Plastik telah menjadi material khusus yang mendukung kehidupan sehari-hari kebanyakan orang. Implementasinya di banyak produk menimbulkan kecenderungan manusia terhadap penggunaan plastik, namun hal ini turut memberikan masalah yang mengkhawatirkan.
Mulai dari kantong belanja, alat makan, bungkus makanan, atau produk lainnya, didominasi oleh plastik sebagai bahan pembuatnya. Mereka biasanya hanya akan digunakan satu kali saja, sebelum akhirnya dibuang.
Akan tetapi, jumlah penggunaan plastik dari tahun ke tahun terus meningkat dan sangatlah tinggi.
Berdasarkan data Making Oceans Plastic Free, rata-rata penggunaan kantong plastik sekali pakai di Indonesia mencapai 182,7 miliar lembar setiap tahunnya. Angka tersebut belum mewakili konsumsi plastik dalam bentuk kemasan, multi-layer plastic, dan jenis lainnya.
Di antara milyaran lembar plastik yang terpakai tersebut, kebanyakan tidak akan diolah kembali atau didaur ulang. Menyebabkan timbulan sampah plastik yang dapat mencemari lingkungan, bocor ke lautan, sampai dengan membahayakan hewan dan manusia.
Pengelolaan sampah plastik bertanggung jawab, meliputi pemilahan sampah sampai dengan daur ulang sampah, juga belum dapat secara maksimal dilakukan. Di Indonesia sendiri, tingkat daur ulang sampah plastik masih terhitung sangat rendah.
Dilansir dari data Sustainable Waste Indonesia (SWI), sampah plastik yang mampu terdaur ulang hanya mencapai kurang dari 10 persen. Sebagian besarnya lagi berakhir di tempat pembuangan akhir dan bocor ke siungai, danau, dan laut.
Melihat kondisi ini, kita perlu menyadari adanya konsekuensi dari penggunaan plastik sekali pakai. Memahami dampak dari pengelolaan plastik yang tidak bertanggung jawab mungkin dapat membantu kita mulai mengurangi dan menghindari pemakaiannya untuk beralih ke produk yang lebih berkelanjutan.
Table of Contents
Toggle1. Masalah akibat Plastik Sekali Pakai
Sesuai sebutannya, plastik sekali pakai sering kali hanya akan digunakan satu kali sepanjang siklus hidupnya untuk kemudian dibuang dan menjadi sampah.
Sampah plastik yang tidak dikelola inilah yang saat ini menimbulkan masalah, sebab jumlahnya semakin banyak dan sulit dikendalikan. Sampah plastik disebut jarang dapat didaur ulang. Terlebih jika kondisinya kotor dan tidak layak olah, sehingga kebanyakan berakhir di tempat pembuangan sampah atau lingkungan.
Baca juga artikel lainnya : Melawan Polusi Sampah Plastik
Karena sifatnya yang tidak dapat terurai secara alami, sampah plastik akan bertahan di lingkungan selama ratusan tahun. Menyebabkan masalah besar terasa seperti efek domino bagi banyak hal.
2. Gangguan Sampah Plastik terhadap Ekosistem Lingkungan
Bocornya sampah plastik ke ekosistem alam adalah salah satu hal yang patut dikhawatirkan.
Menurut data Our World in Data, sampah plastik yang bocor ke lingkungan mencapai 19 juta ton setiap tahunnya. Sekitar 6 juta ton sampah plastik juga terbawa hingga ke perairan, sebagian besarnya justru ditangani dengan tidak berkelanjutan.
Sampah plastik tersebut sudah pasti dapat mencemari lingkungan melalui materialnya yang luruh bercampur dengan sekitarnya. Plastik yang tidak terurai dengan cepat mengendap di tanah dan perairan.
Di lautan, plastik sering kali dimakan oleh hewan laut seperti ikan, burung, dan mamalia, yang keliru menganggapnya sebagai makanan. Hal ini bisa menyebabkan luka internal, keracunan, atau kematian bagi hewan tersebut.
3. Mikroplastik Ancam Kesehatan Makhluk Hidup
Sampah plastik yang terurai menjadi mikroplastik masuk ke dalam rantai makanan, membahayakan kesehatan manusia dan satwa.
Mikroplastik yang ditemukan dalam air dan makanan juga dapat membawa bahan kimia beracun yang berdampak negatif pada kesehatan manusia. Ada banyak bahan kimia dalam plastik yang dapat mengganggu fungsi organ. Menimbulkan beragam efek, salah satunya kemungkinan karsinogen bagi manusia, menurut US EPA.
Konsekuensi dari menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan bersedia turut serta mengelolanya secara bertanggung jawab.
Kita dapat mulai dengan melakukan pemilahan sampah, memisahkan antara sampah organik dan anorganik untuk menjadikan sampah plastik bebas kotor dan lebih bernilai.
Kemudian, sampah plastik yang sudah dipilah bisa diserahkan ke fasilitas daur ulang yang tersedia di sekitar kita. Pilihan lainnya yakni dengan mengolahnya menjadi barang-barang seperti ecobrick dan sebagainya.
Namun, ketika opsi daur ulang terasa sulit dilakukan, hal utama yang bisa kita lakukan ialah dengan mengurangi penggunaan plastik. Beralih ke produk dengan material yang lebih ramah lingkungan adalah salah satu inisiatif bijak yang bisa diterapkan. Mendukung gaya hidup yang berkelanjutan.
—-
Referensi:
– Plastik Sekali Pakai, Tidak Ramah Lingkungan dan Berbahaya Bagi Kesehatan
– Wow 182,7 Miliar Kantong Plastik Dipakai di Indonesia Setiap Tahun
Similar Article
Bisnis Modern Harus Lakukan Perhitungan Karbon? Sepenting Apa, Ya?
Perubahan iklim adalah tantangan global yang mempengaruhi berbagai sektor, termasuk bisnis. Dalam konteks ini, perhitungan karbon atau carbon accounting menjadi…
Ternyata! Inilah Pentingnya Hitung dan Kurangi Emisi Karbon
Emisi karbon adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim global. Segala aktivitas kita sebagai makhluk hidup –terutama manusia, seperti pembakaran…
Digital Footprint dan Jejak Karbon: Mengurangi Emisi dari Penggunaan Internet dan Gadget
Mengenal Digital Footprint Digital Footprint – Tidak hanya sampah organik, anorganik, atau pun B3, tetapi sampah digital juga perlu untuk…
Uzone Choice Award 2024: Uzone Gandeng Satuplatform untuk ESG Award
Pada 11 Desember 2024, dunia industri digital dan keberlanjutan akan dipertemukan dalam sebuah acara bergengsi, Uzone Choice Award 2024, yang…
A Commitment to Leading the Carbon Market Transition at Carbon Digital Conference 2024
Satuplatform is proud to announce its participation in the Carbon Digital Conference 2024, underscoring its commitment to sustainability and leadership…
Dapur Ramah Lingkungan: Mengurangi Jejak Karbon dengan Mengelola Limbah Makanan
Jumlah Sampah Rumah Tangga di Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yakni, selama 2023…