9

3 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia

Indonesia saat ini masih menjadi salah satu kontributor emisi karbon atau gas rumah kaca (CO2) terbesar di dunia. Menurut data Statistical Review of World Energy 2024 oleh Energy Institute, di tahun 2023 Indonesia menempati urutan keenam dalam jajaran 10 negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai 704,4 juta metrik ton CO2e, meningkat 13.14 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di atas Indonesia ada negara Jepang yang menempati urutan kelima penghasil emisi karbon terbesar di dunia, dengan jumlah emisi sekitar 1.012,8 juta metrik ton CO2e. Diikuti Rusia di urutan keempat dengan jumlah emisi 1.614,7 juta metrik ton CO2e. Baca Juga: 3 Negara dengan Emisi Karbon Terendah di Dunia Lalu, siapa top three atau tiga teratas negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia? Mari simak pembahasan di bawah ini! 1. Tiongkok: 11.218 juta metrik ton CO2e Republik Rakyat Tiongkok telah sejak beberapa tahun ke belakang konsisten berada di urutan pertama sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca tahunan terbesar di dunia. Data menunjukkan bahwa emisi CO2 di Tiongkok adalah sebesar 11.218 juta metrik ton CO2e pada 2023. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 12.667 juta metrik ton. Sumber emisi karbon di Tiongkok berasal dari sektor listrik, industri, transportasi, dan bangunan. Didominasi emisi dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Dilansir dari Carbon Brief, pada tahun 2006 Tiongkok menyalip Amerika Serikat dalam urutan negara yang menyumbang emisi GRK terbesar di dunia. Warganya pun kini memiliki jejak karbon jauh di atas rata-rata global. Meski begitu, emisi kumulatif dan per kapitanya masih sekitar setengah lebih rendah dari Amerika Serikat saat ini. Artinya, Amerika Serikat masih merupakan negara yang memiliki jejak karbon historis yang lebih besar dan warga AS rata-rata lebih banyak menghasilkan karbon dibanding warga Tiongkok. 2. Amerika Serikat: 4.639 juta metrik ton CO2e Negara adidaya Amerika Serikat adalah negara berikutnya yang melepaskan emisi gas rumah kaca terbesar ke atmosfer.  Pada tahun 2023, jumlah emisi GRK yang dihasilkan negara tersebut mencapai 4.629 juta metrik ton CO2e. Jumlah ini menurun nilainya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berada di angka 4.853 juta ton. Di Amerika Serikat, sumber utama emisi GRK umumnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi. Sektor lain yang turut berkontribusi menyumbang emisi ialah industri, komersial dan perumahan, serta pertanian. Amerika Serikat diketahui bertanggung jawab atas sekitar 15 persen emisi global. Negara dengan julukan Negeri Paman Sam ini juga masih bertanggung jawab atas emisi karbon kumulatif lebih besar karena sudah menjadi negara industri lebih lama. 3. India: 2.595 juta metrik ton CO2e Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, India, melengkapi urutan tiga teratas dalam daftar negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.  Data Statistical Review of World Energy 2024 mencatat, di tahun 2023, India melepaskan sebanyak 2.595 juta metrik ton CO2 ke atmosfer, meningkat hampir 1 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Dilansir dari Earthorg, emisi karbon India diproyeksikan meningkat hingga 50 persen pada tahun 2030. Hal ini mungkin terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan akan listrik dan transportasi.  Sama seperti negara lainnya, sebagian besar emisi CO2 di India berasal dari sektor energi seperti pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik juga bahan bakar kendaraan dan mesin. Lalu, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda mulai menerapkan konsep sustainability manajemen dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi?  Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.    Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima …

5

Ketahui Fakta Terkait Upaya Restorasi Gambut di Indonesia

Sebutan Indonesia kaya kelestarian alam seharusnya patut disyukuri sebab akan ada banyak manfaat dari alam yang bisa dieksplorasi untuk perkembangan negara juga masyarakat. Indonesia kaya juga salah satunya menyasar pada lahan gambut yang luas dan terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK RI), Indonesia merupakan negara dengan lahan gambut terbesar keempat di dunia. Dengan luas tersebut, ekosistem gambut tropis di Indonesia menyimpan karbon mencapai 46 GT (giga ton) jumlahnya. Jika dikelola dengan benar, lahan gambut dapat bermanfaat untuk pertanian dan kehutanan, menjaga keanekaragaman hayati, serta penyerap karbon yang sangat handal (restorasi). Akan tetapi, kondisi ekosistem lahan gambut di Indonesia tidak sepenuhnya baik. Beberapa bagian lahan gambut di sebaran wilayah yang berbeda mengalami kerusakan, seperti kekeringan bahkan hilang akibat pembukaan lahan. Meski begitu, saat ini Indonesia diketahui tengah gencar melakukan upaya restorasi lahan gambut untuk memulihkan dan melindunginya dari ancaman.  Baca Juga: Potensi Jejak Karbon dari Degradasi Lahan Gambut  Berikut ini adalah beberapa fakta terkait upaya restorasi gambut di Indonesia, berdasarkan laporan berjudul Nasib Restorasi Gambut Indonesia oleh Pantau Gambut Indonesia yang dapat diunduh di sini: 1. Gambut diklaim pulih oleh pemerintah sesuai renstra Dalam laporan disampaikan bahwa hasil rekapitulasi Pantau Gambut terhadap capaian kinerja restorasi hingga akhir 2019 menunjukkan bahwa jutaan area gambut telah diklaim pulih oleh pemerintah sesuai rencana strategis (renstra) periode 5 tahun yang telah disusun.  KLHK memiliki target pemulihan gambut sebesar 5% atau sekitar 1,2 juta hektar dari total luas KHG yang sudah ditentukan di Indonesia selama periode 2015-2019. Menurut KLHK, pemulihan ekosistem gambut telah melebih target sehingga dianggap tercapai. Begitu juga dengan Badan Restorasi Gambut (BRG), sebagai mitra kerja sama pemulihan ekosistem gambut KLHK, yang memiliki target restorasi sebesar 2,6 juta hektar pada 104 KHG prioritas di 7 provinsi (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Papua) selama periode 2016-2020. Melalui kegiatan 3R (rewetting, revegetation dan revitalization) BRG menyebut bahwa hingga akhir 2019 mengklaim telah berhasil merestorasi 87% area gambut non-konsesi atau sekitar 778.181 hektar. Meskipun kedua instansi sudah mengklaim capaian yang dimaksud, belum ada informasi rinci yang menjelaskan bagaimana menakar keberhasilan atas kegiatan restorasi yang telah dilakukan. 2. Api Melanda Selama Periode Pemulihan Gambut Dalam periode pemulihan yang diklaim berhasil dilaksanakan, masih dijumpai kebakaran di atas lahan gambut yang menurut Pantau Gambut mengindikasikan bahwa restorasi gambut masih belum sepenuhnya efektif. Kebakaran di lahan gambut patut diwaspadai karena jauh lebih sulit dipadamkan jika dibandingkan lahan mineral. Hal ini disebabkan komposisi bahan organik di bawah lapisan gambut yang mengering sehingga api sulit dipadamkan meskipun di permukaan sudah berhasil dikendalikan. 3. Kebakaran Gambut Terdeteksi di Area Luar Konsesi Masih berdasarkan laporan yang sama, dijumpai area mana pada lahan gambut yang terdampak kebakaran. Hasil analisa Pantau Gambut menemukan bahwa dari total area non konsesi yang terbakar, 36 persen atau sekitar 127,2 ribu Ha kebakaran berada pada radius 1 km dari batas terluar konsesi. Hasil lainnya, 69 persen area gambut di luar izin konsesi terbakar selama Januari sampai Desember 2019. Belum dapat dipastikan keterhubungan antara kebakaran di area tersebut dengan aktivitas yang dilakukan masyarakat. Namun demikian, tetap menimbulkan  tanda tanya besar mengenai efektivitas dari  pendampingan organisasi Masyarakat Peduli Api yang wajib dilakukan oleh perusahaan dan kegiatan restorasi yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor …

6

Begini Simulasi Perhitungan Pajak Karbon di Swedia

Pajak karbon atau carbon tax merupakan salah satu inisiatif yang diusulkan untuk dapat mendorong industri dan masyarakat mengurangi produksi emisi karbon mereka. Sejumlah negara di dunia telah menerapkan pajak karbon sebagai kewajiban yang perlu dipatuhi warganya. Salah satu negara yaitu Swedia bahkan telah memberlakukan pajak karbon terhadap pelaku industri di negaranya sejak tahun 1991. Swedia dikenal memiliki salah satu tarif pajak karbon tertinggi di dunia. Namun, hasil dan dampaknya cukup signifikan terhadap perekonomian juga tingkat pengurangan emisi gas rumah kaca yang diharapkan untuk mewujudkan target net zero emission. Baca Juga: Melihat Implementasi Pajak Karbon di Berbagai Negara Lalu bagaimana sebenarnya perhitungan pajak karbon dilakukan? Elemen Perhitungan Pajak Karbon Pada dasarnya, perhitungan pajak karbon bergantung pada beberapa faktor, diantaranya seperti: Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Pajak Karbon Dilansir dari Center for Climate and Energy Solutions, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pajak karbon. Contoh Simulasi Perhitungan Pajak Karbon di Swedia Misalkan: Maka perhitungan pajak karbonnya adalah sebagai berikut: Pengurangan dari carbon offset (5.000 ton) : 5.000 × 126 = €630.000 Pajak setelah offset: 5.670.000 − 630.000 = €5.040.000 Jadi,setelah perhitungan dengan insentif dan offset, pajak karbon yang harus dibayar perusahaan ini adalah €5.040.000 per tahun. Perhitungan pajak karbon dilakukan dengan rumus dasar, tetapi ada banyak variabel lain yang bisa mengurangi atau mempengaruhi jumlah pajak yang dibayarkan. Semua ini tergantung peraturan di setiap negara. Pajak karbon pada dasarnya dirancang untuk mendorong pengurangan emisi dan transisi ke energi bersih.  Perusahaan yang mampu mengurangi emisi melalui inovasi dan investasi dalam teknologi hijau dapat mengurangi beban pajak mereka secara signifikan. Namun, Anda juga bisa mulai menerapkan hal serupa melalui perencanaan konsep sustainability management dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi? Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.    Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is making …

6

Aspek Penting dalam Menerapkan Inisiatif Industri Hijau

Industri hijau merupakan bentuk pelaksanaan industri yang dalam prosesnya operasional dan produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan (Kementerian Perindustrian RI). Sektor industri yang melaksanakan konsep ini umumnya sangat peduli terhadap praktik ramah lingkungan. Dalam hal tersebut termasuk di antaranya menghindari pemborosan energi dan air, menerapkan efisiensi sumber daya, serta meminimalkan jejak karbon dan limbah industri yang bisa mencemari lingkungan. Hadirnya industri hijau tentu perlu diapresiasi sebab salah satunya dapat mendorong pengurangan emisi karbon secara nasional dan mewujudkan dekarbonisasi. Terdapat beberapa aspek yang perlu diketahui dalam menerapkan industri hijau. Baca Juga: Pengertian Industri Hijau: Tujuan, Manfaat, dan Contohnya 1. Efisiensi Sumber Daya dan Energi untuk Industri Hijau Industri hijau berarti mendorong perusahaan beroperasi dengan cara yang aman dan baik bagi alam, termasuk tidak menghamburkan sumber daya dan energi. Dalam aspek yang pertama, efisiensi sumber daya dan energi termasuk beralih ke penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, atau biomassa. Secara perlahan meninggalkan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan memanfaatkannya dengan lebih bijak. Kemudian, di dalam kantor perusahaan dapat mendorong efisiensi energi dengan menggunakan peralatan hemat energi dan sistem otomatisasi, serta mengoptimalkan penggunaan air dan menerapkan daur ulang grey water. 2. Pengurangan Emisi dan Limbah untuk Industri Hijau Produksi limbah tentu tidak dapat dihindari, namun perusahaan dapat menerapkan prinsip ekonomi sirkular dalam pengolahan limbah untuk mencegahnya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga lingkungan. Perusahaan dapat menggunakan proses produksi yang lebih ramah lingkungan untuk mengurangi potensi limbah sejak awal. Kemudian, menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan circular economy dalam pengelolaan limbah. Serta melakukan dekarbonisasi dengan mengurangi emisi karbon melalui transisi ke energi rendah karbon. 3. Bahan Baku Ramah Lingkungan untuk Industri Hijau Penggunaan bahan baku ramah lingkungan adalah salah satu hal yang penting dalam menjalani industri hijau. Bahan baku ramah lingkungan penting karena dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Industri dapat menggunakan material berkelanjutan berupa bahan yang dapat diperbarui atau didaur ulang dan kemudian mengganti bahan kimia beracun dengan alternatif yang lebih aman demi kelestarian lingkungan dan ekosistem sekitar. Dalam aspek ini, desain produk berkelanjutan juga penting untuk membuat produk yang tahan lama, mudah didaur ulang, dan pastinya hemat energi. Coba untuk menggunakan kemasan yang lebih sedikit atau berbahan biodegradable sebagai pilihannya. 4. Kepatuhan Aturan dan Regulasi untuk Industri Hijau Saat ini, sudah banyak sekali aturan dan regulasi yang mengatur tentang standar keberlanjutan. Contohnya seperti mengikuti standar emisi karbon, pembuangan limbah, dan polusi udara yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga internasional seperti Paris Agreement dan regulasi nasional. Mematuhi regulasi lingkungan yang berlaku menunjukkan komitmen perusahaan untuk menghindari pelanggaran serta mengurangi dampak lingkungan dari operasional mereka. Dengan memastikan kepatuhan regulasi, perusahaan bisa menghindari risiko hukum, menjaga reputasi, dan bahkan mendapatkan insentif dari kebijakan lingkungan yang mendukung industri hijau. 5. Keterlibatan Stakeholder dan Sosial untuk Industri Hijau Melibatkan stakeholder dan komunitas atau masyarakat setempat dalam inisiatif keberlanjutan dapat menunjukkan betapa seriusnya industri dalam mengimpelementasikan hal ini.  Perusahaan bisa membantu meningkatkan kesadaran pekerja tentang industri hijau dengan menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan SDM bagi masyarakat internal perusahaan maupun di luar industri. Kemudian, bermitra dengan komunitas, pemerintah, dan organisasi lingkungan serta berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di masyarakat. Lalu, apakah Anda telah mulai menerapkan konsep sustainability management ke dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi?  Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di …

15

5 Rekomendasi Tempat Wisata Edukasi Alam

Di tengah kepedulian terhadap lingkungan, tempat wisata yang bertema alam semakin populer di kalangan masyarakat. Tempat-tempat ini tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga memberikan pengalaman belajar atau edukasi yang mendalam tentang konservasi, ekosistem, dan keanekaragaman hayati.  Baca Juga: Aksi Cinta Alam dari Para Pendaki Gunung Artikel ini akan membahas lima rekomendasi tempat wisata edukasi alam yang menggabungkan aspek pembelajaran dan pelestarian lingkungan. Simak ulasannya berikut! 1. Edukasi Alam Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh dan Sumatera Utara Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di Indonesia, dikenal sebagai habitat orangutan Sumatera yang terancam punah. Luas taman nasional ini mencapai 7.927 km² dan menjadi rumah bagi lebih dari 130 spesies mamalia, 325 spesies burung, dan 190 spesies reptil dan amfibi. Kegiatan edukatif di taman nasional ini meliputi tur pengamatan satwa liar, program penanaman pohon, dan pelatihan konservasi. Pengunjung dapat belajar langsung tentang ekosistem hutan hujan tropis dan upaya pelestariannya. Wisata edukasi di Taman Nasional Gunung Leuser memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan konservasi satwa langka. 2. Edukasi Alam Kebun Raya Bogor, Jawa Barat Kebun Raya Bogor adalah pusat penelitian botani tertua di Asia Tenggara dan menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik. Kebun ini memiliki koleksi lebih dari 15.000 spesies tanaman, termasuk tanaman langka dan endemik. Setiap tahunnya, lebih dari 1 juta pengunjung datang untuk menikmati dan belajar di kebun raya ini. Program edukasi di Kebun Raya Bogor mencakup tur tematik, workshop botani, dan pameran tanaman. Pengunjung dapat memahami peran penting tanaman dalam menjaga ekosistem dan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dengan fasilitas lengkap dan koleksi tanaman yang kaya, Kebun Raya Bogor menawarkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermanfaat. 3. Edukasi Alam Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur Taman Nasional Komodo terkenal sebagai habitat asli komodo, reptil purba yang hanya ada di Indonesia. Taman ini mencakup area seluas 1.733 km² dan dihuni oleh sekitar 5.700 ekor komodo. Setiap tahun, taman ini dikunjungi oleh lebih dari 100.000 wisatawan domestik dan mancanegara. Program wisata edukasi mencakup tur pengamatan komodo, penjelajahan pulau, dan sesi edukasi tentang konservasi satwa. Pengunjung juga dapat belajar tentang ekosistem laut yang kaya di sekitarnya. Taman Nasional Komodo mengajarkan pentingnya konservasi satwa endemik dan menjaga ekosistem yang rapuh. 4. Edukasi Alam Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Jakarta Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk di Jakarta Utara menawarkan wisata edukasi tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya bagi lingkungan. Kawasan ini mencakup lahan seluas 99,82 hektar dengan berbagai jenis pohon mangrove. Setiap bulan, taman ini menerima lebih dari 10.000 pengunjung. Kegiatan edukatif meliputi penanaman mangrove, tur ekosistem, dan pelatihan tentang peran mangrove dalam mencegah abrasi dan perubahan iklim. Wisata edukasi di sini memberikan pemahaman langsung tentang peran vital mangrove dalam melindungi garis pantai dan keanekaragaman hayati. 5. Edukasi Alam Bali Bird Park, Bali Bali Bird Park adalah destinasi wisata edukasi yang menghadirkan pengalaman interaktif dengan berbagai jenis burung dari Indonesia dan seluruh dunia. Taman ini memiliki lebih dari 1.000 burung dari 250 spesies, dengan pengunjung tahunan mencapai 300.000 orang. Program edukasi mencakup pertunjukan burung, tur taman, dan sesi interaktif untuk mempelajari perilaku serta habitat burung. Pengunjung juga dapat memahami upaya pelestarian burung langka. Bali Bird Park memberikan wawasan tentang pentingnya perlindungan spesies burung dan habitatnya, serta mengedukasi masyarakat tentang keanekaragaman hayati. Tempat-tempat wisata edukasi alam di atas menawarkan kombinasi antara keindahan alam dan pembelajaran yang bermanfaat. Destinasi ini tidak hanya mendukung pelestarian alam tetapi juga memberikan manfaat ekonomi. Investasi dan partisipasi dalam wisata edukasi alam akan menjadi kunci untuk menciptakan kesadaran lingkungan yang lebih luas di masa depan.Seiring dengan hal tersebut, perusahaan dan industri juga dapat menjadikan tempat wisata alam sebagai sasaran inisiatif lingkungan.  Terutama untuk pelaku bisnis dan industri, saat ini, telah hadir Satuplatform.com yang dapat membantu inisiatif lingkungan perusahaan. Sebagai all-in-one solution, Satuplatform.com menyediakan berbagai layanan dan konsultasi bagi perusahaan dari berbagai sektor industri. Mari coba FREE DEMO nya sekarang! Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, Jakarta yang bermitra dengan Rotterdam dalam pengelolaan air… Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment As environmental concerns continue to escalate, Generation Z (Gen Z) has emerged as a driving force in the movement toward sustainability. Characterized by their digital savviness, social consciousness, and commitment to change, Gen Z is leveraging innovation, activism, and business strategies to foster a more sustainable future.  Read other articles : Carbon Market: A New Way for Sustainable Future Gen Z initiatives span from personal lifestyle changes to large-scale advocacy and corporate engagement. This article explores five key areas where Gen Z is making an impactful difference. Sustainable and Ethical Spending Gen Z is reshaping consumer behavior by prioritizing sustainability… Kerjasama Bilateral Indonesia untuk Dukung Keberlanjutan Lingkungan Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, Indonesia telah menjalin berbagai kerjasama bilateral dengan negara-negara mitra guna mempercepat transisi menuju pembangunan berkelanjutan. Kerjasama ini mencakup berbagai aspek, mulai dari …

16

Carbon Market: A New Way for Sustainable Future

The carbon market has emerged as a pivotal mechanism in addressing climate change while offering new avenues for economic growth. By enabling the trading of carbon credits, it provides businesses with financial incentives to reduce greenhouse gas (GHG) emissions. Read More: Carbon Markets Trend Among ASEAN Countries According to the World Bank’s State and Trends of Carbon Pricing 2023 report, the global carbon market generated over $95 billion in revenue, underscoring its significant economic potential. This article explores how the carbon market fosters a sustainable future by discussing its role, benefits, challenges, and prospects from both environmental and business perspectives. What is Carbon Market? According to The United Nations Development Programme (UNDP) Carbon markets are trading systems in which carbon credits are sold and bought. To hold a carbon market, it can be operated through two main mechanisms, namely compliance markets and voluntary markets. For the compliance market, these are regulated by mandatory national, regional, or international carbon reduction regimes. For example, the European Union Emissions Trading System (EU ETS) remains the largest compliance carbon market globally, covering more than 40% of the EU’s greenhouse gas emissions. For the voluntary market, companies and individuals purchase carbon offsets on a voluntary basis to compensate for their emissions. The voluntary carbon market (VCM) reached a valuation of $2 billion in 2023 and is projected to grow to $50 billion by 2030, according to McKinsey & Company. Environmental Benefits The carbon market has several benefits, and mainly its benefit on the environment. In this case, the carbon market plays a vital role in achieving global climate targets. By assigning economic value to carbon emissions, it incentivizes the adoption of sustainable practices.  Revenue from carbon credits often funds the promotion of renewable energy projects. For example, India’s renewable energy sector received $3 billion in carbon finance between 2015 and 2022, leading to the installation of over 10 GW of clean energy capacity. The environmental benefits of carbon markets demonstrate their potential in aligning corporate goals with broader climate action objectives. Economic Benefits  Not only its benefit on the environment, the carbon market also offers substantial economic advantages for companies. Instead of investing heavily in new technology to reduce emissions, companies can purchase carbon credits. This flexibility lowers the overall cost of meeting emission reduction targets. For example, Shell reported savings of up to $100 million annually by leveraging carbon trading in its global operations. Beside it, companies investing in carbon reduction projects can sell surplus carbon credits, creating additional revenue streams. Especially now financial institutions are increasingly offering favorable terms to companies with robust carbon management strategies. These economic incentives position the carbon market as a critical tool for sustainable business growth, aligning profitability with environmental stewardship. Challenges of Carbon Market Despite its benefits on the environment and economic aspect, the carbon market faces several challenges that need to be addressed. Such as market integrity and transparency to price volatility. In relation to market integrity and transparency, concerns over the credibility of certain carbon offset projects have arisen. The Voluntary Carbon Markets Integrity Initiative (VCMI) emphasizes the need for robust verification standards to prevent greenwashing. Along with this, the price volatility in carbon credit are subject to fluctuations. For example, EU ETS prices ranged from €5 per ton in 2017 to over €100 per ton in 2023. Such volatility can impact long-term planning for businesses. Addressing these challenges is essential to maximize the carbon market’s effectiveness in promoting sustainable practices. The Future of the Carbon Market Looking ahead, the carbon market is poised for significant expansion and evolution. One of the opportunities of the carbon market lies in blockchain technology. Digital carbon market on blockchain technology is being explored to enhance transparency and traceability in carbon trading. Companies like Toucan Protocol are pioneering blockchain-based carbon credits. In relation to corporate initiatives, the carbon market has a potential to support the corporate net-zero strategies. A growing number of corporations are committing to net-zero emissions. According to Net Zero Tracker, over 1,500 companies globally had set net-zero targets by the end of 2023, with carbon markets playing a key role in their strategies. Countries in Africa, Latin America, and Southeast Asia are developing carbon markets. For instance, Indonesia launched its carbon exchange in 2023, potentially becoming a major player in the Asia-Pacific region. The carbon market represents a transformative approach to achieving a sustainable future. By combining environmental responsibility with economic incentives, it creates a win-win scenario for businesses and the planet. With the global carbon market projected to grow exponentially its role in driving sustainable development cannot be overstated. Especially for business, now we have Satuplatform.com as all-in-one solution who provides you with carbon consultancy. Try our FREE DEMO now! Similar Article Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga artikel lainnya : Waste to Energy : Kelebihan dan Kekurangan Waste-to-energy (WTE) Swedia telah lama menjadi pelopor dalam pengelolaan limbah yang efisien dan berkelanjutan. Negara ini dikenal dengan sistem waste-to-energy… Bagaimana Kerjasama Sister-City untuk Dukung Fasilitas Kota yang Ramah Lingkungan? Dalam menghadapi tantangan lingkungan perkotaan, banyak kota di dunia menjalin hubungan sister-city guna bertukar pengalaman dan teknologi dalam membangun fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Konsep sister-city tidak hanya bertujuan mempererat hubungan diplomatik, tetapi juga menjadi platform untuk berbagi solusi inovatif dalam mengatasi permasalahan perkotaan seperti polusi udara, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi.  Artikel ini akan membahas lima aspek utama dari kerjasama sister-city dalam mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan. 1. Implementasi Teknologi Hijau dalam Infrastruktur Perkotaan untuk Kota Ramah Lingkungan Melalui kerjasama sister-city, banyak kota mengadopsi teknologi hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Misalnya, …

5

Mengenal Bhutan, Negara Carbon-Negative ‘Tanpa’ Emisi Karbon

Carbon-Negative – Mendengar kata Bhutan, apa yang kamu ketahui tentang negara tersebut? Sebuah negara kecil di Asia Selatan ini luasnya 38,3 km2 dan terletak di antara India dan Republik Rakyat Tiongkok. Dikenal dengan sebutan Negeri Naga Guntur, Bhutan adalah negara berbentuk kerajaan yang posisinya berada di wilayah pegunungan Himalaya. Lanskap geografinya beragam, didominasi pegunungan, perbukitan, dataran, hingga lembah, sebab letaknya sendiri berada di dataran tinggi. Baca Juga: 3 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia Meskipun termasuk negara daerah pegunungan dengan luas yang terbatas, Bhutan menyimpan prestasi yang baik dalam hal pelestarian lingkungan. Tahukah kamu kalau Bhutan juga menjadi satu-satunya negara dengan status “negatif-karbon”atau carbon-negative di dunia? Mari mengenal Bhutan dan memahami statusnya sebagai negara carbon-negative pertama di dunia dalam pembahasan di bawah! Bhutan sebagai Negara Carbon-Negative Bhutan merupakan salah satu negara paling hijau di dunia yang bahkan berstatus negatif karbon. Artinya, negara ini menyerap lebih banyak karbon daripada yang dihasilkannya. Pada dasarnya, Bhutan tetap menghasilkan emisi karbon dan masih memiliki beberapa sumber emisi karbon seperti negara lain. Menurut data Worldometer, emisi CO2 fosil di Bhutan adalah sebesar 1.712.460 ton pada tahun 2022.  Namun, meskipun menghasilkan emisi karbon, jumlah karbon yang diserap kembali lebih besar daripada yang dilepaskannya, sehingga negara ini menjadi negatif-karbon. Kondisi ini bisa terjadi karena geografis Bhutan yang sangat hijau. Sumber Emisi Karbon Negara Bhutan Sumber emisi karbon di Bhutan umumnya berasal dari sektor transportasi, industri dan konstruksi, pemanasan dan energi rumah tangga, serta pariwisata yang sangat dibatasi jumlahnya. Cara Bhutan Mewujudkan Target Netral Karbon Lalu bagaimana cara negara Bhutan mewujudkan target netral karbon dan menjadi negatif karbon? Tidak bisa dipungkiri bahwa siapapun dapat menghasilkan emisi karbon sebagai dampak dari suatu aktivitas yang dilakukan. Akan tetapi, Bhutan berhasil mengimbanginya. Negara dengan jumlah penduduk 786 ribu orang ini diketahui memiliki tutupan pepohonan yang sangat luas. Lebih dari 70 persen wilayah negara ini ditutupi pepohonan yang membantu menyerap lebih banyak karbon daripada yang dihasilkan negara ini. Dilansir dari GVI Planet, Bhutan menyerap sekitar tujuh juta emisi karbon dioksida (CO2) setiap tahunnya dan hanya menghasilkan dua juta emisi karbon dari berbagai aktivitas masyarakat. Kemudian, lingkungan yang amat lestari dan hijau juga menjadi kunci terciptanya alam yang sehat. Pemerintah Bhutan diketahui memiliki berbagai kebijakan keberlanjutan seperti larangan penebangan liar, promosi kendaraan listrik, dan pembangunan hijau. Dilansir dari Data Indonesia, menurut laporan Yale Center for Environmental Law and Policy bertajuk Environmental Performance Index (EPI) 2024, Bhutan menjadi negara dengan kelestarian hutan terbaik di dunia tahun 2024. Negara ini mencatatkan skor indeks sebesar 86,7 poin pada kategori isu hutan dalam laporan tersebut. Sebagian besar listrik Bhutan berasal dari tenaga air (hydropower), yang bebas emisi karbon. Bahkan, Bhutan juga mengekspor listrik bersih ke negara tetangga seperti India, membantu mengurangi emisi regional. Kebijakan ketat dan komitmen yang kuat dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan serta mempromosikan praktik ramah lingkungan membuat negara ini menuai hasil yang indah bagi negara dan seluruh dunia. Bagaimana menurutmu tentang Bhutan dan pencapaiannya?  Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ dengan limbah di lingkungan, impor sampah menjadi suatu mekanisme yang kini mulai semakin diperhitungkan. Impor sampah merujuk pada praktik suatu negara menerima limbah dari negara lain untuk diolah, didaur ulang, atau digunakan sebagai sumber energi.  Beberapa negara-negara di dunia melakukan impor sampah, termasuk Swedia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Swedia mengimpor sampah dan apa dampaknya secara lingkungan maupun secara ekonomi.  Baca juga …

11

3 Negara dengan Emisi Karbon Terendah di Dunia

Tidak dapat disangkal bahwa dampak perubahan iklim semakin sering muncul dan terlihat seiring dengan meningkatnya kerusakan lingkungan, baik karena disebabkan manusia maupun faktor alam. Tingginya produksi emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi salah satu dari sekian banyak hal yang membuat kondisi ini semakin buruk. Oleh karena itu, negara-negara di dunia perlu untuk mengambil tindakan lebih cepat untuk mengatasi masalah ini. Baca Juga: Tertinggi di Dunia, Kenali Sumber Emisi Karbon di China Jika negara-negara besar perlu bertanggung jawab atas emisi karbon yang mereka hasilkan, di lain sisi terdapat negara dengan emisi karbon terendah di dunia yang justru terkena dampak dari perubahan iklim. Berikut adalah 3 negara di dunia yang terpantau paling tidak berpolusi dan menghasilkan sedikit saja emisi karbon.  1. Emisi Karbon Terendah: Tuvalu Tuvalu, sebuah negara kepulauan kecil di Samudra Pasifik ini diketahui menghasilkan sangat sedikit emisi gas rumah kaca setiap tahunnya. Pada tahun 2020 saja, The Global Economy mencatat emisi karbon (CO2) tahunan Tuvalu berada di angka 22 ribu per metrik ton CO2e, turun dari tahun sebelumnya yakni 2019 yang angkanya 24 ribu per metrik ton CO2e.. Menurut Emission Index, Tuvalu merupakan salah satu negara yang kontribusi emisi karbonnya sangat rendah, 0,01 persen terhadap emisi global. Negara ini telah menduduki peringkat ke-190 sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dunia sejak 1990. Ada banyak faktor yang dapat menjadikan Tuvalu sebagai penghasil emisi terkecil di dunia. Utamanya karena populasinya yang kecil sebab hanya ada sekitar 9.816 jiwa yang tinggal di sini sehingga konsumsi energi pun menjadi rendah. 2. Emisi Karbon Terendah: Kiribati Negara kepulauan kecil di Samudra Pasifik lainnya yaitu Kiribati, menjadi negara lainnya di dunia yang memiliki jejak karbon sangat kecil. Emission Index mencatat bahwa total emisi gas rumah kaca Kiribati pada 2019 adalah sekitar 118 ribu per metrik ton CO2. Jika ditotal sejak tahun 2019, total emisi gas rumah kaca Kiribati sampai adalah sekitar 2,16 juta per metrik ton CO2. Sama seperti Tuvalu, Kiribati menjadi negara yang kontribusi emisi karbonnya sangat rendah, 0,01 persen terhadap emisi global. Menempati peringkat ke-188 sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia sejak 1990. Dengan populasinya yang kecil, sekitar 120 ribu jiwa, serta karena aktivitas industrinya hampir tidak ada dan sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian dan perikanan, jejak karbon di sini sangat kecil. Sayangnya, Kiribati dihadapkan pada dampak perubahan iklim karena lokasinya yang rentan. Ilmuwan memprediksi bahwa Kiribati bisa tenggelam dalam beberapa dekade ke depan jika perubahan iklim semakin parah. 3. Emisi Karbon Terendah: Bhutan Bhutan adalah salah satu negara paling hijau di dunia yang bahkan dinobatkan menjadi satu-satunya negara karbon negatif di dunia. Apa itu? Jika sebagian besar negara di dunia menghasilkan emisi karbon lebih banyak dibanding yang mampu diserap laut dan tumbuhan, maka Bhutan berbeda dari yang lain.  Wilayah Bhutan yang didominasi pepohonan dan lanskap hijau, justru menjadikannya sebagai penyerap karbon – yang berarti negara ini menyerap lebih banyak karbon dioksida daripada yang dihasilkannya. Worldometer mencatat bahwa emisi karbon yang dihasilkan Bhutan pada tahun 2022 mencapai 1.7 juta per metrik ton CO2e. Namun, karena statusnya sebagai penyerap karbon, Bhutan sama sekali tidak berkontribusi terhadap emisi global, satu-satunya di dunia. Bagaimana menurutmu dengan daftar negara beremisi paling rendah di atas? Kamu juga bisa mulai menerapkan konsep sustainability manajemen dalam kegiatan operasional perusahaan atau organisasi dengan caramu sendiri.  Jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.   Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut Cilacap 1. Pohon Penyerap Karbon Mangrove: Sang Penjaga Pesisir Mangrove adalah salah satu jenis pohon yang paling efisien dalam menyerap karbon. Hutan mangrove dapat menyimpan karbon 3–5… Waste to Energy (WTE) : Negara Swedia Lakukan Impor Sampah Di tengah kondisi bumi yang semakin ‘overwhelmed’ …

9

Benarkah Menerapkan Remote Working Dapat Mengurangi Jejak Karbon?

Aktivitas manusia setiap harinya, sejak bangun tidur sampai akan beristirahat kembali, dapat menghasilkan jejak karbon yang berperan terhadap kondisi lingkungan. Di Amerika Serikat saja, setiap orang disebut memproduksi sekitar 16 ton emisi karbon per tahun dari seluruh aktivitas mereka, sebagaimana dikutip dari situs University Corporation for Atmospheric Research (UCAR USA). Seiring dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, tentu diperlukan peran masyarakat secara global untuk dapat mengurangi jejak karbon. Bisa dilakukan dengan cara apapun dan bekerja jarak jauh (remote working) adalah salah satu yang dianggap dapat mengurangi jejak karbon. Baca Juga: Digital Footprint dan Jejak Karbon: Mengurangi Emisi dari Penggunaan Internet dan Gadget Lalu benarkah hal ini bisa berperan signifikan? Mari kita bahas bersama! Jejak Karbon dari Perjalanan Para Pekerja Jejak karbon yang berasal dari sektor transportasi atau perjalanan memberikan dampak lingkungan paling signifikan di antara faktor lainnya. Dilansir dari artikel Greenly Leaf, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS (US EPA), transportasi menyumbang sekitar 28 persen dari total emisi gas rumah kaca AS.  Hal yang sama juga terjadi di Inggris di mana transportasi turut menyumbang sebesar 26 persen emisi dari total emisi GRK Inggris. Sebagian besarnya berasal dari penggunaan kendaraan pribadi. Dari hal tersebut, bisa dilihat bahwa kegiatan pulang pergi pekerja berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon. Akan semakin bertambah jumlah emisinya jika diikuti dengan jarak tempuh yang semakin bertambah. Namun, sebuah penelitian yang dimulai ketika pandemi kemudian menunjukkan adanya upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah emisi GRK dari aktivitas perjalanan pekerja. Remote Working Mengurangi Jejak Karbon Dikutip dari News Cornell University, industri serta para pekerja sebenarnya dapat mengurangi emisi karbon mereka dengan suatu cara, yakni menerapkan sistem kerja jarak jauh. Kerja jarak jauh atau disebut juga remote working merupakan sistem kerja yang memungkinkan karyawan bekerja di luar kantor bahkan dari lokasi yang jauh sekalipun. Karyawan dapat bekerja dari mana saja, salah satunya work from home, selama didukung koneksi internet yang stabil. Menurut studi baru hasil kerja sama Cornell University dan Microsoft, menerapkan sistem remote working pada pekerja dapat membantu mereka mengurangi emisi sampai dengan 54 persen.  Selain itu, studi lain yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences, juga menjumpai bahwa pekerja hibrida yang bekerja dari rumah dua hingga empat hari per minggu dapat mengurangi jejak karbon mereka sebesar 11-29 persen. Para pekerja dengan sistem kerja work from home disebut cenderung memiliki jarak tempuh yang lebih pendek dan hampir sama sekali tidak melakukan perjalanan kerja. Dengan bekerja dari rumah, orang tidak perlu menggunakan kendaraan bermotor setiap hari, yang mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi CO2 dari transportasi. Remote Working Tidak Sepenuhnya Nol Karbon Studi menunjukkan bahwa work from home dapat mengurangi emisi karbon hingga 54 persen dibandingkan bekerja di kantor setiap hari. Sistem kerja work from home juga dapat mengurangi konsumsi energi kantor karena lebih sedikit karyawan di kantor, konsumsi energi dapat dikurangi secara signifikan. Namun, meski tampaknya langkah ini efektif mengurangi emisi dari sektor transportasi, masih terdapat hal lain yang perlu diperhatikan. Bekerja dari rumah berarti lebih banyak perangkat elektronik menyala sepanjang hari, seperti laptop, WiFi, dan pendingin ruangan, yang meningkatkan konsumsi listrik rumah tangga. Jika rumah menggunakan listrik dari bahan bakar fosil, maka jejak karbon bisa tetap tinggi. Belum lagi dengan penggunaan perangkat elektronik di rumah yang lebih boros energi dibandingkan kantor. Remote work juga bergantung pada cloud computing, video conferencing, dan data storage, yang semuanya memerlukan pusat data besar. yang berkontribusi terhadap emisi karbon digital. Remote working memang bisa lebih ramah lingkungan dibandingkan bekerja di kantor, asalkan kita juga mengurangi emisi digital. Oleh karena itu, perlu diseimbangkan antara efisiensi kerja dan keberlanjutan agar manfaatnya lebih maksimal. Tentang Satuplatform Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… YONO: Tren Gaya Hidup Ala Gen Z Tahun 2025 Di tahun 2025, tren gaya hidup terus berkembang, terutama di kalangan Gen Z yang dikenal adaptif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perbincangan hangat adalah YONO, sebuah konsep hidup yang semakin populer di berbagai belahan dunia.  YONO, singkatan dari You Only Need One, adalah filosofi hidup yang menekankan kesederhanaan, efisiensi, dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari fashion, teknologi, hingga kebiasaan konsumsi. Baca Juga: Gen Z’s Initiatives Towards A Better Environment Asal Usul dan Filosofi YONO Konsep YONO lahir dari kesadaran generasi muda terhadap konsumsi berlebihan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tren… Penyerap Karbon Luar Biasa: Pohon Mangrove, Petai, dan Durian Dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer, peran pohon sebagai penyerap karbon alami menjadi semakin penting. Beberapa spesies pohon memiliki kapasitas luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon, membantu menyeimbangkan ekosistem serta mengurangi dampak pemanasan global. Di antara banyaknya pohon yang memiliki fungsi ini, mangrove, petai, dan durian menonjol sebagai spesies yang efektif sebagai penyerap karbon. Baca Juga: Program Rehabilitasi Mangrove, Mengapa Penting dan Cerita dari Kampung Laut …

8

Cloud Computing VS On-Premise, Siapa Lebih Ramah Lingkungan?

Layanan cloud computing atau on-premise merupakan dua pilihan infrastruktur TI (teknologi informasi) yang seringkali dibandingkan dalam hal pengelolaan data perusahaan. Keduanya sama-sama populer. Menawarkan beragam fitur dan manfaat yang bisa membantu industri melakukan transformasi digital melalui langkah migrasi sistem terdahulu ke teknologi terkini yang lebih modern. Baca Juga: Bagaimana Cara Mengurangi Jejak Karbon Digital? Dalam konteks keberlanjutan dan industri hijau, perbandingan antara cloud computing dan on-premise sering dibahas dari aspek efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon. Lalu, siapa di antara cloud computing vs. on-premise yang lebih ramah lingkungan? Memahami Cloud Computing Dilansir dari Herza Digital Indonesia, cloud computing atau komputasi awan merupakan suatu perangkat teknologi komputer yang dapat mengubah internet menjadi data center.  Layanan infrastruktur cloud computing dapat berupa database storage, server, jaringan, hingga software yang disediakan pihak ketiga dengan berbasis internet. Cloud computing merupakan layanan yang memungkinkan siapapun mengakses data dan informasi secara praktis serta remote di ‘awan’ – sebuah ruang virtual di internet yang dapat diakses menggunakan sambungan internet. Beberapa contoh layanan ini yang banyak digunakan seperti Infrastructure as a Service (IaaS), Platform as a Service (PaaS), dan Software as a Service (SaaS).  Fungsi Cloud Computing Layanan ini memberikan beragam kemudahan bagi pengguna dalam mengakses data yang disimpan di internet. Komputasi awan juga memungkinkan pengguna membayar apa yang mereka gunakan dengan fungsinya meliputi layanan: Dengan adanya komputasi awan, pengguna dapat meminimalisir risiko terjadinya kehilangan data dan meningkatkan keamanan privasi informasi perusahaan. Karakteristik Cloud Computing Menurut situs Cloud Computing Indonesia, setidaknya terdapat lima ciri khas dasar yang membuat sebuah layanan bisa disebut komputasi awan. Kelima karakteristik tersebut di antaranya: 1. On-demand Self Service Akses mandiri, kemudahan bagi pengguna, pengadaan sumber daya yang cepat dan efisien, otomatisasi, hingga kontrol penuh oleh pengguna dalam mengakses layanan ini merupakan beberapa kriteria yang perlu dipenuhi untuk menciptakan layanan ini. 2. Broad Network Access Cloud computing harus bisa diakses melalui berbagai jenis perangkat dengan bantuan konektivitas jaringan dengan protokol komunikasi yang standar namun tetap aman. 3. Resources Pooling Layanan cloud computing mengubah internet menjadi pusat data. Pusat data tersebut perlu memiliki skalabilitas yang baik dengan pengunaan sumber daya yang efisien yang memudahkan pengguna. 4. Rapid Elasticity Komputasi awan perlu mampu secara cepat dan otomatis menyesuaikan kapasitasnya dengan perubahan permintaan dari pengguna. 5. Measured Service Layanan ini perlu memiliki kemampuan untuk mengukur dan memantau penggunaan sumber daya komputasi secara menyeluruh, melibatkan fungsi pemantauan, kontrol dan juga pelaporan. Memahami On-Premise Jika Cloud Computing melibatkan pihak ketiga di luar perusahaan, on-premise memerlukan peran inhouse sebagai tim khusus yang menangani layanan ini. Dikutip dari Linknet, on-premise adalah sebuah server yang digunakan dan dikelola oleh perusahaan melalui infrastruktur IT buatan sendiri sebagai pusat sumber daya, penyimpanan data, dan sebagainya. On-premise menjadi sistem yang dirancang dan diterapkan oleh perusahaan itu sendiri, didukung sumber daya manusia internal perusahaan dan biasanya akan lebih mudah mengontrol apa saja yang terjadi di dalam server mereka. Fungsi On-Premise Dari segi layanan, cloud computing dan on-premise tidaklah jauh berbeda. Namun, sesuai kondisinya on-premise menyediakan model penyimpanan dan pengelolaan softwate secara lokal di dalam fasilitas perusahaan. Karakteristik On-Premise Sistem TI on-premise biasanya dirancang dan diterapkan sendiri oleh perusahaan, mulai dari server, developer, design, sampai dengan perawatan rutin setelahnya. On-premise bisa dibilang adalah sepenuhnya milik perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, server on-promise dapat memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk mengontrol, mengatur akses, sampai dengan menentukan beragam kebutuhan yang ingin diimplementasikan sesuai hak perusahaan. Beberapa industri, seperti keuangan atau kesehatan, umumnya lebih memilih on-premises karena mereka memiliki persyaratan keamanan yang ketat. Cloud Computing vs. On-Premise dalam Hal Keberlanjutan Dalam konteks keberlanjutan dan ramah lingkungan, perbandingan cloud computing vs. on-premises sering dibahas dari aspek efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon. Menurut berbagai sumber, cloud computing dinilai lebih hemat energi karena penyedia layanan cloud menggunakan pusat data skala besar yang dioptimalkan untuk efisiensi daya dan pendinginan. Sementara on-premises cenderung kurang efisien karena server sering berjalan dengan kapasitas tidak maksimal tetapi tetap mengonsumsi daya besar. Kemudian pusat data lokal (on-premises) biasanya masih bergantung pada listrik berbasis bahan bakar fosil, sehingga jejak karbonnya lebih tinggi. Berbeda dengan penyedia layanan cloud yang mungkin beberapa di antaranya telah berkomitmen menggunakan energi terbarukan dalam operasionalnya. Cloud juga memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan kapasitas komputasi sesuai kebutuhan sehingga tidak ada pemborosan sumber daya. Di lain sisi, on-premises sering memiliki kapasitas tetap, yang bisa menyebabkan pemborosan daya jika tidak digunakan secara maksimal. Dari paparan di atas, cloud computing cenderung lebih ramah lingkungan dibandingkan on-premises, terutama jika menggunakan layanan cloud yang berbasis energi hijau. Namun, keputusan tetap bergantung pada kebutuhan spesifik perusahaan, regulasi, dan kebijakan keberlanjutan yang diadopsi. Anda tetap bisa berkomitmen pada keberlanjutan melalui berbagai cara seperti melakukan pencatatan jejak karbon dan menetapkan target pengurangannya melalui metode lain yang bermanfaat. Temukan metodenya dan jalankan rencana tersebut dengan lebih mudah bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG management, carbon accounting, dan sustainability reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Mengumpulkan dan menganalisis data ESG secara akurat dan efisien Menghitung & mengelola emisi karbon dan menetapkan target pengurangan emisi Menyusun laporan ESG yang memenuhi standar internasional dan nasional Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform.  Similar Article Food Loss dan Dampaknya terhadap Iklim dan Lingkungan Food loss atau kehilangan pangan adalah salah satu masalah besar yang sering luput dari perhatian. Food loss mengacu pada makanan yang hilang di sepanjang rantai pasok sebelum mencapai konsumen, seperti saat panen, penyimpanan, transportasi, dan distribusi.  Berbeda dengan food waste, yang merujuk pada makanan yang dibuang oleh konsumen atau ritel, food loss lebih banyak terjadi di hulu rantai pasok. Meski tidak selalu disadari, kehilangan pangan memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Baca Juga: Food Loss vs Food Waste Fakta dan Data Mengenai Food Loss Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 14% dari seluruh makanan yang diproduksi… …