Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi

Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini.

Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK global pada 2010.

Metana yang secara alami berasal dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi, merupakan sumber utama emisi GRK di sektor ini. Kemudian diikuti oleh emisi langsung dan tidak langsung dari produksi pakan, serta emisi metana dan nitrogen dioksida dari pupuk kandang.

Ilmuwan menyebut bahwa emisi GRK berupa metana dan nitrogen oksida memiliki kemampuan memerangkap lebih banyak panas per molekul daripada karbon dioksida. Dengan demikian, kondisi ini akan dapat memiliki dampak pemanasan yang lebih besar dan memberi pengaruh signifikan terhadap kondisi iklim.

Baca Juga: Upaya Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Tantangan Produksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan

Industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca dari sumber yang beragam. Beberapa di antaranya ialah:

Produksi Metana dari Pencernaan Ruminansia

Hewan ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing menghasilkan metana (CH4) selama proses pencernaan mereka. Metana adalah gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida (CO2).

Gas metana yang berasal dari sapi umumnya dikeluarkan melalui flatulensi dan sendawa. Flatulensi sapi menyumbang lebih dari 90 persen metana enterik dari sapi. Meski begitu, metana dari sendawa sapi juga menghasilkan jumlah emisi yang besar, sekitar 4 persen dari gas rumah kaca yang memerangkap panas di bumi.

Emisi dari Manajemen Pupuk Kandang

Pupuk kandang yang tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan emisi metana dan dinitrogen oksida (N2O), gas rumah kaca yang sangat kuat. Sistem pengelolaan pupuk kandang yang berbeda dapat menghasilkan tingkat emisi yang berbeda pula. Emisi metana biasanya akan paling tinggi konsentrasinya saat pupuk kandang disimpan dalam sistem cair seperti kolam pupuk kandang.

Penggunaan Lahan dan Deforestasi

Pembukaan dan perluasan lahan untuk padang rumput dan produksi pakan ternak sering kali melibatkan deforestasi, yang mengurangi kemampuan hutan menyerap CO2 dari atmosfer. Alih fungsi hutan yang tidak terkendali juga dapat membuat hutan melepaskan simpanan karbon dioksida yang besar dalam biomassa dan tanah.

Produksi dan Transportasi Pakan Ternak

Proses produksi pakan ternak, termasuk penanaman, pemrosesan, dan transportasi, juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.

Pembuatan pupuk dan input pertanian lainnya menghasilkan emisi karbon dioksida. Sedangkan pemupukan tanaman menghasilkan emisi nitrogen oksida. Ada juga sejumlah kecil emisi yang terkait dengan pengangkutan dan pemrosesan pakan.

Energi dan Sumber Daya yang Digunakan dalam Peternakan

Penggunaan energi dalam berbagai kegiatan peternakan, termasuk pengangkutan, pendinginan, dan operasi peternakan lainnya, juga menyumbang emisi karbon

Peternakan membutuhkan air sebesar 20% hingga 33% konsumsi air tawar dunia. Belum lagi pemeliharaan ternak atau makanan ternak menggunakan sepertiga daratan dunia yang tidak tertutup es.

Baca Juga: 3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca

Solusi Mengatasi Timbulnya Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan

Dengan berbagai tantangan yang ada, FAO menyatakan, sangat penting untuk memetakan jalur guna menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem peternakan dunia. Terlebih, saat ini dunia menghadapi pertumbuhan populasi global dan proyeksi peningkatan permintaan kebutuhan akan produk hewani ternak darat sebesar 20 persen pada tahun 2050.

Perbaikan yang dapat dilakukan dalam hal ini, seperti beralih ke penggunaan pakan yang lebih efisien dan berkualitas tinggi yang dapat mengurangi produksi metana dari pencernaan ruminansia, menerapkan teknologi pengolahan pupuk kandang yang efektif, seperti biogas dan kompos, dapat mengurangi emisi metana dan dinitrogen oksida. 

Selain itu juga, sektor peternakan perlu berbenah dengan mengadopsi praktik pertanian yang berkelanjutan seperti rotasi padang rumput, agroforestri, dan penanaman tanaman penutup tanah. Bertujuan membantu menjaga keseimbangan karbon di tanah dan mengurangi emisi dari penggunaan lahan.

Dalam hal penggunaan energi, energi fosil dapat dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan dalam operasi peternakan dapat mengurangi emisi karbon. Mengurangi emisi karbon dari industri peternakan adalah tantangan yang kompleks tetapi penting dalam upaya global untuk melawan perubahan iklim.

Similar Article