Table of Contents
ToggleKebakaran TPA di Indonesia
Pada tahun 2023 lalu, Indonesia mengalami cukup banyak kebakaran TPA atau tempat pemrosesan akhir sampah di berbagai wilayah. Tercatat sebanyak 35 TPA sampah di seluruh Indonesia terbakar dan kondisinya tampak memprihatinkan.
Salah satunya yang terjadi pada TPA Sarimukti yang berlokasi di Kabupaten Bandung Barat dan menjadi titik penumpukan sampah bagi empat kota kabupaten di Jawa Barat. Dilansir dari BBC Indonesia, pada saat itu, seluruh area TPA sampah Sarimukti dari mulai zona 1, 2, 3, dan 4 sudah terbakar mencapai luas 90 persen. Berlangsung selama hampir satu pekan sebelum akhirnya berhasil dikendalikan.
Selain TPA Sarimukti, beberapa TPA sampah juga mengalami kebakaran serupa dengan luas yang berbeda-beda. Terjadinya kebakaran TPA ini tentu menimbulkan banyak kerugian. TPA sampah yang terbakar dapat menimbulkan zat beracun yang membahayakan lingkungan juga kesehatan.
Melihat kondisi yang ada, kira-kira apa penyebab dari masih maraknya kebakaran di TPA sampah? Solusi apa yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan hal ini?
Faktor Penyebab Kebakaran TPA Sampah
Banyak hal dapat melatarbelakangi terjadinya kebakaran pada TPA Sampah, mencakup faktor alam dan campur tangan manusia.
Dikutip dari CNN Indonesia, menurut Dini Trisyanti, Direktur Sustainable Waste Indonesia, cuaca memungkinkan untuk punya andil dalam kasus kebakaran TPA di sejumlah wilayah. Cuaca panas terik dapat lebih rentan menimbulkan percikan api. Sampah organik yang menghasilkan gas metan pun berpotensi memantik kebakaran dalam kondisi ini.
Meski begitu, menurut Dini, kesalahan pengelolaan dalam operasional TPA menjadi faktor utama dari terjadinya kebakaran. Dibanding menyalahkan cuaca, sistem operasional yang kurang tepat justru yang membuat api sulit dipadamkan, sehingga cuaca hanyalah faktor kecil dari masalah ini.
Sistem pengelolaan sampah yang salah dapat menyebabkan berbagai masalah dan membawa dampak buruk bagi lingkungan, kesehatan, dan sosial.
Melihat Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia dan Hubungannya dengan Kebakaran TPA
Sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih identik dengan metode “kumpul-angkut-buang” yang minim pemilahan dari sumber. Dinilai sangat tidak efektif yang menyebabkan penanganan setelahnya menjadi lebih sulit.
Baca juga artikel lainnya : Mengenal Tingkatan Pengelolaan Sampah yang Tepat
Kondisi pengelolaan sampah yang tidak mendorong pemisahan sampah di tingkat rumah tangga atau industri ini, membuat segala jenis sampah saling bercampur satu sama lain. Ini membuat daur ulang menjadi terkendala, sehingga sampah yang bisa didaur ulang atau dikompos menjadi terbuang percuma bersama dengan sampah lainnya.
Belum lagi dengan TPA sampah yang tidak dikelola dengan baik yang sering kali hanya menumpuk sampah tanpa ada pemrosesan lebih lanjut. Tumpukan sampah organik dapat melepaskan gas metana yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan pencemaran lingkungan melalui lindi (air limbah yang tercampur dengan bahan berbahaya).
Penegakan hukum dan kebijakan yang lemah serta minimnya investasi pada infrastruktur pengelolaan sampah dapat menjadi kendala yang menimbulkan kekacauan. Tanpa edukasi dan program yang efektif, masyarakat cenderung tidak memisahkan atau membuang sampah mereka dengan benar.
Pengelolaan Sampah Bertanggung Jawab untuk Mengurangi Emisi TPA Sampah
Pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dapat mendorong terciptanya lingkungan yang sehat dan layak.
Sebaliknya, kebakaran di TPA merupakan masalah serius yang berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca dan pencemaran udara. Kebakaran di TPA melepaskan berbagai polutan berbahaya seperti dioksin, karbon monoksida, dan partikel halus (PM2.5), yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peningkatan dan perbaikan di berbagai lini pengelolaan sampah. Hal ini bisa mencakup pengurangan produksi sampah, pemisahan di sumber, daur ulang, komposting, teknologi pengolahan yang ramah lingkungan, serta edukasi masyarakat. Seluruh upayanya demi mencapai keberlanjutan lingkungan.
Similar Article
Low GHG Emission, High Impact: Everyday Materials That Could Reshape Green Manufacturing
The shift toward sustainable production practices has spurred growing interest in low-carbon materials that support greener industrial processes. Emerging materials,…
Does “Eco-friendly” Labels Mean Green Product in Green Industry?
Businesses and consumers alike are navigating a flood of products claiming to be “eco-friendly” or “green.” These labels, often used…
Dilema Biomassa: Transisi Energi Berkelanjutan atau Perusakan Lingkungan?
Dalam upaya mencapai target net-zero emission pada 2060, Indonesia mendorong transisi energi dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.…
Energi Terbarukan di Indonesia: Mengapa Surya dan Hidro Menjadi Pilihan Utama?
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energinya. Di tengah komitmen untuk mencapai net…
Emisi Karbon Penerbangan Meningkat: Tantangan Baru bagi Industri Aviasi
Emisi Karbon Sektor Penerbangan Setelah mengalami penurunan drastis selama pandemi COVID-19, industri penerbangan global kini menunjukkan pemulihan yang signifikan. Namun,…
Adaptasi Bisnis di Era Krisis Energi
Pasokan bahan bakar menjadi semakin terbatas, dengan harga yang melambung tinggi, merupakan salah satu bukti bahwa dunia sedang mengalami krisis…