Kentut Sapi dan Pemanasan Global

Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi

Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK global pada 2010. Metana yang secara alami berasal dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi, merupakan sumber utama emisi GRK di sektor ini. Kemudian diikuti oleh emisi langsung dan tidak langsung dari produksi pakan, serta emisi metana dan nitrogen dioksida dari pupuk kandang. Ilmuwan menyebut bahwa emisi GRK berupa metana dan nitrogen oksida memiliki kemampuan memerangkap lebih banyak panas per molekul daripada karbon dioksida. Dengan demikian, kondisi ini akan dapat memiliki dampak pemanasan yang lebih besar dan memberi pengaruh signifikan terhadap kondisi iklim. Baca Juga: Upaya Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Tantangan Produksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan Industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca dari sumber yang beragam. Beberapa di antaranya ialah: Produksi Metana dari Pencernaan Ruminansia Hewan ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing menghasilkan metana (CH4) selama proses pencernaan mereka. Metana adalah gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida (CO2). Gas metana yang berasal dari sapi umumnya dikeluarkan melalui flatulensi dan sendawa. Flatulensi sapi menyumbang lebih dari 90 persen metana enterik dari sapi. Meski begitu, metana dari sendawa sapi juga menghasilkan jumlah emisi yang besar, sekitar 4 persen dari gas rumah kaca yang memerangkap panas di bumi. Emisi dari Manajemen Pupuk Kandang Pupuk kandang yang tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan emisi metana dan dinitrogen oksida (N2O), gas rumah kaca yang sangat kuat. Sistem pengelolaan pupuk kandang yang berbeda dapat menghasilkan tingkat emisi yang berbeda pula. Emisi metana biasanya akan paling tinggi konsentrasinya saat pupuk kandang disimpan dalam sistem cair seperti kolam pupuk kandang. Penggunaan Lahan dan Deforestasi Pembukaan dan perluasan lahan untuk padang rumput dan produksi pakan ternak sering kali melibatkan deforestasi, yang mengurangi kemampuan hutan menyerap CO2 dari atmosfer. Alih fungsi hutan yang tidak terkendali juga dapat membuat hutan melepaskan simpanan karbon dioksida yang besar dalam biomassa dan tanah. Produksi dan Transportasi Pakan Ternak Proses produksi pakan ternak, termasuk penanaman, pemrosesan, dan transportasi, juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Pembuatan pupuk dan input pertanian lainnya menghasilkan emisi karbon dioksida. Sedangkan pemupukan tanaman menghasilkan emisi nitrogen oksida. Ada juga sejumlah kecil emisi yang terkait dengan pengangkutan dan pemrosesan pakan. Energi dan Sumber Daya yang Digunakan dalam Peternakan Penggunaan energi dalam berbagai kegiatan peternakan, termasuk pengangkutan, pendinginan, dan operasi peternakan lainnya, juga menyumbang emisi karbon Peternakan membutuhkan air sebesar 20% hingga 33% konsumsi air tawar dunia. Belum lagi pemeliharaan ternak atau makanan ternak menggunakan sepertiga daratan dunia yang tidak tertutup es. Baca Juga: 3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca Solusi Mengatasi Timbulnya Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan Dengan berbagai tantangan yang ada, FAO menyatakan, sangat penting untuk memetakan jalur guna menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem peternakan dunia. Terlebih, saat ini dunia menghadapi pertumbuhan populasi global dan proyeksi peningkatan permintaan kebutuhan akan produk hewani ternak darat sebesar 20 persen pada tahun 2050. Perbaikan yang dapat dilakukan dalam hal ini, seperti beralih ke penggunaan pakan yang lebih efisien dan berkualitas tinggi yang dapat mengurangi produksi metana dari pencernaan ruminansia, menerapkan teknologi pengolahan pupuk kandang yang efektif, seperti biogas dan kompos, dapat mengurangi emisi metana dan dinitrogen oksida.  Selain itu juga, sektor peternakan perlu berbenah dengan mengadopsi praktik pertanian yang berkelanjutan seperti rotasi padang rumput, agroforestri, dan penanaman tanaman penutup tanah. Bertujuan membantu menjaga keseimbangan karbon di tanah dan mengurangi emisi dari penggunaan lahan. Dalam hal penggunaan energi, energi fosil dapat dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan dalam operasi peternakan dapat mengurangi emisi karbon. Mengurangi emisi karbon dari industri peternakan adalah tantangan yang kompleks tetapi penting dalam upaya global untuk melawan perubahan iklim. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon AgriTech – Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrem. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Baca Juga: Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how …

StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon

StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon

AgriTech – Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrem. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Baca Juga: Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian memiliki peran yang penting dalam menjaga pasokan pangan di seluruh dunia. Namun demikian, aktivitas pertanian juga perlu untuk mengindahkan kaidah yang ramah lingkungan agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi iklim. Proses menanam komoditas pertanian yang menggunakan bahan aktif pestisida kimia adalah salah satu contoh praktik pertanian yang dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca pemicu perubahan iklim. Belum lagi, jika komoditas pertanian didistribusikan dari lokasi yang jauh, maka emisi karbon dari transportasi adalah ‘harga’ yang perlu ditanggung oleh lingkungan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa proses produksi makanan adalah penyumbang sekitar seperempat emisi gas rumah kaca dunia saat ini.  Baca Juga: Upaya Mengurangi Emisi Karbon di Wilayah Perkotaan Pentingnya Pertanian yang Berkelanjutan Dengan realita praktik pertanian saat ini, maka diperlukan upaya untuk mendorong aktivitas pertanian yang lebih berkelanjutan. Hal ini penting untuk dilakukan agar dampak terhadap lingkungan dapat dikendalikan. Pertanian yang berkelanjutan juga penting agar kualitas dan komoditas dapat terjamin ketersediaannya. Sehingga produksi pangan lokal dapat diutamakan tanpa menambah laju transportasi yang berpotensi menimbulkan dampak emisi karbon. Berbagai pertimbangan tersebut kini mulai ditanggapi dengan serius oleh berbagai pihak, terutama oleh orang-orang yang membangun perusahaan rintisan (start up). Didukung dengan inovasi dan teknologi beberapa start up agritech telah muncul untuk mendukung strategi pertanian berkelanjutan.  AgriTech GREENS Salah satu startup agritech yang memiliki ambisi untuk membangun pertanian berkelanjutan adalah GREENS. Agritech yang didirikan oleh Andi Sie, Geraldi Tjoa, dan Erwin Gunawan ini berhasil membangun teknologi yang bernama Controlled Environment Agriculture (CEA) dengan inovasi teknologi agrikultur berbentuk pod (GREENS pod).  Inovasi yang dihadirkan oleh GREENS mampu menciptakan sistem penanaman dalam ruangan yang terintegrasi dengan blockchain, artificial intelligence (AI), dan internet of things (IoT). Dengan teknologi ini, waktu panen dapat dipersingkat hingga 50%.  AgriTech EdenFarm Agritech berikutnya yang juga berfokus pada bidang pertanian dan pangan adalah EdenFarm. Dengan menyadari bahwa food waste secara global menimbulkan 4,4 giga ton emisi karbon, maka EdenFarm melihat bahwa isu food waste tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan ini, EdenFarm hadir sebagai startup yang berfokus pada kolaborasi B2B untuk membangun strategi yang berkelanjutan. Seperti contohnya, kolaborasi antara EdenFarm dengan FCI (Food Cycle Indonesia) dan Campaign, untuk membuat kampanye di aplikasi Campaign bertajuk #ForChange yang mengedukasi dan menggerakkan masyarakat untuk tidak membuang-buang makanan. Seiring dengan kampanye tersebut, EdenFarm juga melakukan dukungan teknologi berupa ‘cold humidifier’ yang memastikan alur distribusi pangan berjalan secara efektif. Dengan demikian, produk pangan akan tetap segar sampai ke pelanggan sehingga dapat mencegah food loss. AgriTech Neutura Agritech berikutnya yang juga berfokus pada strategi pertanian berkelanjutan adalah Neutura. Inisiatif yang dilakukan Neutura adalah melalui pengembangan proyek penyerapan karbon berbasis biochar. Biochar sendiri merupakan bahan bakar berbentuk arang yang dihasilkan dari limbah pertanian. Proses pembentukan biochar adalah melalui proses pirolisis, di mana limbah pertanian dibakar dalam kondisi tanpa oksigen atau anaerobik. Ketika telah diproses menjadi arang biochar, manfaat yang dihasilkan dari biochar ini sangat banyak. Jika diaplikasikan pada tanah, dapat meningkatkan kesuburan tanah. Secara lebih lanjut, Neutura mengungkapkan bahwa biochar sanggup mengunci karbon di dalam tanah hingga lebih dari 500 tahun. Seiring dengan bermunculannya kesadaran untuk menangani isu perubahan iklim dan emisi karbon, Satuplatform hadir sebagai all-in-one solution yang memberikan simulasi perhitungan emisi bagi perusahaan. Coba FREE DEMO dari Satuplatform sekarang juga, untuk dukung praktik berkelanjutan perusahaan Anda! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation… Memperkuat Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan …

Satuplatform Dalam Penilaian Aspek Rantai Supply Perusahaan

Digital Transformation to Support Environmental Sustainability

In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and diverting energy from less valuable activities. For example, smart grids use IoT sensors to manage energy distribution more efficiently, reducing energy waste and minimizing carbon footprints. Similarly, AI-driven predictive maintenance can extend the life of machinery, reducing the need for replacement and the associated environmental impact. Promoting Sustainable Practices Digital transformation also drives sustainable practices that can be applied across industries. For example, in agriculture, precision farming technologies use data from satellite imagery, soil sensors, and weather forecasts to optimize the use of water, fertilizers, and pesticides. This not only increases crop yields but also minimizes environmental damage.  Another example is in manufacturing, where digital twins—virtual replicas of physical assets—allow for real-time monitoring and optimization of production processes, resulting in reduced energy consumption and waste. Read More: ESG Trends 2023: Sustainability Efforts in Driving Business Enabling Circular Economy Models The concept of a circular economy, which aims to eliminate waste and promote the continual use of resources, is gaining traction thanks to digital transformation. Using digital platforms facilitates the sharing economy, where products and services are shared among users, reducing the need for new products and lowering resource consumption.  Besides, online platforms and apps can educate consumers about sustainable practices and circular economy principles, such as the sharing economy, where consumers rent, share, or lease products instead of owning them. These digital innovations support the transition from a linear to a circular economy, significantly impacting sustainability. Key Technologies Driving Digital Transformation There are several key technologies that commonly applied nowadays to drive the digital transformation and impacting positively to the environmental sustainability: IoT technology is essential for environmental sustainability, offering real-time data on resource usage and environmental conditions. Smart sensors can track air and water quality, monitor wildlife, and manage energy use in buildings and cities. This collected data can guide policy decisions, enhance resource management, and reduce environmental risks. AI and machine learning algorithms can process extensive data to detect patterns and make predictions that aid sustainability efforts. For instance, AI can streamline supply chains to lower emissions, forecast equipment failures to minimize resource waste, and interpret climate data to enhance environmental research and policy-making. Big data analytics empowers organizations to make well-informed decisions using extensive data sets. In environmental sustainability, big data can aid in tracking and reducing greenhouse gas emissions, optimizing resource usage, and pinpointing areas for improvement in sustainability efforts. By utilizing big data, businesses and governments can devise targeted strategies to tackle environmental challenges. Challenges and Future Directions Looking ahead, the continued advancement of digital technologies will play a crucial role in achieving global sustainability goals. Innovations in AI, IoT, and other technologies will further enhance our ability to monitor, manage, and mitigate environmental impacts.  While digital transformation offers significant opportunities for environmental sustainability, it also presents challenges. Data privacy and security concerns, the digital divide, and the environmental impact of producing and disposing of digital devices are important considerations.  Addressing these challenges requires a collaborative effort from governments, businesses, and society. But all of this effort is worth it considering digital transformation will help in many ways to build a more sustainable and resilient future for generations to come For companies that aim to support the sustainable environment, the advanced technology has allowed companies to explore ESG and carbon consulting on Satuplatform provide all-in-one solutions to. Try the FREE DEMO now! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is …

3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca

Memperkuat Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan

Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari dampak perubahan iklim. Salah satunya ialah hutan yang mampu mitigasi pemanasan global melalui berbagai fungsinya. Hutan dapat membantu memperlambat laju perubahan iklim dengan menyerap gas rumah kaca, utamanya karbon dioksida (CO2), dari atmosfer kemudian menyimpannya. Melalui proses fotosintesis, hutan mengubah CO2 yang diserap menjadi oksigen dan biomassa yang lebih berguna. Mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di alam. Baca Juga: Hutan Konservasi: Pengertian, Manfaat, hingga Contohnya Hutan dan Perannya dalam Mengatasi Perubahan Iklim Hutan memiliki peran yang penting dalam perubahan iklim. Hutan dapat menyerap emisi karbon dalam jumlah yang besar, kemudian menyimpannya dalam bentuk biomassa hutan.  Karbon yang tersimpan dalam pohon dan tanah hutan dapat bertahan selama ratusan hingga ribuan tahun. Dilansir dari laman World Resources Institute, berdasarkan penelitian oleh Nature Climate Change yang terbit tahun 2021, hutan di dunia menyerap sekitar dua kali lebih banyak karbon dioksida daripada yang dilepaskannya. Dengan kata lain, hutan menyediakan “penyerap karbon” yang menyerap 7,6 miliar metrik ton CO2 per tahun. Kemampuan alami yang dimiliki hutan dalam menyerap karbon, tentunya bergantung pada jenis hutan dan kondisi lingkungannya. Semakin asri sebuah wilayah hutan, maka semakin kuat pula perannya dalam membantu memitigasi pemanasan global.  Sayangnya, peristiwa deforestasi dan degradasi lahan hutan merupakan ancaman yang dapat mengurangi fungsi hutan. Sejak tahun 1990, diperkirakan 420 juta hektar hutan telah hilang akibat kegiatan alih fungsi lahan, dengan 10 juta hektar lahan mengalami deforestasi setiap tahunnya, antara tahun 2015 dan 2020. Kondisi ini dapat menjadikan hutan sebagai sumber karbon, alih-alih penyerap karbon, jika melepaskan lebih banyak karbon daripada yang diserapnya. Oleh karena itu, mencegah penebangan hutan (deforestasi) menjadi upaya yang bisa dilakukan juga untuk mengurangi emisi CO2 yang terjadi ketika hutan ditebang dan dibakar. Reboisasi dan aforestasi (penanaman hutan baru) akan meningkatkan kapasitas penyerap karbon global dan memperbaiki ekosistem yang terdegradasi.  Baca Juga: Ancaman yang Bisa Timbul dari Tindakan Pembabatan Hutan Papua Melestarikan Hutan Konservasi dalam Mengatasi Perubahan Iklim  Hutan konservasi adalah jenis hutan yang ditetapkan untuk tujuan perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati, ekosistem, dan jasa lingkungan. Hutan ini dikelola dengan pendekatan yang memastikan keberlanjutan dan perlindungan terhadap flora, fauna, dan ekosistem di dalamnya. Melalui aktivitas tersebut, serangkaian upaya dan strategi yang bertujuan untuk melindungi, mengelola, dan memulihkan hutan dilakukan, agar dapat terus memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Selain demi mencegah penebangan hutan yang tidak terkendali dan memaksimalkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon alami, hadirnya hutan konservasi juga penting untuk membantu menahan air hujan dan mengurangi limpasan permukaan. Membantu mencegah banjir dan mengisi ulang sumber air tanah. Konservasi hutan adalah upaya penting untuk melindungi ekosistem hutan yang vital bagi kehidupan di bumi. Melalui perlindungan, pengelolaan berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat, hutan dapat terus memberikan manfaat lingkungan, ekonomi, dan sosial yang tak ternilai. Memaksimalkan Restorasi Hutan dalam Memerangi Perubahan Iklim  Restorasi hutan adalah upaya untuk memulihkan ekosistem hutan yang telah rusak atau terdegradasi agar dapat kembali ke kondisi alami atau mendekati kondisi alaminya. Proses ini melibatkan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi ekosistem hutan. Tujuan utama dari aksi ini ialah mengembalikan fungsi ekologis hutan. Selain sebagai media alami penyerapan karbon, pengaturan siklus air, dan pengurangan erosi, hutan juga menyediakan habitat untuk berbagai spesies flora dan fauna tumbuh dan lestari. Jika hutan rusak, fungsinya akan terganggu dan ekosistem beserta penghuni di dalamnya dapat terancam keberlangsungan hidupnya. Sebuah studi yang dimuat oleh Mongabay menemukan bahwa hutan berpotensi menyimpan 226 miliar metrik ton karbon jika dilindungi dan dipulihkan. Angka tersebut setara dengan sekitar sepertiga dari kelebihan emisi sejak industrialisasi. Potensi ini disebut dapat dicapai apabila hutan tetap lestari hingga mencapai kematangannya. Restorasi hutan menjadi bentuk khusus dari reboisasi. Metode yang bisa dilakukan ialah dengan mendukung regenerasi alami hutan dan melindunginya dari gangguan manusia dan hewan yang dapat merusak, melakukan penanaman bibit pohon di area target, hingga menerapkan pertanian berbasis hutan seperti menanam pohon bersama tanaman pangan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Berkontribusi Terhadap Keberlanjutan Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam perubahan menuju keberlanjutan. Salah satunya dengan melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya …

Melihat Penerapan Konsep Keberlanjutan pada Euro 2024

Melihat Penerapan Konsep Keberlanjutan pada Euro 2024

Ada yang menarik dari ajang sepak bola terbesar Eropa, yakni Euro 2024, yang baru saja selesai diselenggarakan pada 14 Juni sampai 14 Juli 2024 lalu. Sebab, penyelenggaraannya disebut berjalan dengan turut menerapkan konsep keberlanjutan melalui strategi Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola atau ESG. Target yang dibuat oleh Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) ini telah diatur sejak proses penawaran berlangsung 4 tahun yang lalu. Penerapannya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang topik keberlanjutan sosial dan lingkungan melalui penyelenggaraan sepak bola yang dikenal dapat mengundang minat besar.  Baca Juga: 5 Alasan Wujudkan Laporan Keberlanjutan yang Terintegrasi bersama Satuplatform Euro 2024, yang bertuan rumahkan Jerman, berkomitmen untuk menerapkan berbagai inisiatif keberlanjutan dalam pelaksanaannya. Lalu, apa saja aspek-aspek keberlanjutan yang disasar pada Euro 2024. Berikut ini ialah beberapa aspek yang diperhatikan untuk memastikan turnamen ini ramah lingkungan, di antaranya: 1. Keberlanjutan dalam Pengurangan Emisi Karbon Dilansir dari laman resmi UEFA, Euro 2024 akan berupaya mengurangi jejak karbon turnamen melalui berbagai cara.  Di antaranya ialah dengan melakukan penyesuaian jadwal pertandingan, penyediaan transportasi yang efisien dan ramah lingkungan untuk penggemar, pemain, dan staf, insentif transportasi, serta pengukuran jejak karbon. Dengan membuat jadwal se-berkelanjutan mungkin tanpa mengorbankan keadilan, hal ini diharapkan dapat sangat mengurangi jumlah perjalanan bagi tim dan penggemar. Euro 2024 direncanakan menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih sedikit daripada Piala Dunia di Qatar – sekitar 490.000 ton dibandingkan dengan perkiraan 3,63 miliar dua tahun lalu.  2. Keberlanjutan dalam Pengelolaan Energi dan Infrastruktur Berkelanjutan Stadion dan fasilitas yang digunakan di Euro 2024 akan memaksimalkan efisiensi dalam konsumsi energi dan air. Ini termasuk menggunakan sumber energi terbarukan untuk menyalakan stadion dan fasilitas terkait, termasuk panel surya dan turbin angin. Upaya lainnya yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan air yakni melalui pengelolaan grey water atau air limbah rumah tangga yang tidak terkontaminasi limbah.  3. Implementasi Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Keberlanjutan Penanganan sampah guna metode ekonomi sirkular, menjadi langkah yang dipilih untuk memaksimalkan aksi keberlanjutan yang dirancang. Timbulan sampah yang dihasilkan selama acara berlangsung, dikelola dengan prinsip 4R: Reuse, Reduce, Recycle, Recover.   4. Keberlanjutan dalam Perlindungan Hak Sosial Penyelenggaraan Euro 2024 akan dirancang dengan memastikan kesejahteraan dan keselamatan semua peserta dan penonton terjaga melalui serangkaian tindakan komprehensif. Fokus dalam hal ini, meliputi akses tayangan yang menjangkau semua kalangan, mencegah segala bentuk diskriminasi, mempromosikan budaya inklusivitas dan menghormati keberagaman, serta menjaga kesehatan fisik dan mental setiap orang yang terlibat dalam turnamen. 5. Tata Kelola Kegiatan yang Transparan Euro 2024 mengadopsi bentuk perilaku yang transparan, bertanggung jawab, dan akuntabel dalam operasional acara, sejalan dengan prinsip internasional. Selain itu juga berbagi pengetahuan dan praktik baik dalam diskusi berkelanjutan dengan kota tuan rumah, mitra, dan pemangku kepentingan sepak bola lainnya untuk membentuk warisan yang berkelanjutan. Sampai saat ini, belum tersedia informasi terkini terkait dampak keberlanjutan pasca Euro 2024. Namun, melalui langkah-langkah di atas, Euro 2024 telah berupaya tidak hanya menjadi ajang olahraga yang sukses, tetapi juga menjadi contoh bagaimana acara besar dapat dilaksanakan dengan dampak lingkungan yang minimal dan manfaat sosial yang maksimal. Baca Juga: 5 Green-fluencer yang Dukung Keberlanjutan Lingkungan Berkontribusi Terhadap Keberlanjutan Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam perubahan menuju keberlanjutan. Salah satunya dengan melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and… Memperkuat Peran Hutan dalam Memitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri …

andreas gucklhorn 285567 unsplash 1 2

Pengertian Pengasaman Laut: Penyebab, Dampak, serta Solusinya

Pengasaman laut merupakan suatu peristiwa yang saat ini perlu semakin diwaspadai sebagai akibat dari meningkatnya pemanasan global. Selama lebih dari 200 tahun terakhir, lautan dunia telah membantu menyeimbangkan kondisi iklim melalui kemampuannya menyerap emisi karbon dioksida.  Terjadinya pengasaman laut disebut-sebut terus meningkat pesat yang menyebabkan pH lautan turun sekitar 30 persen sejak era pra-industri. Lembaga Lingkungan Hidup Uni Eropa (EEA) menyebut bahwa lautan berkontribusi menetralkan emisi karbon dioksida (CO2) yang disebabkan oleh manusia. Pengasaman laut memiliki dampak yang luas pada ekosistem laut dan kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Lebih dari itu, kejadian ini pun dapat mempengaruhi kondisi iklim serta mengganggu mata pencaharian orang-orang yang bergantung pada sumber daya laut. Baca Juga: Pencemaran Laut: Penyebab Hingga Dampaknya Bagi Banyak Hal Pengertian Pengasaman Laut Pengertian pengasaman laut adalah proses menurunnya pH air laut akibat penyerapan sejumlah besar karbon dioksida (CO2) di atmosfer oleh lautan. Kondisi ini dapat terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari tingginya konsentrasi emisi CO2 di atmosfer yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Peningkatan konsentrasi emisi yang terjadi ini, mengakibatkan perubahan terhadap tingkat keasaman dan jumlah ion karbonat laut yang sangat penting bagi organisme lautan. Karbon dioksida yang diserap oleh air laut akan bereaksi dan membentuk asam karbonat (H₂CO₃) yang kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat (HCO₃⁻) dan ion hidrogen (H⁺). Peningkatan ion hidrogen ini menyebabkan penurunan pH air laut, membuatnya lebih asam. Perubahan pH sebesar 0,1 mewakili peningkatan 26 persen bagian dalam konsentrasi ion hidrogen di lautan dunia. Antara tahun 1950 dan 2020, pH rata-rata permukaan laut turun dari sekitar 8,15 menjadi 8,05, yang bersifat basa (atau alkali), tetapi karena lautan terus menyerap lebih banyak CO2 , pH menurun dan lautan menjadi lebih asam Penyebab Terjadinya Pengasaman Laut Ilmuwan meyakini bahwa aktivitas manusia berkontribusi kuat dalam meningkatkan terjadinya pengasaman laut. Peningkatan cepat kadar CO2 di atmosfer akibat emisi dari aktivitas manusia kini mengancam stabilitas lautan. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam, serta deforestasi, melepaskan lebih banyak CO2 dari yang diharapkan. Lautan yang bertindak sebagai penyerap karbon, menyerap sekitar seperempat dari total emisi CO2 antropogenik . Berdasarkan data Reef Resilience Network, jumlah emisi gas rumah kaca, utamanya karbon dioksida, di atmosfer telah meningkat secara dramatis sejak Revolusi Industri berlangsung. Konsentrasi CO2 atmosfer rata-rata tahunan global telah  melampaui angka 417 ppm pada tahun 2022, meningkat lebih dari 40 persen di atas tingkat pra-industri sekitar 280 ppm. Baca Juga: Lautan Sebagai Penyerap Karbon Alami Dampak dari Pengasaman Laut Dampak dari terjadinya pengasaman laut tentunya menyebabkan perubahan keseimbangan kimia dasar laut, seperti tingkat keasaman dan jumlah ion karbonat laut yang sangat penting bagi organisme lautan.  Pengasaman laut dapat mengurangi ketersediaan ion karbonat (CO₃²⁻), yang penting untuk pembentukan kalsium karbonat (CaCO₃) pada karang dan organisme bercangkang di laut. Kondisi ini juga dapat berdampak pada berkurangnya laju produksi kalsium karbonat dalam alga laut (crustose coralline dan green algae). Pada banyak spesies laut, termasuk plankton, moluska, dan beberapa jenis ikan yang bergantung pada kondisi pH tertentu untuk bertahan hidup, perubahan pH dapat mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup spesies ini. Mengganggu rantai makanan laut dan ekosistem secara keseluruhan, termasuk predator besar seperti penyu dan mamalia laut, yang bergantung pada spesies yang lebih kecil untuk makanan. Pada gilirannya, terjadinya pengasaman laut akan memiliki pengaruh yang signifikan bagi nelayan dan industri perikanan. Nelayan mungkin perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi laut, termasuk mencari lokasi penangkapan baru yang lebih produktif. Penurunan populasi ikan dan organisme laut lainnya secara langsung mengurangi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan.  Solusi Mengurangi Pengasaman Laut Mengurangi emisi CO₂ dan melindungi ekosistem laut adalah langkah penting untuk mengatasi pengasaman laut dan menjaga kesehatan lautan. Ini dapat dilakukan melalui penggunaan energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan penghentian penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, juga dengan melindungi dan memulihkan ekosistem lautan serta membantu ekosistem laut beradaptasi dengan pengasaman. Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability …

Pembukaan Lahan: Pengertian, Syarat, Metode, Hingga Dampaknya bagi Lingkungan

Mencegah Deforestasi: Peran Penting Masyarakat Adat

Deforestasi Mencegah deforestasi adalah sebuah urgensi yang penting dilakukan sebab deforestasi telah menjadi salah satu masalah lingkungan paling serius yang dihadapi dunia saat ini. Diperkirakan bahwa sekitar 10 juta hektar lahan hutan ditebang setiap tahunnya, mengancam seluruh wilayah hutan di seluruh dunia. Baca Juga: Deforestasi: Apa itu, Penyebab, Dampak, dan Pencegahan Deforestasi mengubah fungsi hutan sebagai penyerap karbon menjadi sumber karbon. Berdasarkan data oleh Climate Council, antara tahun 2015 dan 2019, hilangnya hutan tropis global menghasilkan 10 miliar ton karbon dioksida. Hampir 10 persen jumlahnya dari emisi CO2 manusia tahunan.  Proses penebangan atau perusakan hutan memiliki dampak yang luas dan merugikan bagi ekosistem, iklim, dan kehidupan manusia, salah satunya ialah masyarakat adat yang sering kali menjadi kelompok paling terdampak. Padahal, banyak ahli menyebut bahwa masyarakat adat memainkan peran penting dalam melestarikan lingkungan. Masyarakat Adat sebagai Penjaga Ekosistem dalam Mencegah Deforestasi Masyarakat ada biasanya bermukim di wilayah pedalaman dengan berbagai jenis lingkungan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam. Selama ribuan tahun, mereka menggantungkan hidup pada vegetasi yang tersedia alami sambil menjaga lingkungan, melindungi tanah mereka, dan menghormati keanekaragaman hayati setempat. Sebagai manusia yang paling dekat dengan alam, masyarakat adat memiliki hubungan yang mendalam dan saling menguntungkan dengan lingkungan mereka. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang ekosistem lokal dan praktik-praktik yang berkelanjutan. Praktik tradisional dan pengetahuan ekologi mereka merupakan aset berharga dalam upaya global untuk melestarikan lingkungan dan memerangi perubahan iklim.  Dalam hal pertanian, masyarakat adat menerapkan sistem rotasi lahan untuk mencegah kelelahan tanah dan menjaga kesuburannya. Mereka menghindari bahan kimia berbahaya dengan memilih pupuk organik sebagai opsi penyubur tanaman yang ramah lingkungan.  Pengelolaan sumber daya alam juga dilakukan dengan cara yang tidak membahayakan alam. Mereka mengumpulkan hasil hutan seperti buah-buahan dan obat-obatan tanpa merusak pohon, serta menghindari overfishing untuk memastikan kelestarian populasi ikan. Baca Juga: 5 Daerah di Indonesia dengan Deforestasi Terparah Tahun 2023 Masyarakat Adat dan Perlindungan Hutan untuk Mencegah Deforestasi PBB memperkirakan bahwa ada sekitar 476 juta masyarakat adat saat ini dan tersebar luas di 90 negara. Hampir 50 persen daratan dunia ditempati, dimiliki, juga dikelola oleh masyarakat adat dan komunitas lokal, dengan sekitar 40 persen wilayah di antaranya berstatus kawasan yang dilindungi. Meskipun jumlah masyarakat adat hanya mencakup 5 persen populasi dunia, namun pada kenyataannya mereka melindungi 80 persen dari keanekaragaman hayati yang tersisa di Bumi. Salah satunya sebagaimana yang dilakukan Alianza Ceibo, organisasi nirlaba yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat adat yang tinggal di wilayah Amazon Ekuador. Alianza Ceibo dibentuk untuk melindungi hutan hujan Amazon dan budaya masyarakat adat dari ancaman seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya alam, dan perubahan iklim. Selain melindungi lingkungan, organisasi ini juga fokus pada pelestarian budaya dan tradisi masyarakat adat yang hidup di wilayah tersebut. Hutan hujan Amazon dikenal menjadi salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di bumi dan sebagai penghasil lebih dari 20 persen oksigen dunia. Hadirnya Alianza Ceibo, membantu mengurangi laju deforestasi di wilayah Amazon Ekuador dan melindungi ribuan hektar hutan hujan. Tantangan yang Dihadapi Masyarakat Adat dalam Menjaga Hutan dari Deforestasi Meskipun peran masyarakat adat sangat penting, mereka sering kali menghadapi tantangan besar. Masyarakat adat sering kali mengalami diskriminasi dan gangguan, dilansir dari World Economic Forum, menurut laporan PBB. Tidak hanya itu, perubahan kebijakan, tekanan ekonomi, dan konflik lahan juga mengancam cara hidup tradisional mereka dan kemampuan mereka untuk melindungi hutan. World Wild Life juga menemukan bahwa ancaman penggundulan hutan, perluasan lahan pertanian, hingga perburuan dan perdagangan satwa menjadi tantangan yang semakin banyak terjadi saat ini. Belum lagi dengan penyalahgunaan hak-hak masyarakat adat atas tanah adat. Konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah atau perusahaan, terutama terkait klaim atas tanah dan sumber daya alam, menimbulkan kerentanan terjadinya kehilangan hak.  /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and… Memperkuat Peran Hutan dalam Memitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari dampak perubahan iklim. Salah satunya ialah hutan yang mampu memitigasi pemanasan global melalui berbagai fungsinya. Hutan dapat membantu memperlambat laju perubahan iklim dengan menyerap gas rumah kaca, utamanya karbon dioksida (CO2), dari atmosfer kemudian menyimpannya. Melalui proses fotosintesis, hutan …

Urgensi Menciptakan Kesadaran tentang Perubahan Iklim di Masyarakat

Urgensi Menciptakan Kesadaran tentang Perubahan Iklim di Masyarakat

Pengetahuan pada dasarnya merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan iklim. Akan tetapi, hal tersebut seharusnya didukung juga dengan tindakan inisiatif atau kesadaran terkait perubahan iklim demi mengurangi atau mengatasi dampak tersebut.  Kesadaran ini sangat penting dalam mendorong tindakan kolektif dan kebijakan yang efektif. Kesadaran membawa pemahaman ke tingkat yang lebih tinggi, di mana individu dan masyarakat tidak hanya mengetahui fakta-fakta ilmiah tentang perubahan iklim tetapi juga merasa terdorong untuk bertindak. Baca Juga: Memperkuat Peran Hutan dalam Memitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Universitas Yale terhadap sikap, pengetahuan, perilaku dan preferensi kebijakan yang dianut masyarakat tentang fenomena perubahan iklim di sejumlah negara, sebagian besar masyarakat sangat menggantungkan harapan pada pemerintah untuk mengatasi tantangan perubahan iklim.  Pentingnya Kesadaran tentang Perubahan Iklim Kesadaran tentang perubahan iklim bisa dibilang merupakan sebuah keharusan untuk mengatasi tantangan global ini dan mencapai perubahan atau target keberlanjutan yang diharapkan. Hadirnya kesadaran tentang perubahan iklim pada masyarakat akan mendorong kepada pemahaman kondisi yang lebih mendalam. Membantu organisasi dan individu turut serta mendukung tindakan perlindungan lingkungan. Termasuk untuk beradaptasi dan mengurangi risiko dari apa yang terjadi. Melalui kesadaran akan tantangan iklim yang baik, akan mendorong tindakan perseorangan serta aksi kolektif. Beralih ke transportasi umum, menghemat energi, hingga berpartisipasi dalam kampanye lingkungan dan penanaman pohon sebagai upaya mengurangi dampak, menjadi beberapa contoh bahwa kesadaran akan perubahan iklim muncul di diri seseorang. Kesadaran publik yang tinggi terhadap perubahan iklim dapat mendorong pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Juga mendorong ilmuwan dan pengusaha untuk mencari solusi baru yang dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi energi. Masyarakat yang sadar akan isu iklim lebih cenderung terlibat dalam proses demokrasi. Baca Juga: Apa Itu Clean Energy dan Urgensinya bagi Bumi? Peran Pendidikan dalam Menciptakan Kesadaran Iklim dalam Memerangi Perubahan Iklim Pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan kesadaran tentang perubahan iklim. Dengan membekali individu dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk memahami dan mengatasi tantangan iklim, pendidikan dapat menjadi alat yang kuat untuk perubahan positif. Hal ini juga yang dilakukan oleh UNESCO melalui program Climate Change Education for Sustainable Development, yang hadir bertujuan membantu masyarakat memahami dampak pemanasan global serta dan meningkatkan “literasi iklim” di kalangan generasi muda. Selain itu, dibentuk juga program lainnya seperti Global Action Programme (GAP), Action for Climate Empowerment, dan ZOOM campaign, sebagai upaya menciptakan pemahaman dan kesadaran yang lebih luas. Di Indonesia sendiri, langkah menciptakan kesadaran terkait perubahan iklim melalui pendidikan dilakukan melalui hadirnya Program Adiwiyata. Program ini mendorong sekolah-sekolah mengintegrasikan perilaku ramah lingkungan dalam kurikulum dengan kegiatan ekstrakurikuler demi mewujudkan partisipasi aktif dalam hal kepedulian dan berbudaya lingkungan. Aksi Sederhana Memerangi Perubahan Iklim Siapa pun dapat berkontribusi dalam melawan dampak perubahan iklim. Berlaku luas bagi individu, organisasi, hingga perusahaan dunia yang dalam kegiatannya masih menghasilkan jejak karbon yang signifikan bagi bumi. Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and… Memperkuat Peran Hutan dalam Memitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari dampak perubahan iklim. Salah satunya ialah hutan yang mampu memitigasi pemanasan global melalui berbagai fungsinya. Hutan dapat membantu memperlambat laju perubahan iklim dengan menyerap gas rumah kaca, utamanya karbon dioksida (CO2), dari atmosfer kemudian menyimpannya. Melalui proses fotosintesis, hutan mengubah CO2 …

How Online Shopping Impacts Carbon Emission

How Online Shopping Impacts Carbon Emission

Carbon Emission – In the era of digitalization, almost everything experiences the shifting of online platforms. One of the things that is becoming hype online is shopping. There are many online shopping platforms that are available on the internet for everyone to use. In the shifting of shopping methods becoming online, there are several impacts to the environment and carbon emission it produces. This article we go through the e-commerce as online shopping phenomena today, and the impacts of it. Read More: How to Monitor Carbon Emission Monthly with Ease E-commerce Today and Carbon Emission Over the last few decades, shopping habits have transformed significantly. People once purchased items from traditional shops, high streets, or department stores. Nowadays, more customers are shopping online, conveniently ordering products to be delivered straight to their homes with just a click. Currently, one in seven sales occurs online, and research indicates that global online retail could hit a staggering US$4.8 trillion by 2021. As businesses strive to enhance their online shopping platforms, the shift towards internet shopping is expected to persist.  Online shopping has revolutionized consumer behavior, providing convenience and a vast array of products delivered right to their doorsteps. The growth of e-commerce retail in goods means that more and more products are transported each year directly to consumers. Consumers are also getting used to shopping internationally, which means that more and more e-commerce goods will travel longer distances. Nonetheless, this convenience carries environmental costs, especially concerning carbon emissions.  Modern Consumerism The rise of online shopping and e-commerce platforms nowadays also go hand in hand with modern consumerism. Now, we are living in a time when consumerism is at its finest. It means that people buy products in significant numbers continuously even sometimes without a fixed reason. When products are displayed online, it is so easy for people to get attached by only seeing the appearance that makes people easily get bored with what they have, and desire  to buy the newest one. In this case, the  purchasing activity happens even more when there is a discount or special promotion on certain dates. The consequences of this phenomena is the high number of product waste that ends up in landfills even though the products still might be in perfect condition. Read More: Carbon Capture and Storage For Mitigating the Climate Change Plastic Packaging Use that Produce Carbon Emission Another thing about online shopping that impacts the environment is the use of plastic packaging. It becomes a concern since plastic is still being the materials to cover up almost all the products that people buy online.  While consumers usually do not have the choice to select the packaging, many sellers on e-commerce platforms are continuing to use the single-use plastic for its main packaging. The reality is, one product may have more than one layer of plastic packaging, for example the use of bubble wrap inside before the outer-layer of packaging. This reality, indeed become a new threat in waste management. Fast Delivery  With the advanced innovation in e-commerce, and for fulfilling the market needs, now people can experience the ‘fast delivery’ for products they buy online. But little do people realize that the faster products are delivered, the higher environmental price to pay.  When delivery companies are constrained by a one- or two-day shipping window, they can’t wait for all items bound for the same destination to arrive before shipping them. This necessitates sending out trucks and planes that aren’t fully loaded, thereby increasing the carbon footprint of each delivered item. For the products that are delivered overseas, the fast delivery option may cause the product to be transported by airplanes. This type of delivery generates approximately 50 times more carbon emissions per kilometer than shipping by sea. Return Product and Carbon Emission Unlike the in-store or conventional shopping where people can ‘try on’ for clothes they buy, the online shopping does not allow people to experience it at first. But now, with the recent revolution, some online shops offer their customers free return if they do not like the items they buy. This happens typically in fashion online stores. With the ability to return products, the carbon footprint goes up as the transportation for shipping products are doubled. No wonder why the carbon emission contribution from online shopping should be a thing to tackle. For e-commerce company that aim to build a greener future of online shopping, now Satuplatform provide all-in-one solution to ESG and carbon consulting. Try the FREE DEMO now! Similar Article CollaborAction Satuplatform dalam Langkah Membumi Festival Satuplatform, platform yang mendukung inisiatif keberlanjutan khususnya pada Carbon & ESG Management, dengan bangga mengumumkan keterlibatannya sebagai Ecopreneur Partner dalam acara Langkah Membumi Festival, yang diselenggarakan oleh Ecoxyztem dan Blibli Tiket Action pada 2-3 November 2024 di Senayan Park, Jakarta. Acara ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya keberlanjutan lingkungan dan menginspirasi tindakan positif untuk bumi melalui berbagai kegiatan, diskusi, dan aksi nyata. Dalam festival yang penuh semangat ini, untuk itu Satuplatform berkomitmen dalam memperkenalkan dan mendukung berbagai produk serta inisiatif ramah lingkungan yang berfokus pada perhitungan reduksi emisi karbon dan arah keberlanjutan. Tak hanya itu, Satuplatform juga mengkampanyekan aksi… 5 Istilah Penting yang Berkaitan dengan Perubahan Iklim Isu terkait perubahan iklim semakin menjadi pembahasan yang ramai diperbincangkan saat ini. Di seluruh dunia, masyarakat lintas generasi mulai menunjukkan ketertarikannya akan informasi tentang perubahan iklim. Hasil survei People’s Climate Vote 2024 menunjukkan bahwa sekitar 87 persen populasi dunia telah menaruh perhatian mereka pada isu ini. Sementara itu, 63 persen pengisi survei sudah mulai mempertimbangkan dampak perubahan iklim terhadap keputusan yang mereka buat. Melalui kondisi ini, bisa digambarkan bahwa perubahan iklim semakin memberikan pengaruhnya terhadap orang-orang di berbagai belahan dunia. Mengganggu mereka dengan beragam cara. Perubahan iklim tidak lagi sebatas konteks khusus bagi beberapa kalangan. Istilah ini perlu diumumkan lebih… Keuntungan Berlangganan Jasa Perhitungan Jejak Karbon bagi Perusahaan di Masa Kini Jejak karbon merupakan sejumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang lepas ke atmosfer dan bersumber dari berbagai kegiatan tertentu. Konsentrasi emisi karbon …

Bagaimana Cara CFC Merusak Lapisan Ozon?

Energy Consumption is Matter, Here’s Why

Energy Consumption – Environmental issues have become a major topic of discussion in both developing and developed countries due to the widespread environmental degradation. This also raises questions about global warming and climate change, which are primarily caused by greenhouse gas emissions.  As our society becomes more dependent on electricity and businesses rely on the means of production, it is important to understand the implications of our energy consumption and find ways to reduce its negative impact on the natural environment. Read More: Technology in Sustainable Business Energy Consumption Energy consumption refers to the amount of energy used by individuals, households, businesses, and industries for various activities. It encompasses all forms of energy used for heating, cooling, transportation, manufacturing, and electricity generation. High levels of energy consumption, especially from non-renewable sources, lead to increased greenhouse gas emissions, contributing to climate change and air pollution. It is the reason why understanding and managing energy consumption is crucial for ensuring the efficient use of resources and maintaining a stable energy supply. Energy Consumption Contribute to Carbon Emission Energy consumption is a major contributor to carbon emissions, which significantly impact the environment and climate change. Fossil fuels, such as coal, oil and gas, are by far the largest contributor to global climate change, accounting for over 75 percent of global greenhouse gas emissions and nearly 90 percent of all carbon dioxide emissions. The process when fossil fuels such as coal, oil, and natural gas are burned for energy, they release carbon dioxide (CO2) and other greenhouse gases (GHGs) into the atmosphere. These gases trap heat, leading to the greenhouse effect and global warming. The energy sector, such as electricity generation, transportation, and industrial processes, is the largest source of CO2 emissions worldwide. Limited Energy Resources  The next condition that makes energy consumption require efficiency is because of the limited resources on earth. Non-renewable energy resources include coal, natural gas, oil, and nuclear energy, once they run out, they cannot be replaced. This will be a big problem for humanity because we currently depend on them to meet most of our energy needs.  Unfortunately, humans rely on non-renewable resources as its main source of energy. About 80 percent of the total amount of energy used globally each year comes from fossil fuels. The dependency on fossil fuels is because they are rich in energy and relatively cheap to process. Read More: ESG Trends 2023: Sustainability Efforts in Driving Business Renewable Energy Still Requires Effort Renewable energy sources such as solar, wind, hydro and geothermal are essential to reducing our dependence on fossil fuels and mitigating climate change. However, the transition to renewable energy still requires efforts in terms of infrastructure, technology and costs. Building and upgrading infrastructure to support renewable energy is complex. This includes building solar farms, wind turbines and hydroelectric power plants, as well as upgrading the grid to handle variable power sources. On the technology side, ongoing research and development is needed to improve the efficiency and reduce the cost of renewable energy technologies. Innovations in materials, manufacturing processes and system design are essential to making renewable energy more competitive with traditional sources. In this case, the initial investment costs can still be high. That is why transition to renewable energy requires financial planning and support from the public and private sectors. Responsible Energy Consumption With all these conditions, households and industries need to be more responsible for their energy consumption. Responsible energy consumption involves using energy resources efficiently and sustainably to minimize environmental impact, reduce costs, and promote long-term energy security. It encompasses a range of practices and strategies that individuals, businesses, and governments can adopt to ensure that energy is used in a way that meets present needs without compromising the ability of future generations to meet theirs.  to support more responsible energy consumption and reduce the impact on climate change and emissions, Satuplatform is now present as an all-in-one solution with various services that help companies achieve their ESG initiatives. Try FREE DEMO now! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article How Online Shopping Impacts Carbon Emission In the era of digitalization, almost everything experiences the shifting of online platforms. One of the things that is becoming hype online is shopping. There are many online shopping platforms that are available on the internet for everyone to use. In the shifting of shopping methods becoming online, there are several impacts to the environment and carbon emission it produces. This article we go through the e-commerce as online shopping phenomena today, and the impacts of it. E-commerce Today Over the last few decades, shopping habits have transformed significantly. People once purchased items from traditional shops, high streets, or department… Energy Consumption is Matter, Here’s Why Environmental issues have become a major topic of discussion in both developing and developed countries due to the widespread environmental degradation. This also raises questions about global warming and climate change, which are primarily caused by greenhouse gas emissions.  As our society becomes more dependent on electricity and businesses rely on the means of production, it is important to understand the implications of our energy consumption and find ways to reduce its negative impact on the natural environment. Energy Consumption Energy consumption refers to the amount of energy used by individuals, households, businesses, and industries for various activities. It encompasses… Kenali Indikator Kinerja Lingkungan Berikut Ini! Melakukan pengukuran terhadap kinerja lingkungan merupakan suatu aktivitas yang penting dalam membangun upaya keberlanjutan perusahaan. Kinerja lingkungan sendiri dapat diartikan sebagai performance dari organisasi atau perusahaan dalam kaitannya dengan menjaga dampak lingkungan yang dihasilkan.  Secara luas, kinerja lingkungan perusahaan juga akan berpengaruh terhadap produktivitas, tanggung jawab, dan keberlanjutan bisnis yang dijalankan. Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja lingkungan, perusahaan perlu untuk memahami apa saja indikator kinerja lingkungan perusahaan. Baca Juga: Environmental Performance Monitoring untuk Pantau Dampak Lingkungan Perusahaan Berikut adalah komponen-komponen dalam pemantauan kinerja lingkungan perusahaan yang setidaknya perlu dimuat dalam indikator pengukuran:  Pengelolaan Limbah Produksi Salah satu komponen …