pariwisata, dan manufaktur. Mendorong Inovasi dan Kolaborasi Multisektor RTH membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil. Inisiatif taman adopsi, urban farming berbasis komunitas, dan sponsor taman kota oleh perusahaan swasta adalah beberapa contoh model kemitraan yang produktif. Inovasi dalam pengelolaan RTH juga bisa didorong melalui teknologi, seperti penggunaan sensor IoT untuk memantau kelembaban tanah atau sistem irigasi pintar. Hal ini membuka pasar baru bagi startup teknologi lingkungan, menciptakan peluang ekonomi sekaligus menjawab kebutuhan kota berkelanjutan. RTH sebagai Aset Bisnis dan Lingkungan Melihat berbagai manfaat tersebut, jelas bahwa ruang terbuka hijau bukan sekadar elemen estetika kota, melainkan aset strategis yang berkontribusi pada keberlanjutan bisnis dan lingkungan. Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim dan kesehatan urban, keberadaan RTH menjadi indikator penting dalam menilai kualitas tata kota dan daya saing ekonomi sebuah wilayah. Seiring dengan keberadaan RTH, untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan dalam pengelolaan karbon dan ESG. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa… Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak Los Angeles County itu dimulai pada hari Selasa, 7 Januari 2025 malam hari. Kebakaran ini berlangsung selama 24 hari lamanya dan baru berhasil dipadamkan secara total pada Jumat, 31 Januari 2025. Tragedi kebakaran tersebut terjadi begitu parah, memberikan dampak yang signifikan pada kondisi infrastruktur dan masyarakat, serta mempengaruhi aktivitas di sana. Sebuah sumber bahkan menyebut bahwa Eaton Fire atau Kebakaran Eaton menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarah California. … Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Dalam era urbanisasi yang semakin masif, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi komponen vital yang sering kali terpinggirkan di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur dan kawasan bisnis di perkotaan. Padahal, keberadaan RTH di wilayah perkotaan tidak hanya memiliki manfaat ekologis, tetapi juga nilai …

2

Indonesia’s Company Partnership to Tackle Climate Change Issues

As the world grapples with the accelerating impacts of climate change, the role of the private sector in building climate resilience is becoming more vital than ever. Since Indonesia is a country blessed with rich natural resources but highly vulnerable to environmental risks, corporate partnerships are emerging as a strategic front line in the fight against climate change.  Read other article : Climate Change: An Unseen-Real Challenge Today, businesses realize that climate inaction brings significant risks, including operational disruptions, increased costs from resource scarcity, and reputational damage. In Indonesia, these realizations are shaping how companies design their corporate strategies—by aligning profit with purpose, including the partnership. Several Indonesian companies have taken pioneering steps to partner with national and international stakeholders in advancing climate solutions. Below are a few notable examples: Unilever Indonesia: Partnering for a Circular Economy Unilever Indonesia has long integrated sustainability into its core operations. Through partnerships with the Indonesian government, NGOs like Yayasan Greeneration Indonesia, and tech startups, the company has launched programs focused on waste reduction, plastic circularity, and carbon-neutral production. In its campaign to develop a circular plastic economy, Unilever collaborates with waste banks, local communities, and recycling firms to recover and repurpose post-consumer plastics. The company also pledged to achieve net-zero emissions across its value chain by 2039, making it one of the most ambitious corporate climate agendas in Southeast Asia. Pertamina: Greening the Energy Sector As Indonesia’s largest energy company, Pertamina plays a pivotal role in the transition toward cleaner energy. In recent years, it has formed partnerships with global renewable energy providers, universities, and government agencies to develop biofuel, geothermal, and solar energy projects. Pertamina’s collaboration with the Ministry of Energy and Mineral Resources supports the government’s target of achieving 23% renewable energy in the national energy mix by 2025. The company also signed joint ventures with international players to invest in green hydrogen and battery technologies. Indofood: Sustainable Agriculture  As one of Southeast Asia’s largest food manufacturers, Indofood has faced growing pressure to address its environmental footprint, especially related to agriculture and palm oil sourcing. To address this, Indofood has partnered with IDH – The Sustainable Trade Initiative, certification bodies like RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), and local farming cooperatives to promote climate-smart agriculture practices. These partnerships focus on reducing deforestation, improving soil health, and empowering smallholder farmers through sustainable training and resource access. Indofood’s program not only contributes to GHG reductions but also enhances rural community resilience—demonstrating how climate action and social inclusion go hand in hand. Telkom Indonesia: Driving Digital Climate Solutions Telkom Indonesia, the country’s largest telecommunications company, is leveraging its digital infrastructure to advance environmental initiatives. Through its innovation arm, Telkom has partnered with environmental tech startups and academic researchers to develop data-driven platforms for climate monitoring, energy efficiency, and smart city planning. One flagship initiative is a partnership with the Ministry of Environment and Forestry to develop an IoT-based forest fire detection system, helping prevent large-scale carbon emissions caused by land and peat fires. Telkom also collaborates with local governments to integrate green ICT solutions in urban development, showcasing how digital transformation can enable climate resilience. Ciputra Group: Building Climate-Resilient Cities In the real estate sector, Ciputra Group is leading the way in sustainable urban development. In collaboration with the Green Building Council Indonesia, UN-Habitat, and regional governments, Ciputra has integrated green design principles into its township projects, such as CitraRaya Tangerang and CitraGarden City Jakarta. These developments incorporate green infrastructure, water-sensitive urban design, and integrated public transport systems to lower emissions and enhance urban resilience. The group also supports community climate education programs and collaborates with local SMEs to develop eco-business zones, proving that sustainability can be embedded in both property development and community empowerment. Absolutely! Here’s a section showcasing Wardah Cosmetics’ efforts and partnerships to address climate change: Wardah Cosmetics: Green Innovation and Collaboration As a leading halal beauty brand in Indonesia, Wardah Cosmetics has embraced the responsibility of aligning its growth with sustainability. Recognizing the environmental challenges posed by the cosmetics industry, Wardah is forming impactful partnerships to help mitigate climate change and promote climate resilience. A cornerstone of Wardah’s sustainability journey is its collaboration with academic institutions and green chemistry researchers to develop eco-friendly product formulations. By partnering with universities such as Institut Teknologi Bandung (ITB) and research centers, Wardah is investing in innovations that minimize the use of environmentally harmful chemicals and reduce carbon footprints in raw material processing. Wardah also works with environmental NGOs like Ecoxyztem and Waste4Change to improve packaging sustainability. Together, they have launched initiatives to transition to biodegradable packaging, support refill stations, and engage consumers in responsible waste disposal education. These efforts are part of Wardah’s broader commitment to a circular economy and reduced single-use plastic dependency in the beauty sector. For companies looking to take the initiative and commit to sustainability in addressing climate change, Satuplatform is now available to support your environmental efforts. As an all-in-one solution, Satuplatform offers a wide range of services and consultations tailored for businesses across various industries. Try the  FREE DEMO  today and take the first step toward a greener future! Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa… Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak …

2

Menggunakan Parfum Semprot Berlebihan Ternyata Membahayakan Lingkungan!

Parfum merupakan salah satu produk yang penting dan digunakan sehari-hari oleh sebagian banyak orang. Baik untuk menunjang penampilan profesional maupun meningkatkan rasa percaya diri. Aroma yang ditimbulkan dari semprotan parfum sedikit disadari ternyata dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Terutama jika penggunaan parfum semprot tersebut digunakan secara berlebihan.  Di balik aroma yang menyegarkan, terdapat kandungan kimia dan proses produksi yang menyimpan potensi bahaya bagi udara, tanah, bahkan pada pemanasan global. Artikel ini mengulas lebih lanjut mengenai dampak lingkungan dari penggunaan parfum semprot berlebihan, serta solusi dan pendekatan bisnis berkelanjutan untuk mengatasinya. Kandungan Kimia Parfum Untuk dapat menyadari dampak bahaya parfum semprot, pertama-tama penting untuk memahami terlebih dahulu apa saja bahan-bahan dari parfum tersebut. Parfum yang diproduksi secara luas, umumnya mengandung bahan kimia sintetis yang tidak sepenuhnya ramah lingkungan. Banyak dari bahan kimia ini berasal dari petrokimia, yang tidak hanya membutuhkan sumber daya besar untuk diproduksi tetapi juga berkontribusi terhadap polusi. Parfum semprot (aerosol) pada umumnya memiliki berbagai kandungan bahan kimia seperti volatile organic compounds (VOCs), pelarut (solvent), propelan (biasanya berupa gas butana, isobutana, dan propana), serta berbagai senyawa sintetis untuk memberikan aroma. VOCs merupakan senyawa organik yang mudah menguap dan berkontribusi terhadap pembentukan ozon troposfer, yaitu polutan utama dalam kabut asap (smog). Selain itu, senyawa kimia dalam parfum yang disemprotkan dapat bereaksi di udara dengan nitrogen oksida (NOx). Proses ini akan meningkatkan pemanasan global dari atmosfer dalam skala mikro, terutama di kawasan perkotaan yang padat. Dampak lingkungan tidak hanya terbatas pada udara. Senyawa kimia yang mengendap di permukaan tanah atau larut dalam air limbah rumah tangga dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme tanah dan mencemari badan air. Proses Produksi Parfum Kemudian, penting untuk melihat bagaimana proses produksi parfum dilakukan. Pembuatan parfum melibatkan penggunaan energi dan air yang cukup besar, dan tidak semua perusahaan memprioritaskan keberlanjutan.  Penggunaan energi tersebut seringkali membebani sumber daya lokal dan berkontribusi terhadap degradasi lingkungan. Banyak perusahaan wewangian mulai beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan, tetapi hasilnya beragam. Beberapa perusahaan masih perlu menempuh jalan panjang untuk dapat lebih berkelanjutan secara lingkungan. Kemasan dan Limbah Parfum Seiring dengan proses produksinya, kemasan parfum menjadi perhatian khusus. Banyak botol parfum terbuat dari kaca, yang dapat didaur ulang, tetapi banyak yang masih dibuat dalam kemasan plastik yang jarang didaur ulang dan hanya berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).  Bagaimana orang-orang menggunakan dan membuang kemasan parfum mempengaruhi lingkungan. Menggunakan parfum secara berlebihan dapat menyebabkan pembelian yang lebih sering, yang meningkatkan produksi dan limbah kemasan. Selain itu, pembuangan yang tidak tepat dapat menjadi masalah. Ketika parfum dibuang, bahan kimia yang dikandungnya dapat meresap ke dalam tanah dan sistem air. Kontaminasi ini dapat membahayakan satwa liar dan mengganggu ekosistem. Hal ini menjadi concern tersendiri, termasuk bagaimana parfum semprot juga menyumbang kontribusi terhadap sejumlah sampah yang masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang harus diselesaikan. Baca juga artikel lainnya : Waspada Produksi Jejak Karbon dari Limbah Rumah Tangga Aerosol dan Jejak Karbon Aerosol dalam parfum semprot, yang merupakan partikel padat atau cair yang tersuspensi di dalam gas, secara signifikan memiliki dampak terhadap jejak karbon. Meskipun tampak kecil dan ringan, satu kaleng parfum semprot menyumbang emisi karbon yang tidak sedikit. Proses produksi, pengemasan, distribusi, hingga penggunaan akhir, semuanya menyumbang pada total jejak karbon produk tersebut. Dalam konteks keberlanjutan, penting bagi konsumen dan produsen untuk mempertimbangkan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, penggunaan parfum dalam bentuk roll-on, stik, atau pump spray tanpa gas propelan dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan. Di sisi lain, produsen dapat memilih bahan baku yang bersumber secara berkelanjutan, menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang, serta mengadopsi energi terbarukan dalam proses produksinya. Langkah-langkah kecil ini, jika dilakukan secara kolektif, dapat membantu menekan jejak karbon industri kosmetik dan menjaga kualitas udara di lingkungan kita. Tanggung Jawab Perusahaan dan Konsumen Perusahaan produsen parfum memiliki tanggung jawab besar untuk mengembangkan produk yang lebih ramah lingkungan. Ini mencakup reformulasi kandungan bahan, penggunaan propelan alami, serta pengemasan daur ulang. Beberapa brand telah berinovasi dengan mengeluarkan parfum dalam bentuk non-aerosol seperti parfum padat atau roller, yang memiliki jejak karbon lebih rendah. Di sisi lain, konsumen juga memiliki peran penting. Kesadaran untuk menggunakan parfum secara bijak mengurangi emisi VOC secara signifikan. Bagi perusahaan yang peduli pada keberlanjutan, saat telah hadir Satuplatform sebagai all-in-one solution yang menyediakan berbagai layanan pengelolaan karbon, penyusunan sustainability report dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di suatu daerah. Melalui perencanaan yang matang serta kebijakan yang adil, urbanisasi seharusnya dapat mendorong banyak keuntungan bagi kemajuan daerah maupun masyarakat yang melakukannya, salah satunya membuka peluang ekonomi yang signifikan. Di banyak negara, urbanisasi berhasil menciptakan kota-kota maju yang menjadikannya pusat industri dan perekonomian dunia. Akan tetapi, urbanisasi juga menyimpan kerugian dengan lingkungan dan alam menjadi salah satu yang terdampak.  Bagaimana urbanisasi memberikan dampaknya terhadap keseimbangan alam? Baca juga artikel lainnya : Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Faktor Terjadinya Urbanisasi Urbanisasi pada dasarnya bisa… Perubahan Iklim Di Balik Kebakaran Besar di Los Angeles Ingatkah kamu pada kebakaran hebat yang melanda hutan di Kota Los Angeles, California, Amerika Serikat pada awal tahun 2025 lalu? Dikenal sebagai Eaton Fire, tragedi kebakaran hutan yang sangat merusak Los Angeles County itu dimulai pada hari Selasa, 7 Januari 2025 malam hari. Kebakaran ini berlangsung selama 24 hari lamanya dan baru berhasil dipadamkan secara total pada Jumat, 31 Januari 2025. Tragedi kebakaran tersebut terjadi begitu parah, memberikan dampak yang signifikan pada kondisi infrastruktur dan masyarakat, serta mempengaruhi aktivitas di sana. Sebuah sumber bahkan menyebut bahwa Eaton Fire atau Kebakaran Eaton menjadi salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarah California. … Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Dalam era urbanisasi yang semakin masif, ruang terbuka hijau (RTH) menjadi komponen vital yang sering kali terpinggirkan di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur dan kawasan bisnis di perkotaan. Padahal, keberadaan RTH di wilayah perkotaan tidak hanya memiliki manfaat ekologis, tetapi juga nilai strategis dalam konteks bisnis dan keberlanjutan lingkungan.  Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan sebagai area memanjang atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat …

2

Inisiatif Brand Minyak Goreng untuk Keberlanjutan Lingkungan

Industri minyak goreng yang berbahan dasar kelapa sawit, memiliki hubungan erat dengan isu keberlanjutan lingkungan. Ancaman kerusakan lingkungan, limbah, sampai dengan perubahan iklim menjadi diskursus tersendiri yang penting. Seiring meningkatnya kesadaran konsumen dan tuntutan global terhadap praktik ramah lingkungan, berbagai brand minyak goreng di Indonesia mulai mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa produk mereka tidak hanya aman dikonsumsi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai contoh brand minyak goreng yang telah melakukan inisiatif untuk produksi yang lebih memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Minyak Goreng Bimoli Bimoli merupakan salah satu merek minyak goreng ternama yang banyak digunakan di Indonesia. Bimoli diproduksi oleh PT Salim Ivomas Pratama Tbk, yang tergabung dalam Grup Indofood. Perusahaan ini merupakan salah satu pelaku utama dalam industri kelapa sawit di Indonesia yang kini mulai menunjukkan kepeduliannya terhadap keberlanjutan lingkungan. Sebagai bagian dari tanggung jawabnya terhadap lingkungan dan sosial, PT Salim Ivomas Pratama telah mengadopsi berbagai kebijakan dan inisiatif keberlanjutan untuk memastikan operasionalnya tidak merugikan lingkungan maupun masyarakat sekitar. Salah satu inisiatif utama yang diterapkan adalah kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation). Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah pembukaan hutan primer, pengembangan lahan gambut, serta segala bentuk eksploitasi terhadap pekerja dan komunitas lokal. Selain itu, perusahaan juga telah memperoleh Sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai bentuk kepatuhan terhadap standar keberlanjutan nasional. Dalam hal pemberdayaan, perusahaan membangun kemitraan dengan petani plasma guna meningkatkan produktivitas tanpa perlu melakukan ekspansi lahan. Baca juga artikel lainnya : Benarkah Produksi Minyak Goreng Berdampak Buruk bagi Keberlanjutan Lingkungan? Dari segi produksi minyak goreng, Bimoli telah menerapkan sistem traceability to mill, yaitu sistem pelacakan tandan buah segar (TBS) dari kebun ke pabrik pengolahan. Upaya ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam rantai pasoknya. Saat ini, perusahaan juga sedang mengembangkan sistem traceability to plantation yang memungkinkan pelacakan hingga ke tingkat perkebunan, guna memperkuat komitmen terhadap praktik pertanian yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Minyak Goreng Tropical Brand minyak goreng berikutnya yang juga telah mengambil inisiatif pada keberlanjutan lingkungan adalah Tropical. Produk minyak goreng dari Wilmar International ini mengadopsi berbagai kebijakan untuk memastikan bahwa seluruh rantai pasoknya berjalan secara bertanggung jawab, baik terhadap lingkungan maupun masyarakat. Sama halnya seperti brand Bimoli, minyak goreng Tropical dari Wilmar juga telah menerapkan rantai pasok yang 100% sesuai dengan prinsip NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation). Di samping itu, Wilmar juga telah mengambil langkah lebih konkret dengan menyediakan grievance procedure sebagai mekanisme pengaduan terbuka atau sarana bagi pihak-pihak yang ingin melaporkan pelanggaran lingkungan atau sosial. Dari hal ini, Wilmar secara serius ingin agar produksi minyak gorengnya tidak sampai mencederai lingkungan dan masyarakat. Dari segi teknologi, Wilmar telah mengimplementasikan teknologi GIS (Geographic Information System) digunakan untuk memantau tutupan lahan dan mendeteksi risiko deforestasi dari para pemasok. Penggunaan teknologi ini membantu perusahaan dalam mengambil langkah preventif terhadap potensi kerusakan lingkungan. Minyak Goreng Filma Minyak goreng Filma yang diproduksi dari PT SMART Tbk (bagian dari Sinar Mas Agribusiness and Food), juga telah mengambil langkah inisiatif untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Perusahaan ini mengimplementasikan berbagai kebijakan keberlanjutan yang tertuang dalam GSEP (Golden Agri-Resources Social and Environmental Policy). Kebijakan ini mencakup perlindungan hutan, penerapan praktek agronomi yang ramah lingkungan, serta penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat di sekitar wilayah operasional. Dalam pelaksanaan kebijakan keberlanjutan tersebut, PT SMART Tbk menggunakan pendekatan High Carbon Stock (HCS) untuk menentukan lahan yang layak dikembangkan. Pendekatan ini membantu perusahaan dalam mengidentifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi yang harus dijaga dan dilindungi dari pembukaan lahan. Selain itu, perusahaan telah memperoleh sertifikasi dari dua skema keberlanjutan penting, yaitu RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), sebagai bukti komitmen produksi minyak goreng kelapa sawit yang lebih berwawasan berkelanjutan lingkungan. Minyak Goreng Sunco Salah satu brand minyak goreng ternama di Indonesia adalah Sunco. Brand keluaran PT Tunas Baru Lampung Tbk, yang merupakan bagian dari Grup Sungai Budi, kini menunjukkan inisiatif keberlanjutan lingkungan. Sebagai produsen minyak sawit, perusahaan ini berupaya untuk menerapkan praktik operasional yang lebih ‘hijau’, terutama di sektor hilir melalui efisiensi proses produksi dan pengelolaan limbah. Perusahaan ini memanfaatkan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk menghasilkan biogas, yang kemudian dapat digunakan kembali sebagai sumber energi terbarukan. Komitmen terhadap keberlanjutan ini juga ditunjukkan melalui perolehan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk perkebunan inti milik perusahaan, sebagai bukti kepatuhan terhadap standar nasional dalam pengelolaan lingkungan dan sosial. Perusahaan minyak goreng Sunco juga mengembangkan sistem Closed-Loop Water Recycling yang memungkinkan air limbah dari proses produksi diolah dan digunakan kembali secara berulang. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi air bersih sekaligus menekan jumlah limbah cair yang dibuang ke lingkungan.  Minyak Goreng Sawit Merek 365 Ekolabel Mungkin belum banyak yang mengetahui minyak goreng sawit Merek 365 Ekolable yang diluncurkan oleh SuperIndo. Minyak goreng ini merupakan salah satu produk ramah lingkungan yang didedikasikan oleh perusahaan Superindo (bagian dari grup ritel internasional Ahold Delhaize). Dalam upaya memastikan bahwa produk ini memenuhi standar keberlanjutan, Super Indo mengambil langkah utama dengan mengadopsi penggunaan minyak sawit bersertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) berbasis skema Mass Balance. Dari skema ini, minyak goreng yang dihasilkan adalah pencampuran antara minyak sawit berkelanjutan dan non-berkelanjutan secara proporsional, namun tetap terverifikasi.  Di samping itu, SuperIndo juga mengimplementasikan sistem Responsible Sourcing, yang mencakup prosedur pemilihan dan pengawasan bahan baku secara etis dan berkelanjutan. Semua upaya ini dilaporkan secara transparan melalui laporan keberlanjutan grup Ahold Delhaize, yang memuat informasi mengenai kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan secara menyeluruh. Dari berbagai brand minyak goreng tersebut, memperlihatkan bahwa industri minyak goreng juga dapat bergerak ke arah yang lebih berkelanjutan melalui pendekatan yang beragam. Untuk perusahaan yang ingin mengambil langkah inisiatif untuk komitmen keberlanjutan lingkungan, kini telah hadir Satuplatform yang dapat membantu perhitungan emisi karbon dan membantu menerapkan inisiatif keberlanjutan lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one climate management solutions, Satuplatform menyediakan berbagai layanan pengelolaan karbon, penyusunan sustainability report dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Urbanisasi dan Dampaknya terhadap Keseimbangan Alam Urbanisasi hadir sebagai sebuah solusi dalam mendukung pemerataan pembangunan yang menyeluruh dan tidak terbatas di …