Bangunan Gedung Hijau: Pengertian, Kriteria, hingga Manfaatnya

Standar Sertifikasi Bangunan Hijau

Sertifikasi bangunan hijau telah menjadi dokumen yang dibutuhkan saat ini seiring dengan meningkatnya kesadaran akan prinsip berkelanjutan. Sertifikasi bangunan hijau hadir dengan serangkaian sistem dan alat pemeringkatan yang digunakan untuk menilai kinerja sebuah bangunan atau proyek konstruksi dari perspektif keberlanjutan dan lingkungan. Bangunan hijau diharapkan ialah bangunan dengan struktur yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Baca Juga: Bangunan Gedung Hijau: Pengertian, Kriteria, hingga Manfaatnya Konsep bangunan hijau mencakup berbagai aspek mulai dari efisiensi energi dan air hingga penggunaan material ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang efektif. Oleh karena itu, penilaiannya akan menyasar ke banyak hal. Berikut ini adalah beberapa standar sertifikasi bangunan hijau yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) Pada tahun 1998, US Green Building Council merancang sendiri sistem sertifikasi bangunan hijau yang dimilikinya melalui sertifikasi bernama LEED. Sistem ini memiliki serangkaian kriteria penilaiannya sendiri dan menggunakan kode dan standar ASHRAE  Terdapat empat tingkat penilaian pada LEED yakni Platinum, Gold, Silver, dan Certified, dengan sistem pemeringkatannya dinilai berdasarkan jenis proyeknya. Jenis-jenis sistem pemeringkatan adalah sebagai berikut: LEED menjadi sistem pemeringkatan bangunan hijau yang paling banyak digunakan di dunia. Pada tahun 2022, LEED telah mensertifikasi lebih dari 100 ribu bangunan hijau di seluruh dunia. Baca Juga: Bangunan Gedung Hijau: 3 Inspirasinya di Seluruh Dunia BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method) BREEAM merupakan sebuah sertifikasi bangunan hijau yang dikeluarkan oleh Building Research Establishment di Inggris, dan telah menilai sekitar sekitar 535.000 bangunan di seluruh dunia sejak tahun 1990. Terdapat lima tingkat sertifikasi pada sistem BREEAM, Outstanding, Pass, Good, Very Good, Excellent, dan Outstanding, serta menggunakan 10 kategori penilaian dengan skor yang ditentukan.  Penilaian BREEAM menggunakan ukuran kinerja yang didasarkan pada tolak ukur yang telah ditetapkan, untuk mengevaluasi spesifikasi, desain, konstruksi, dan penggunaan bangunan. Setiap kategori berfokus pada faktor yang paling berpengaruh, termasuk pengurangan emisi karbon, desain berdampak rendah, adaptasi terhadap perubahan iklim, nilai ekologis, dan perlindungan keanekaragaman hayati. DGNB (Deutsche Gesellschaft für nachhaltiges Bauen) Sertifikasi bangunan hijau DGNB diperkenalkan secara resmi oleh Dewan Bangunan Berkelanjutan Jerman pada tahun 2009 untuk menilai Lalu Lintas, Konstruksi, dan Pembangunan Perkotaan. DGNB memiliki tiga tingkat sertifikasi, Platinum, Gold, Silver, dan Bronze, dengan penilaian dilakukan oleh auditor yang ditunjuk oleh kontraktor proyek. Auditor mendukung kontraktor dan mengawasi proses konstruksi dari pendaftaran awal hingga sertifikasi dan penyelesaian proyek. Sertifikasi bangunan hijau ini secara umum dianggap lebih komprehensif daripada BREEAM dan LEED. Sistem penilaiannya didasarkan pada tiga paradigma utama, yaitu penilaian siklus hidup, keberlanjutan holistik (lingkungan, ekonomi, sosial), dan pendekatan berbasis kinerja. Selebihnya, terdapat enam sub-kategori penilaian dengan indikator mengikuti setiap tingkatan sertifikasi. Sertifikasi DGNB telah menjadi sistem penilaian yang paling banyak dipakai di Eropa dan nomor 2 di dunia dengan anggota organisasi aktif berjumlah 2.300 orang. Lebih dari 10.000 bangunan atau konstruksi di sekitar 30 negara telah diberikan penghargaan oleh DGNB. Miljöbyggnad atau BREEAM-SE Sertifikasi Miljöbyggnad merupakan sistem penilaian dari yang dikembangkan oleh Swedia Green Building Council (SGBC) untuk sertifikasi bangunan hijau berwawasan lingkungan dan telah menilai lebih dari 3300 bangunan di seluruh dunia. SGBC memperkenalkan sistem sertifikasinya sendiri pada tahun 2011, didasarkan pada standar dan peraturan perundang-undangan Swedia. Miljöbyggnad memiliki tiga tingkat sertifikasi, yakni Gold, Silver, dan Bronze, digunakan untuk mensertifikasi konstruksi baru atau yang sudah berdiri. Penilaian sertifikasi ini mencakup pada hal-hal terkait konsumsi energi bangunan, dampak iklim, lingkungan dalam dan luar ruangan, serta sirkularitas. Di antara empat kategori penilaian tersebut, terdapat juga sub-kategori lebih lanjut yang menyesuaikan setiap tingkat sertifikasi. Indikatornya didasarkan pada persyaratan otoritas Swedia, tujuan lingkungan hidup Swedia, dan tujuan keberlanjutan global. EEWH (Ecology, Energy Saving, Waste Reduction, and Health) Sertifikasi bangunan hijau EEWH merupakan sistem penilaian yang telah dikembangkan Lembaga Penelitian Bangunan Kementerian Dalam Negeri Taiwan sejak tahun 1995 dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1999.  Label ini secara resmi menjadi standar sertifikasi bangunan hijau nasional dan sistem evaluasi bangunan hijau keempat di dunia. Merupakan satu-satunya sistem evaluasi bangunan hijau yang dikembangkan secara independen di iklim tropis dan subtropis. EEWH memiliki lima tingkat sertifikasi, Diamond, Gold, Silver, dan Bronze. Terdapat enam jenis penilaian EEWH, yang dibagi menjadi tipe dasar, tipe akomodasi, tipe bangunan pabrik, tipe perbaikan bangunan lama, tipe komunitas, dan versi luar negeri.  Penilaian sertifikasi bangunan hijau ini didasarkan pada empat hal pokok yaitu ekologi, penghematan energi, pengurangan limbah, dan kesehatan. Hadir juga sembilan sub-kategori penilaian tambahan yang menyesuaikan tingkat sertifikasinya. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Teknik Pertanian Regeneratif untuk Mengurangi Emisi Karbon Sektor pertanian telah menjadi salah satu di antara berbagai sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi besar ke atmosfer. Berbagai aktivitas dalam sektor ini, seperti produksi tanaman, peternakan, dan penggunaan lahan, menghasilkan emisi yang signifikan. Tidak hanya karbon dioksida, aktivitas pertanian turut melepaskan emisi ke udara yang di antaranya merupakan metana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Sebuah data menyebut bahwa secara global sektor pertanian bertanggung jawab atas 23 persen emisi GRK antropogenik. Jumlah yang setara dengan 12 GtCO2/tahun.  Melihat kondisi ini, diperlukan solusi yang dapat menjadikan kegiatan pertanian berjalan secara lebih ramah lingkungan dan minim dampak, terlebih dalam… Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Meningkatnya inisiatif terkait sustainability telah menyasar banyak sektor, termasuk dalam hal konstruksi berkelanjutan yang punya hubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan. Beberapa tahun ke belakang, tren konstruksi berkelanjutan telah muncul di banyak wilayah di seluruh belahan dunia. Indonesia salah satunya, di mana pengembangan infrastruktur semakin masif dilaksanakan untuk mendukung urbanisasi yang kian pesat. Konstruksi berkelanjutan merupakan metode atau pendekatan dalam industri pembangunan yang dilaksanakan secara penuh perhitungan dengan memprioritaskan kenyamanan dan keberlangsungan lingkungan. Bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumber daya selama siklus hidup bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi berkelanjutan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran bangunan… Standar Sertifikasi Bangunan Hijau Sertifikasi bangunan hijau telah menjadi dokumen yang dibutuhkan saat ini seiring dengan meningkatnya kesadaran akan prinsip berkelanjutan. Sertifikasi bangunan hijau hadir dengan serangkaian sistem dan alat pemeringkatan yang digunakan untuk menilai kinerja sebuah bangunan atau proyek konstruksi dari perspektif keberlanjutan dan lingkungan. Bangunan hijau diharapkan ialah …

Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Inovasi dan Implementasi

Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Inovasi dan Implementasi

Tahukah kamu bahwa penggunaan sebuah material atau bahan menentukan kondisi bangunan yang hendak didirikan? Bahan bangunan ramah lingkungan menjadi salah satu langkah untuk mendukung terwujudnya bangunan hijau. Inovasi bahan bangunan ramah lingkungan juga menjadi semakin penting dalam industri konstruksi. Tujuan utamanya tidak lain ialah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, penggunaan bahan ramah lingkungan juga bertujuan memberikan manfaat dalam jangka panjang serta membantu mengurangi pemanasan global yang bisa dihasilkan dari operasional bangunan. Baca Juga: Bangunan Gedung Hijau: 3 Inspirasinya di Seluruh Dunia Penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan pada dasarnya perlu memenuhi faktor-faktor berkelanjutan yang diharapkan. Misalnya seperti material yang berasal dari sumber terbarukan, bahan-bahannya tidak mengganggu keanekaragaman hayati, juga dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Efisiensi energi juga menjadi target utama di sini. Bahan bangunan ramah lingkungan diharapkan dapat membantu menghemat energi dengan menyediakan isolasi termal yang baik. Sehingga hanya akan menghasilkan emisi karbon lebih rendah selama produksi dan penggunaannya. Baca Juga: Melihat Dampak Sektor Bangunan dan Konstruksi Terhadap Polusi Lingkungan Inovasi dalam bahan bangunan ramah lingkungan terus berkembang, membantu menciptakan bangunan yang lebih efisien, sehat, dan berkelanjutan. Berikut ini adalah lima inovasi bahan bangunan ramah lingkungan yang dapat menjadi referensi untukmu. 1. Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Bambu Bambu adalah bahan bangunan yang cepat tumbuh, kuat namun ringan, dan fleksibel untuk digunakan. Selain itu, bambu memiliki kapasitas menyerap karbon dioksida yang tinggi, sehingga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca. Tanaman yang satu ini adalah salah satu yang paling berkelanjutan sebab memiliki waktu regenerasi yang cepat dibandingkan kayu. Dapat dipanen kembali setelah tiga hingga lima tahun, serta akan tumbuh dengan sendirinya tanpa perlu ditanam kembali. 2. Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Kayu Rekayasa Kayu rekayasa seperti kayu laminasi silang (Cross-Laminated Timber, CLT) dan kayu laminasi glulam (Glued-Laminated Timber) memiliki kekuatan tinggi dan digunakan sebagai alternatif untuk beton dan baja dalam konstruksi bangunan.  Kayu ini umumnya merupakan bahan yang sebelumnya telah digunakan pada proyek lain. Diproduksi dengan menggunakan potongan kayu yang lebih kecil dan limbah kayu, sehingga lebih efisien.  Kayu daur ulang merupakan salah satu inisiatif yang tepat untuk menyelamatkan pohon dan mengurangi jumlah kayu di tempat pembuangan sampah. Meskipun limbah, kayu reklamasi biasanya tetap memiliki kualitas yang baik dan aman digunakan. 3. Bahan Bangunan Batu Bata Ramah Lingkungan Batu bata ramah lingkungan dibuat dari bahan-bahan seperti tanah liat dan limbah kertas. Batu bata ini membutuhkan energi yang lebih sedikit dalam proses produksinya dan memiliki isolasi termal yang baik. Bata tanah liat ramah lingkungan, dapat didaur ulang, dan tidak melepaskan bahan kimia berbahaya apa pun saat dibuang ke tempat pembuangan sampah. Bahan bangunan ramah lingkungan ini juga dapat membantu menghemat energi karean menjaga rumah tetap sejik dan menahan hawa panas lebih lama. 4. Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Kaca Cerdas Smart glass atau kaca pintar dapat mengatur transparansi secara otomatis atau dengan kontrol manual untuk mengurangi panas matahari masuk ke dalam bangunan dan mengurangi kebutuhan pendinginan. Ini membantu meningkatkan efisiensi energi bangunan. Melalui implementasi smart glass pada jendela, dapat mengubah tingkat tembus cahaya kaca. Sehingga dapat menghemat biaya tahunan untuk pendinginan dan pemanasan serta menghindari kerumitan dan biaya pemasangan tirai atau kasa cahaya. 5. Insulasi Daur Ulang Bahan insulasi yang terbuat dari bahan daur ulang seperti kapas bekas, denim, atau wol domba menyediakan isolasi termal yang efektif dan memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan insulasi konvensional seperti fiberglass. Isolasi wol juga secara umum lebih murah daripada isolasi fiberglass. Beberapa sumber menunjukkan bahwa penghematan sebesar 50 persen dapat terjadi ketika menggunakan wol daripada fiberglass. Selain itu, bahan ini dapat menyerap kelembapan dan ramah daur ulang setelah selesai digunakan. Sebelumnya, orang-orang memanfaatkan sifat termal wol selama berabad-abad melalui penggunaan sweter wol untuk menjaga kehangatan tubuh. Namun sekarang, semakin banyak orang yang juga menggunakan wol domba untuk mengisolasi bangunan. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Teknik Pertanian Regeneratif untuk Mengurangi Emisi Karbon Sektor pertanian telah menjadi salah satu di antara berbagai sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi besar ke atmosfer. Berbagai aktivitas dalam sektor ini, seperti produksi tanaman, peternakan, dan penggunaan lahan, menghasilkan emisi yang signifikan. Tidak hanya karbon dioksida, aktivitas pertanian turut melepaskan emisi ke udara yang di antaranya merupakan metana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Sebuah data menyebut bahwa secara global sektor pertanian bertanggung jawab atas 23 persen emisi GRK antropogenik. Jumlah yang setara dengan 12 GtCO2/tahun.  Melihat kondisi ini, diperlukan solusi yang dapat menjadikan kegiatan pertanian berjalan secara lebih ramah lingkungan dan minim dampak, terlebih dalam… Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Meningkatnya inisiatif terkait sustainability telah menyasar banyak sektor, termasuk dalam hal konstruksi berkelanjutan yang punya hubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan. Beberapa tahun ke belakang, tren konstruksi berkelanjutan telah muncul di banyak wilayah di seluruh belahan dunia. Indonesia salah satunya, di mana pengembangan infrastruktur semakin masif dilaksanakan untuk mendukung urbanisasi yang kian pesat. Konstruksi berkelanjutan merupakan metode atau pendekatan dalam industri pembangunan yang dilaksanakan secara penuh perhitungan dengan memprioritaskan kenyamanan dan keberlangsungan lingkungan. Bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumber daya selama siklus hidup bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi berkelanjutan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran bangunan… Sertifikasi Bangunan Hijau: Standar dan Manfaatnya Sertifikasi bangunan hijau telah menjadi dokumen yang dibutuhkan saat ini seiring dengan meningkatnya kesadaran akan prinsip berkelanjutan. Sertifikasi bangunan hijau hadir dengan serangkaian sistem dan alat pemeringkatan yang digunakan untuk menilai kinerja sebuah bangunan atau proyek konstruksi dari perspektif keberlanjutan dan lingkungan. Bangunan hijau diharapkan ialah bangunan dengan struktur yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Konsep bangunan hijau mencakup berbagai aspek mulai dari efisiensi energi dan air hingga penggunaan material ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang efektif. Oleh karena itu, penilaiannya akan menyasar ke banyak hal. Berikut… Bahan Bangunan Ramah Lingkungan: Inovasi dan Implementasi Tahukah kamu bahwa penggunaan sebuah material atau bahan menentukan kondisi bangunan yang hendak didirikan? Bahan bangunan ramah lingkungan menjadi salah satu langkah untuk mendukung terwujudnya bangunan hijau. Inovasi bahan bangunan ramah lingkungan juga menjadi semakin penting dalam industri konstruksi. Tujuan utamanya …

Melihat Dampak Sektor Bangunan dan Konstruksi Terhadap Polusi Lingkungan

Melihat Dampak Sektor Bangunan dan Konstruksi Terhadap Polusi Lingkungan

Selama siklus hidup bangunan, mulai dari berjalannya konstruksi hingga berdirinya sebuah bangunan, tidak terlepas dari memberikan dampak berupa pencemaran atau polusi terhadap lingkungan. Selayaknya domino effect, kegiatan di industri ini dapat menghasilkan kerugian yang menyasar luas ke berbagai hal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bimhow pada 2021, ditemukan bahwa industri dalam sektor konstruksi secara global berkontribusi terhadap 23 persen polusi udara, 50 persen perubahan iklim, 40 persen polusi air minum, serta 50 persen limbah di TPA. Berdampak cukup signifikan di antara industri lainnya. Baca Juga: Konstruksi Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang Melihat bukti di atas, kondisi tersebut memberi bukti bahwa sektor bangunan dan konstruksi belum mengimplementasi wawasan lingkungan dalam aktivitasnya. Padahal, komitmen tersebut dibutuhkan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan mengurangi dampak perubahan iklim. Polusi Lingkungan yang Timbul dari Kegiatan Sektor Bangunan dan Konstruksi Jurnal Produksi Bersih yang terbit di Science Direct menyebut bahwa aktivitas pembangunan sebuah gedung memiliki dampak yang mencakup pencemaran udara, emisi debu dan gas, polusi suara, timbulan limbah, hingga konsumsi air. Tidak hanya itu, menurut Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA), aktivitas konstruksi juga dapat “mengubah permukaan tanah secara signifikan”. Sebab sebagian besar pembersihan vegetasi dan penggalian terjadi pada proyek konstruksi. 1. Polusi Udara Bangunan bertanggung jawab atas sebagian besar emisi karbon dioksida (CO2) yang terkait dengan penggunaan energi. Produksi material bangunan seperti semen dan baja juga menghasilkan emisi CO2 yang signifikan.  Belum lagi dengan sekelompok bahan kimia yang dapat menguap ke udara seperti senyawa organik volatil (VOC) yang terkandung dalam bahan bangunan dan produk finishing seperti cat, perekat, dan pelapis. 2. Polusi Air Pembangunan bangunan juga menghasilkan limbah yang sering mencemari badan air, termasuk beton, logam, kayu, dan bahan kimia. Sedimen dari lokasi konstruksi juga dapat mencemari saluran air terdekat apabila tidak dikelola dengan tepat. 3.Timbulan Limbah Limbah konstruksi yang tidak terkelola dengan baik dan dibuang begitu saja biasanya akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Pada akhirnya dapat mencemari tanah dengan bahan kimia berbahaya dan limbah beracun. 4. Polusi Suara Kebisingan dari proses konstruksi mungkin akan mengganggu kehidupan manusia dan hewan di sekitar. Termasuk juga lalu lintas kendaraan dan operasional peralatan yang biasanya dilakukan satu hari penuh. Dampak Polusi dari Sektor Bangunan dan Konstruksi Seluruh bentuk polusi yang disebutkan di atas tentunya memiliki dampak yang kurang baik bagi lingkungan juga seluruh makhluk hidup. Emisi karbon dari bangunan berkontribusi pada efek rumah kaca dan pemanasan global, yang mengakibatkan perubahan iklim. Ditambah lagi dengan produksi-produksi emisi dan partikel dari material bangunan dan aktivitas konstruksi menurunkan kualitas udara dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pernapasan. Konsumsi air yang tidak terkendali serta pencemaran air dari limbah konstruksi dan pengelolaan air yang buruk dapat merusak ekosistem air dan mengancam sumber daya air bersih. Polusi tanah dan air mengancam keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem di sekitar area bangunan. Pada kondisi terburuk, manusia dapat terdampak masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, gangguan tidur, dan stres Baca Juga: Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Solusi Mengurangi Dampak Polusi dari Sektor Bangunan dan Konstruksi Oleh karena itu, inisiatif berkelanjutan perlu diterapkan secara masif dalam kegiatan konstruksi atau pembangunan. Misalnya, dengan menerapkan desain bangunan yang ramah lingkungan dan efisien energi untuk mengurangi emisi karbon dan polusi lainnya. Kemudian, memilih material bangunan yang tidak beracun, dapat didaur ulang, dan memiliki jejak karbon rendah, menggunakan teknologi penghemat air dan mengelola air limbah dengan baik, serta mengimplementasikan praktik pengelolaan limbah yang efektif selama konstruksi dan operasi bangunan. Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Teknik Pertanian Regeneratif untuk Mengurangi Emisi Karbon Sektor pertanian telah menjadi salah satu di antara berbagai sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi besar ke atmosfer. Berbagai aktivitas dalam sektor ini, seperti produksi tanaman, peternakan, dan penggunaan lahan, menghasilkan emisi yang signifikan. Tidak hanya karbon dioksida, aktivitas pertanian turut melepaskan emisi ke udara yang di antaranya merupakan metana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Sebuah data menyebut bahwa secara global sektor pertanian bertanggung jawab atas 23 persen emisi GRK antropogenik. Jumlah yang setara dengan 12 GtCO2/tahun.  Melihat kondisi ini, diperlukan solusi yang dapat menjadikan kegiatan pertanian berjalan secara lebih ramah lingkungan dan minim dampak, terlebih dalam… Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Meningkatnya inisiatif terkait sustainability telah menyasar banyak sektor, termasuk dalam hal konstruksi berkelanjutan yang punya hubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan. Beberapa tahun ke belakang, tren konstruksi berkelanjutan telah muncul di banyak wilayah di seluruh belahan dunia. Indonesia salah satunya, di mana pengembangan infrastruktur semakin masif dilaksanakan untuk mendukung urbanisasi yang kian pesat. Konstruksi berkelanjutan merupakan metode atau pendekatan dalam industri pembangunan yang dilaksanakan secara penuh perhitungan dengan memprioritaskan kenyamanan dan keberlangsungan lingkungan. Bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumber daya selama siklus hidup bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi berkelanjutan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran bangunan… Sertifikasi Bangunan Hijau: Standar dan Manfaatnya Sertifikasi bangunan hijau telah menjadi dokumen yang dibutuhkan saat ini seiring dengan meningkatnya kesadaran akan prinsip berkelanjutan. Sertifikasi bangunan hijau hadir dengan serangkaian sistem dan alat pemeringkatan yang digunakan untuk menilai kinerja sebuah bangunan atau proyek konstruksi dari perspektif keberlanjutan dan lingkungan. Bangunan hijau diharapkan ialah bangunan dengan struktur yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Konsep bangunan hijau mencakup berbagai aspek mulai dari …

3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca

3 Jenis Hutan di Dunia Beserta Fungsinya

Berbagai jenis hutan hadir di bumi sebagai bagian dari keanekaragaman vegetasi. Hutan merupakan ekosistem daratan terbesar yang dihitung berdasarkan luas wilayahnya dan semua makhluk hidup bergantung akan keberadaannya. Sebuah kekayaan yang harusnya dilestarikan. Tidak hanya dikenal sebagai rumah bagi beberapa keanekaragaman hayati di bumi, hutan juga diketahui berperan menyerap emisi gas rumah kaca (GRK), utamanya karbon dioksida, dari atmosfer. Melalui fotosintesis, hutan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk menghasilkan oksigen.  Baca Juga: Agroforestri: Solusi Pemanfaatan Lahan yang Menggabungkan Pertanian dan Kehutanan Peneliti dari NASA menyebut, bahwa secara kolektif hutan menyerap sekitar 15,6 miliar metrik ton karbon dioksida dari atmosfer bumi setiap tahunnya. Jumlah tersebut merupakan nilai total antara tahun 2001 dan 2019. Lalu, apakah semua hutan berlaku demikian? Dilansir dari penelitian NASA, setiap hutan memiliki kontribusi yang berbeda-beda dalam hal siklus karbon global. Hutan tropis merupakan hutan yang bertanggung jawab atas komponen fluktuasi karbon global terbesar, baik menyerap lebih banyak karbon daripada jenis hutan lainnya, juga melepaskan lebih banyak karbon ke atmosfer akibat penggundulan hutan dan degradasi. Berbagai jenis hutan di dunia memiliki fungsi tersendiri dan dapat diklasifikasikan berdasarkan iklim, geografi, dan jenis vegetasi yang dominan. Mari kita ketahui secara mendalam. 1. Hutan Boreal (Taiga) Hutan boreal umumnya dapat ditemukan di belahan bumi paling utara, antara 50 dan 60 derajat ke utara, di wilayah yang dingin seperti Kanada, Rusia, dan Skandinavia.  Taiga memiliki musim dingin yang panjang dan musim panas yang pendek. Curah hujan rendah hingga sedang, sebagian besar dalam bentuk salju. Kondisi di sini sangat ekstrem sehingga hewan-hewan di dalamnya, seperti rusa kutub karibu, beruang, serigala, dan burung migran, perlu dapat bermigrasi jarak jauh seriap musim dingin tiba. Hutan ini didominasi oleh pohon-pohon konifer seperti pinus, cemara, larch, aspen, dan fir. Sekitar 80 persen pohon di hutan boreal tumbuh di tanah yang membeku sepanjang tahun atau disebut juga permafrost. Sehingga, hanya ada sedikit tumbuhan dan hewan yang dapat hidup di sana. Meski diselimuti oleh suhu dingin yang ekstrem, namun hutan boreal juga bertindak sebagai penyerap karbon alami. Hutan ini menyimpan sejumlah besar karbon dalam tanah dan vegetasi. 2. Hutan Musim (Tropis Kering) Sesuai namanya, hutan ini berada di iklim yang hangat sepanjang tahun, memiliki musim kemarau panjang yang berlangsung selama beberapa bulan, dan bervariasi menurut lokasi geografisnya. Hutan kering biasanya hanya mendapat sedikit hujan saja hingga setengah tahun. Kondisi ini membuat tumbuhan dan hewan yang tinggal harus beradaptasi dengan periode panjang tanpa air. Ini berarti pepohonan sebagian besar berganti daun dan menggugurkan daunnya di musim kemarau. Jenis hutan yang satu ini terletak di wilayah dengan musim hujan dan kemarau yang jelas, seperti India, bagian Afrika Timur, dan Amerika Tengah. Dihuni oleh pohon seperti teak, sal, dan acacia dan fauna seperti gajah, rusa, monyet, dan berbagai burung. Hutan ini menjadi sumber penghasil kayu, getah, dan buah. 3. Hutan Hujan Tropis Hutan hujan tropis umum dijumpai di wilayah dekat ekuator, dengan contoh terkenalnya seperti Amazon di Amerika Selatan, Congo Basin di Afrika, dan hutan hujan di Asia Tenggara. Di sini curah hujan cukup tinggi (lebih dari 2000 mm per tahun), suhu hangat sepanjang tahun, dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Tumbuhan tumbuh dalam lapisan-lapisan kanopi yang rapat dan menjulang tinggi mencapai 35 meter..  Hutan hujan tropis dikenal dengan keanekaragaman hayatinya yang melimpah. Dipenuhi dengan berbagai spesies pohon, anggrek, pakis, serta hewan seperti jaguar, harimau, burung tropis, dan serangga eksotis.  Sejauh ini, hutan hujan tropis dikenal akan kemampuannya sebagai penyerap karbon alami yang besar, seperti Amazon yang mampu menyerap sekitar 13,9 miliar ton karbon setiap tahunnya. Akan tetapi, maraknya deforestasi dan meningkatnya produksi emisi karbon oleh manusia disebut akan menurunkan kemampuan tersebut. Jika hutan terus ditebang, fungsinya akan beralih sebagai penghasil karbon terbesar di bumi. Baca Juga: Memperkuat Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Setiap jenis hutan memiliki keunikan tersendiri dalam hal keanekaragaman hayati, ekosistem, dan peran ekologisnya. Menjaga keberadaan dan kesehatan hutan-hutan ini sangat penting untuk keseimbangan lingkungan global. Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Teknik Pertanian Regeneratif untuk Mengurangi Emisi Karbon Sektor pertanian telah menjadi salah satu di antara berbagai sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi besar ke atmosfer. Berbagai aktivitas dalam sektor ini, seperti produksi tanaman, peternakan, dan penggunaan lahan, menghasilkan emisi yang signifikan. Tidak hanya karbon dioksida, aktivitas pertanian turut melepaskan emisi ke udara yang di antaranya merupakan metana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Sebuah data menyebut bahwa secara global sektor pertanian bertanggung jawab atas 23 persen emisi GRK antropogenik. Jumlah yang setara dengan 12 GtCO2/tahun.  Melihat kondisi ini, diperlukan solusi yang dapat menjadikan kegiatan pertanian berjalan secara lebih ramah lingkungan dan minim dampak, terlebih dalam… Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Meningkatnya inisiatif terkait sustainability telah menyasar banyak sektor, termasuk dalam hal konstruksi berkelanjutan yang punya hubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan. Beberapa tahun ke belakang, tren konstruksi berkelanjutan telah muncul di banyak wilayah di seluruh belahan dunia. Indonesia salah satunya, di mana pengembangan infrastruktur semakin masif dilaksanakan untuk mendukung urbanisasi yang kian pesat. Konstruksi berkelanjutan merupakan metode atau pendekatan dalam industri pembangunan yang dilaksanakan secara penuh perhitungan dengan memprioritaskan kenyamanan dan keberlangsungan lingkungan. Bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumber daya selama siklus hidup bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi berkelanjutan, mulai dari perencanaan, …

Building A Greener Tomorrow through Net Zero Emission

Konstruksi Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang

Konstruksi berkelanjutan disebut-sebut merupakan solusi ramah lingkungan di tengah meningkatnya industri konstruksi global akibat urbanisasi dunia. PBB memproyeksikan, bahwa wilayah perkotaan akan mengalami pertumbuhan tajam dalam sektor konstruksi dalam tahun-tahun ke depan. Hal ini sebagai akibat dari naiknya populasi global yang diperkirakan akan mencapai 9.7 miliar orang pada tahun 2050. Dilansir dari Exactitude Consultacy, kondisi tersebut akan dialami khususnya oleh negara-negara berkembang.  Baca Juga: Melihat Dampak Sektor Bangunan dan Konstruksi Terhadap Polusi Lingkungan Tren konstruksi berkelanjutan saat ini telah banyak diterapkan oleh berbagai negara dunia. Salah satunya ialah di Indonesia, di mana sepanjang kuartal IV-2023, sektor konstruksi terus tumbuh melampaui kinerja pertumbuhan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan sektor konstruksi tumbuh 7,68 persen secara tahunan, dengan kontribusi terhadap total PDB yaitu 10,49 persen. Apa Itu Konstruksi Berkelanjutan? Pengertian konstruksi berkelanjutan mengacu pada penggunaan metode atau pendekatan dalam industri pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan, memprioritaskan kenyamanan dan keberlangsungan alam. Metode ini hadir bertujuan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumber daya selama siklus hidup bangunan. Pelaksanaan konstruksi berkelanjutan mencakup tahapan yang luas. Dimulai dari perencanaan, pembangunan, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran bangunan atau gedung, akan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Bertanggung jawab menciptakan infrastruktur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Baca Juga: Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Tantangan Konstruksi Berkelanjutan Dalam penerapannya, konstruksi berkelanjutan juga memiliki tantangan potensial yang perlu dihadapi. Menurut sebuah jurnal yang terbit di laman Science Direct, beberapa tantangan yang dimaksud adalah di antaranya: 1. Biaya yang Tinggi Diperkirakan bahwa biaya yang diperlukan untuk mewujudkan konstruksi atau bangunan berkelanjutan berkisar antara 1 hingga 25 persen lebih mahal dibanding bangunan konvensional. Kondisi ini disebabkan dari kompleksitas tata letak desain yang ditambah dengan pemodelan dan praktik ramah lingkungan. Belum lagi dengan penggunaan bahan bangunan berkelanjutan yang umumnya memiliki harga lebih mahal.  Maka dari itu, implementasi teknologi dan bahan ramah lingkungan sering kali memerlukan investasi awal yang lebih besar dan hal ini dapat memengaruhi pengelolaan proyek untuk menyesuaikan anggaran. 2. Teknik dan Proses yang Kompleks Proses dan metode dalam pembangunan bangunan berkelanjutan mungkin saja lebih rumit dari biasanya karena terkait dengan teknologi dan prosedur yang berbeda. Di beberapa daerah, akses terhadap bahan bangunan berkelanjutan dan teknologi canggih masih terbatas, yang dapat menghambat pelaksanaan konstruksi berkelanjutan. Kondisi ini menuntut perencanaan dan komunikasi yang mendalam sehingga proyek pembangunan dapat berjalan efektif. 3. Birokrasi yang Panjang Dalam jurnal dijelaskan bahwa proses birokrasi untuk menerima penggunaan teknologi baru dan modern dalam proyek konstruksi dapat meningkatkan waktu penyelesaian proyek. Persetujuan yang memerlukan waktu ini menjadi salah satu hal yang dapat memperlambat atau bahkan menghambat pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. 4. Pengetahuan terkait Teknologi Berkelanjutan yang Terbatas Meski sudah cukup luas diimplementasikan, namun pengetahuan tentang bahan dan proses konstruksi berkelanjutan masih sering kali kurang dipahami. Diperlukan tenaga kerja yang terlatih dalam metode dan teknologi konstruksi berkelanjutan, yang mungkin sulit ditemukan atau membutuhkan pelatihan tambahan. 5. Kurangnya Kesadaran Pendidikan publik mengenai keuntungan konstruksi berkelanjutan juga kurang memadai karena minimnya studi tentang keberlanjutan, khususnya mengenai isu-isu yang berkaitan dengan kondisi lingkungan dalam ruangan. Banyak pemangku kepentingan dalam industri konstruksi yang belum sepenuhnya memahami manfaat jangka panjang dari konstruksi berkelanjutan atau tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai teknik-teknik tersebut.  6. Informasi yang Minim Kurangnya informasi produk berkelanjutan mengenai bahan berkelanjutan dan proses konstruksi berkelanjutan yang perlu dipahami dalam bangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang sering tidak disadari.  Peluang dalam Konstruksi Berkelanjutan Meski menghadapi sejumlah tantangan, peluang yang ditawarkan oleh sektor konstruksi berkelanjutan jauh lebih besar. Mencakup hal-hal seperti penghematan biaya jangka panjang melalui efisiensi energi dan pengurangan biaya operasional serta dukungan pemerintah dalam bentuk insentif dan regulasi. Belum lagi dengan permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap isu lingkungan. Inovasi teknologi dalam material bangunan dan energi terbarukan, serta keunggulan kompetitif yang diperoleh dari reputasi yang lebih baik, membuat konstruksi berkelanjutan semakin menarik. Selain itu, bangunan berkelanjutan menawarkan lingkungan hidup yang lebih sehat dan meningkatkan kesejahteraan penghuni. Dengan demikian, konstruksi berkelanjutan dapat berkontribusi secara signifikan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan menciptakan masa depan yang lebih ramah lingkungan. Selangkah Lebih Maju dengan Ukur Emisi Karbon  Langkah lainnya dalam mengimplementasikan keberlanjutan dalam perusahaan atau bisnis yakni dengan turut serta dalam melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik. Bertujuan membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Teknik Pertanian Regeneratif untuk Mengurangi Emisi Karbon Sektor pertanian telah menjadi salah satu di antara berbagai sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) dengan konsentrasi besar ke atmosfer. Berbagai aktivitas dalam sektor ini, seperti produksi tanaman, peternakan, dan penggunaan lahan, menghasilkan emisi yang signifikan. Tidak hanya karbon dioksida, aktivitas pertanian turut melepaskan emisi ke udara yang di antaranya merupakan metana (CH4) dan nitrogen dioksida (N2O). Sebuah data menyebut bahwa secara global sektor pertanian bertanggung jawab atas 23 persen emisi GRK antropogenik. Jumlah yang setara dengan 12 GtCO2/tahun.  Melihat kondisi ini, diperlukan solusi yang dapat menjadikan kegiatan pertanian berjalan secara lebih ramah lingkungan dan minim dampak, terlebih dalam… Mengenal 7 Prinsip Konstruksi Berkelanjutan Meningkatnya inisiatif terkait sustainability telah menyasar banyak sektor, termasuk dalam hal konstruksi berkelanjutan yang punya hubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan. Beberapa tahun ke belakang, tren konstruksi berkelanjutan telah muncul di banyak wilayah di seluruh belahan dunia. Indonesia salah satunya, di mana pengembangan infrastruktur semakin masif dilaksanakan untuk mendukung urbanisasi yang kian pesat. Konstruksi berkelanjutan merupakan metode atau pendekatan dalam industri …

Kentut Sapi dan Pemanasan Global

Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi

Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK global pada 2010. Metana yang secara alami berasal dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi, merupakan sumber utama emisi GRK di sektor ini. Kemudian diikuti oleh emisi langsung dan tidak langsung dari produksi pakan, serta emisi metana dan nitrogen dioksida dari pupuk kandang. Ilmuwan menyebut bahwa emisi GRK berupa metana dan nitrogen oksida memiliki kemampuan memerangkap lebih banyak panas per molekul daripada karbon dioksida. Dengan demikian, kondisi ini akan dapat memiliki dampak pemanasan yang lebih besar dan memberi pengaruh signifikan terhadap kondisi iklim. Baca Juga: Upaya Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Tantangan Produksi Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan Industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca dari sumber yang beragam. Beberapa di antaranya ialah: Produksi Metana dari Pencernaan Ruminansia Hewan ruminansia seperti sapi, domba, dan kambing menghasilkan metana (CH4) selama proses pencernaan mereka. Metana adalah gas rumah kaca yang memiliki potensi pemanasan global yang jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida (CO2). Gas metana yang berasal dari sapi umumnya dikeluarkan melalui flatulensi dan sendawa. Flatulensi sapi menyumbang lebih dari 90 persen metana enterik dari sapi. Meski begitu, metana dari sendawa sapi juga menghasilkan jumlah emisi yang besar, sekitar 4 persen dari gas rumah kaca yang memerangkap panas di bumi. Emisi dari Manajemen Pupuk Kandang Pupuk kandang yang tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan emisi metana dan dinitrogen oksida (N2O), gas rumah kaca yang sangat kuat. Sistem pengelolaan pupuk kandang yang berbeda dapat menghasilkan tingkat emisi yang berbeda pula. Emisi metana biasanya akan paling tinggi konsentrasinya saat pupuk kandang disimpan dalam sistem cair seperti kolam pupuk kandang. Penggunaan Lahan dan Deforestasi Pembukaan dan perluasan lahan untuk padang rumput dan produksi pakan ternak sering kali melibatkan deforestasi, yang mengurangi kemampuan hutan menyerap CO2 dari atmosfer. Alih fungsi hutan yang tidak terkendali juga dapat membuat hutan melepaskan simpanan karbon dioksida yang besar dalam biomassa dan tanah. Produksi dan Transportasi Pakan Ternak Proses produksi pakan ternak, termasuk penanaman, pemrosesan, dan transportasi, juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Pembuatan pupuk dan input pertanian lainnya menghasilkan emisi karbon dioksida. Sedangkan pemupukan tanaman menghasilkan emisi nitrogen oksida. Ada juga sejumlah kecil emisi yang terkait dengan pengangkutan dan pemrosesan pakan. Energi dan Sumber Daya yang Digunakan dalam Peternakan Penggunaan energi dalam berbagai kegiatan peternakan, termasuk pengangkutan, pendinginan, dan operasi peternakan lainnya, juga menyumbang emisi karbon Peternakan membutuhkan air sebesar 20% hingga 33% konsumsi air tawar dunia. Belum lagi pemeliharaan ternak atau makanan ternak menggunakan sepertiga daratan dunia yang tidak tertutup es. Baca Juga: 3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca Solusi Mengatasi Timbulnya Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan Dengan berbagai tantangan yang ada, FAO menyatakan, sangat penting untuk memetakan jalur guna menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem peternakan dunia. Terlebih, saat ini dunia menghadapi pertumbuhan populasi global dan proyeksi peningkatan permintaan kebutuhan akan produk hewani ternak darat sebesar 20 persen pada tahun 2050. Perbaikan yang dapat dilakukan dalam hal ini, seperti beralih ke penggunaan pakan yang lebih efisien dan berkualitas tinggi yang dapat mengurangi produksi metana dari pencernaan ruminansia, menerapkan teknologi pengolahan pupuk kandang yang efektif, seperti biogas dan kompos, dapat mengurangi emisi metana dan dinitrogen oksida.  Selain itu juga, sektor peternakan perlu berbenah dengan mengadopsi praktik pertanian yang berkelanjutan seperti rotasi padang rumput, agroforestri, dan penanaman tanaman penutup tanah. Bertujuan membantu menjaga keseimbangan karbon di tanah dan mengurangi emisi dari penggunaan lahan. Dalam hal penggunaan energi, energi fosil dapat dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan dalam operasi peternakan dapat mengurangi emisi karbon. Mengurangi emisi karbon dari industri peternakan adalah tantangan yang kompleks tetapi penting dalam upaya global untuk melawan perubahan iklim. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon AgriTech – Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrem. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Baca Juga: Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how …

StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon

StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon

AgriTech – Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrem. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Baca Juga: Tepatkah Bergantung pada Carbon Capture & Storage untuk Kurangi Emisi Karbon? Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian memiliki peran yang penting dalam menjaga pasokan pangan di seluruh dunia. Namun demikian, aktivitas pertanian juga perlu untuk mengindahkan kaidah yang ramah lingkungan agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi iklim. Proses menanam komoditas pertanian yang menggunakan bahan aktif pestisida kimia adalah salah satu contoh praktik pertanian yang dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca pemicu perubahan iklim. Belum lagi, jika komoditas pertanian didistribusikan dari lokasi yang jauh, maka emisi karbon dari transportasi adalah ‘harga’ yang perlu ditanggung oleh lingkungan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa proses produksi makanan adalah penyumbang sekitar seperempat emisi gas rumah kaca dunia saat ini.  Baca Juga: Upaya Mengurangi Emisi Karbon di Wilayah Perkotaan Pentingnya Pertanian yang Berkelanjutan Dengan realita praktik pertanian saat ini, maka diperlukan upaya untuk mendorong aktivitas pertanian yang lebih berkelanjutan. Hal ini penting untuk dilakukan agar dampak terhadap lingkungan dapat dikendalikan. Pertanian yang berkelanjutan juga penting agar kualitas dan komoditas dapat terjamin ketersediaannya. Sehingga produksi pangan lokal dapat diutamakan tanpa menambah laju transportasi yang berpotensi menimbulkan dampak emisi karbon. Berbagai pertimbangan tersebut kini mulai ditanggapi dengan serius oleh berbagai pihak, terutama oleh orang-orang yang membangun perusahaan rintisan (start up). Didukung dengan inovasi dan teknologi beberapa start up agritech telah muncul untuk mendukung strategi pertanian berkelanjutan.  AgriTech GREENS Salah satu startup agritech yang memiliki ambisi untuk membangun pertanian berkelanjutan adalah GREENS. Agritech yang didirikan oleh Andi Sie, Geraldi Tjoa, dan Erwin Gunawan ini berhasil membangun teknologi yang bernama Controlled Environment Agriculture (CEA) dengan inovasi teknologi agrikultur berbentuk pod (GREENS pod).  Inovasi yang dihadirkan oleh GREENS mampu menciptakan sistem penanaman dalam ruangan yang terintegrasi dengan blockchain, artificial intelligence (AI), dan internet of things (IoT). Dengan teknologi ini, waktu panen dapat dipersingkat hingga 50%.  AgriTech EdenFarm Agritech berikutnya yang juga berfokus pada bidang pertanian dan pangan adalah EdenFarm. Dengan menyadari bahwa food waste secara global menimbulkan 4,4 giga ton emisi karbon, maka EdenFarm melihat bahwa isu food waste tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan ini, EdenFarm hadir sebagai startup yang berfokus pada kolaborasi B2B untuk membangun strategi yang berkelanjutan. Seperti contohnya, kolaborasi antara EdenFarm dengan FCI (Food Cycle Indonesia) dan Campaign, untuk membuat kampanye di aplikasi Campaign bertajuk #ForChange yang mengedukasi dan menggerakkan masyarakat untuk tidak membuang-buang makanan. Seiring dengan kampanye tersebut, EdenFarm juga melakukan dukungan teknologi berupa ‘cold humidifier’ yang memastikan alur distribusi pangan berjalan secara efektif. Dengan demikian, produk pangan akan tetap segar sampai ke pelanggan sehingga dapat mencegah food loss. AgriTech Neutura Agritech berikutnya yang juga berfokus pada strategi pertanian berkelanjutan adalah Neutura. Inisiatif yang dilakukan Neutura adalah melalui pengembangan proyek penyerapan karbon berbasis biochar. Biochar sendiri merupakan bahan bakar berbentuk arang yang dihasilkan dari limbah pertanian. Proses pembentukan biochar adalah melalui proses pirolisis, di mana limbah pertanian dibakar dalam kondisi tanpa oksigen atau anaerobik. Ketika telah diproses menjadi arang biochar, manfaat yang dihasilkan dari biochar ini sangat banyak. Jika diaplikasikan pada tanah, dapat meningkatkan kesuburan tanah. Secara lebih lanjut, Neutura mengungkapkan bahwa biochar sanggup mengunci karbon di dalam tanah hingga lebih dari 500 tahun. Seiring dengan bermunculannya kesadaran untuk menangani isu perubahan iklim dan emisi karbon, Satuplatform hadir sebagai all-in-one solution yang memberikan simulasi perhitungan emisi bagi perusahaan. Coba FREE DEMO dari Satuplatform sekarang juga, untuk dukung praktik berkelanjutan perusahaan Anda! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation… Memperkuat Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan …

Satuplatform Dalam Penilaian Aspek Rantai Supply Perusahaan

Digital Transformation to Support Environmental Sustainability

In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. Read More: How Environmental Transparency Benefits Corporate Sustainability This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and diverting energy from less valuable activities. For example, smart grids use IoT sensors to manage energy distribution more efficiently, reducing energy waste and minimizing carbon footprints. Similarly, AI-driven predictive maintenance can extend the life of machinery, reducing the need for replacement and the associated environmental impact. Promoting Sustainable Practices Digital transformation also drives sustainable practices that can be applied across industries. For example, in agriculture, precision farming technologies use data from satellite imagery, soil sensors, and weather forecasts to optimize the use of water, fertilizers, and pesticides. This not only increases crop yields but also minimizes environmental damage.  Another example is in manufacturing, where digital twins—virtual replicas of physical assets—allow for real-time monitoring and optimization of production processes, resulting in reduced energy consumption and waste. Read More: ESG Trends 2023: Sustainability Efforts in Driving Business Enabling Circular Economy Models The concept of a circular economy, which aims to eliminate waste and promote the continual use of resources, is gaining traction thanks to digital transformation. Using digital platforms facilitates the sharing economy, where products and services are shared among users, reducing the need for new products and lowering resource consumption.  Besides, online platforms and apps can educate consumers about sustainable practices and circular economy principles, such as the sharing economy, where consumers rent, share, or lease products instead of owning them. These digital innovations support the transition from a linear to a circular economy, significantly impacting sustainability. Key Technologies Driving Digital Transformation There are several key technologies that commonly applied nowadays to drive the digital transformation and impacting positively to the environmental sustainability: IoT technology is essential for environmental sustainability, offering real-time data on resource usage and environmental conditions. Smart sensors can track air and water quality, monitor wildlife, and manage energy use in buildings and cities. This collected data can guide policy decisions, enhance resource management, and reduce environmental risks. AI and machine learning algorithms can process extensive data to detect patterns and make predictions that aid sustainability efforts. For instance, AI can streamline supply chains to lower emissions, forecast equipment failures to minimize resource waste, and interpret climate data to enhance environmental research and policy-making. Big data analytics empowers organizations to make well-informed decisions using extensive data sets. In environmental sustainability, big data can aid in tracking and reducing greenhouse gas emissions, optimizing resource usage, and pinpointing areas for improvement in sustainability efforts. By utilizing big data, businesses and governments can devise targeted strategies to tackle environmental challenges. Challenges and Future Directions Looking ahead, the continued advancement of digital technologies will play a crucial role in achieving global sustainability goals. Innovations in AI, IoT, and other technologies will further enhance our ability to monitor, manage, and mitigate environmental impacts.  While digital transformation offers significant opportunities for environmental sustainability, it also presents challenges. Data privacy and security concerns, the digital divide, and the environmental impact of producing and disposing of digital devices are important considerations.  Addressing these challenges requires a collaborative effort from governments, businesses, and society. But all of this effort is worth it considering digital transformation will help in many ways to build a more sustainable and resilient future for generations to come For companies that aim to support the sustainable environment, the advanced technology has allowed companies to explore ESG and carbon consulting on Satuplatform provide all-in-one solutions to. Try the FREE DEMO now! /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is …

3 Titik Paru-Paru Dunia yang Berperan Menyerap Emisi Gas Rumah Kaca

Memperkuat Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan

Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari dampak perubahan iklim. Salah satunya ialah hutan yang mampu mitigasi pemanasan global melalui berbagai fungsinya. Hutan dapat membantu memperlambat laju perubahan iklim dengan menyerap gas rumah kaca, utamanya karbon dioksida (CO2), dari atmosfer kemudian menyimpannya. Melalui proses fotosintesis, hutan mengubah CO2 yang diserap menjadi oksigen dan biomassa yang lebih berguna. Mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di alam. Baca Juga: Hutan Konservasi: Pengertian, Manfaat, hingga Contohnya Hutan dan Perannya dalam Mengatasi Perubahan Iklim Hutan memiliki peran yang penting dalam perubahan iklim. Hutan dapat menyerap emisi karbon dalam jumlah yang besar, kemudian menyimpannya dalam bentuk biomassa hutan.  Karbon yang tersimpan dalam pohon dan tanah hutan dapat bertahan selama ratusan hingga ribuan tahun. Dilansir dari laman World Resources Institute, berdasarkan penelitian oleh Nature Climate Change yang terbit tahun 2021, hutan di dunia menyerap sekitar dua kali lebih banyak karbon dioksida daripada yang dilepaskannya. Dengan kata lain, hutan menyediakan “penyerap karbon” yang menyerap 7,6 miliar metrik ton CO2 per tahun. Kemampuan alami yang dimiliki hutan dalam menyerap karbon, tentunya bergantung pada jenis hutan dan kondisi lingkungannya. Semakin asri sebuah wilayah hutan, maka semakin kuat pula perannya dalam membantu memitigasi pemanasan global.  Sayangnya, peristiwa deforestasi dan degradasi lahan hutan merupakan ancaman yang dapat mengurangi fungsi hutan. Sejak tahun 1990, diperkirakan 420 juta hektar hutan telah hilang akibat kegiatan alih fungsi lahan, dengan 10 juta hektar lahan mengalami deforestasi setiap tahunnya, antara tahun 2015 dan 2020. Kondisi ini dapat menjadikan hutan sebagai sumber karbon, alih-alih penyerap karbon, jika melepaskan lebih banyak karbon daripada yang diserapnya. Oleh karena itu, mencegah penebangan hutan (deforestasi) menjadi upaya yang bisa dilakukan juga untuk mengurangi emisi CO2 yang terjadi ketika hutan ditebang dan dibakar. Reboisasi dan aforestasi (penanaman hutan baru) akan meningkatkan kapasitas penyerap karbon global dan memperbaiki ekosistem yang terdegradasi.  Baca Juga: Ancaman yang Bisa Timbul dari Tindakan Pembabatan Hutan Papua Melestarikan Hutan Konservasi dalam Mengatasi Perubahan Iklim  Hutan konservasi adalah jenis hutan yang ditetapkan untuk tujuan perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati, ekosistem, dan jasa lingkungan. Hutan ini dikelola dengan pendekatan yang memastikan keberlanjutan dan perlindungan terhadap flora, fauna, dan ekosistem di dalamnya. Melalui aktivitas tersebut, serangkaian upaya dan strategi yang bertujuan untuk melindungi, mengelola, dan memulihkan hutan dilakukan, agar dapat terus memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Selain demi mencegah penebangan hutan yang tidak terkendali dan memaksimalkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon alami, hadirnya hutan konservasi juga penting untuk membantu menahan air hujan dan mengurangi limpasan permukaan. Membantu mencegah banjir dan mengisi ulang sumber air tanah. Konservasi hutan adalah upaya penting untuk melindungi ekosistem hutan yang vital bagi kehidupan di bumi. Melalui perlindungan, pengelolaan berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat, hutan dapat terus memberikan manfaat lingkungan, ekonomi, dan sosial yang tak ternilai. Memaksimalkan Restorasi Hutan dalam Memerangi Perubahan Iklim  Restorasi hutan adalah upaya untuk memulihkan ekosistem hutan yang telah rusak atau terdegradasi agar dapat kembali ke kondisi alami atau mendekati kondisi alaminya. Proses ini melibatkan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi ekosistem hutan. Tujuan utama dari aksi ini ialah mengembalikan fungsi ekologis hutan. Selain sebagai media alami penyerapan karbon, pengaturan siklus air, dan pengurangan erosi, hutan juga menyediakan habitat untuk berbagai spesies flora dan fauna tumbuh dan lestari. Jika hutan rusak, fungsinya akan terganggu dan ekosistem beserta penghuni di dalamnya dapat terancam keberlangsungan hidupnya. Sebuah studi yang dimuat oleh Mongabay menemukan bahwa hutan berpotensi menyimpan 226 miliar metrik ton karbon jika dilindungi dan dipulihkan. Angka tersebut setara dengan sekitar sepertiga dari kelebihan emisi sejak industrialisasi. Potensi ini disebut dapat dicapai apabila hutan tetap lestari hingga mencapai kematangannya. Restorasi hutan menjadi bentuk khusus dari reboisasi. Metode yang bisa dilakukan ialah dengan mendukung regenerasi alami hutan dan melindunginya dari gangguan manusia dan hewan yang dapat merusak, melakukan penanaman bibit pohon di area target, hingga menerapkan pertanian berbasis hutan seperti menanam pohon bersama tanaman pangan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Berkontribusi Terhadap Keberlanjutan Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam perubahan menuju keberlanjutan. Salah satunya dengan melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya …

Melihat Penerapan Konsep Keberlanjutan pada Euro 2024

Melihat Penerapan Konsep Keberlanjutan pada Euro 2024

Ada yang menarik dari ajang sepak bola terbesar Eropa, yakni Euro 2024, yang baru saja selesai diselenggarakan pada 14 Juni sampai 14 Juli 2024 lalu. Sebab, penyelenggaraannya disebut berjalan dengan turut menerapkan konsep keberlanjutan melalui strategi Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola atau ESG. Target yang dibuat oleh Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) ini telah diatur sejak proses penawaran berlangsung 4 tahun yang lalu. Penerapannya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang topik keberlanjutan sosial dan lingkungan melalui penyelenggaraan sepak bola yang dikenal dapat mengundang minat besar.  Baca Juga: 5 Alasan Wujudkan Laporan Keberlanjutan yang Terintegrasi bersama Satuplatform Euro 2024, yang bertuan rumahkan Jerman, berkomitmen untuk menerapkan berbagai inisiatif keberlanjutan dalam pelaksanaannya. Lalu, apa saja aspek-aspek keberlanjutan yang disasar pada Euro 2024. Berikut ini ialah beberapa aspek yang diperhatikan untuk memastikan turnamen ini ramah lingkungan, di antaranya: 1. Keberlanjutan dalam Pengurangan Emisi Karbon Dilansir dari laman resmi UEFA, Euro 2024 akan berupaya mengurangi jejak karbon turnamen melalui berbagai cara.  Di antaranya ialah dengan melakukan penyesuaian jadwal pertandingan, penyediaan transportasi yang efisien dan ramah lingkungan untuk penggemar, pemain, dan staf, insentif transportasi, serta pengukuran jejak karbon. Dengan membuat jadwal se-berkelanjutan mungkin tanpa mengorbankan keadilan, hal ini diharapkan dapat sangat mengurangi jumlah perjalanan bagi tim dan penggemar. Euro 2024 direncanakan menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih sedikit daripada Piala Dunia di Qatar – sekitar 490.000 ton dibandingkan dengan perkiraan 3,63 miliar dua tahun lalu.  2. Keberlanjutan dalam Pengelolaan Energi dan Infrastruktur Berkelanjutan Stadion dan fasilitas yang digunakan di Euro 2024 akan memaksimalkan efisiensi dalam konsumsi energi dan air. Ini termasuk menggunakan sumber energi terbarukan untuk menyalakan stadion dan fasilitas terkait, termasuk panel surya dan turbin angin. Upaya lainnya yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan air yakni melalui pengelolaan grey water atau air limbah rumah tangga yang tidak terkontaminasi limbah.  3. Implementasi Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Keberlanjutan Penanganan sampah guna metode ekonomi sirkular, menjadi langkah yang dipilih untuk memaksimalkan aksi keberlanjutan yang dirancang. Timbulan sampah yang dihasilkan selama acara berlangsung, dikelola dengan prinsip 4R: Reuse, Reduce, Recycle, Recover.   4. Keberlanjutan dalam Perlindungan Hak Sosial Penyelenggaraan Euro 2024 akan dirancang dengan memastikan kesejahteraan dan keselamatan semua peserta dan penonton terjaga melalui serangkaian tindakan komprehensif. Fokus dalam hal ini, meliputi akses tayangan yang menjangkau semua kalangan, mencegah segala bentuk diskriminasi, mempromosikan budaya inklusivitas dan menghormati keberagaman, serta menjaga kesehatan fisik dan mental setiap orang yang terlibat dalam turnamen. 5. Tata Kelola Kegiatan yang Transparan Euro 2024 mengadopsi bentuk perilaku yang transparan, bertanggung jawab, dan akuntabel dalam operasional acara, sejalan dengan prinsip internasional. Selain itu juga berbagi pengetahuan dan praktik baik dalam diskusi berkelanjutan dengan kota tuan rumah, mitra, dan pemangku kepentingan sepak bola lainnya untuk membentuk warisan yang berkelanjutan. Sampai saat ini, belum tersedia informasi terkini terkait dampak keberlanjutan pasca Euro 2024. Namun, melalui langkah-langkah di atas, Euro 2024 telah berupaya tidak hanya menjadi ajang olahraga yang sukses, tetapi juga menjadi contoh bagaimana acara besar dapat dilaksanakan dengan dampak lingkungan yang minimal dan manfaat sosial yang maksimal. Baca Juga: 5 Green-fluencer yang Dukung Keberlanjutan Lingkungan Berkontribusi Terhadap Keberlanjutan Pelaku usaha, bisnis, perusahaan juga dapat turut serta dalam perubahan menuju keberlanjutan. Salah satunya dengan melakukan pengukuran dan pemantauan emisi karbon secara teratur serta melaporkannya secara transparan kepada publik untuk dapat membantu perusahaan memahami dampak lingkungan dari operasinya dan menetapkan target-target pengurangan emisi. Agar kegiatan pengukuran dan analisa emisi gas rumah kaca dapat dikerjakan secara lebih efektif, lakukan semua prosesnya bersama Satuplatform! Satuplatform merupakan platform all-in-one yang menyediakan solusi komprehensif untuk ESG Management, Carbon Accounting, dan Sustainability Reporting. Kami dapat membantu Anda mencapai tujuan keberlanjutan dengan menjadi yang terdepan sesuai regulasi yang berlaku.  Dengan fitur-fitur Satuplatform, Anda dapat: Satuplatform juga didukung oleh tim ahli yang berpengalaman di bidang keberlanjutan bisnis. Tim ahli kami akan membantu memahami kebutuhan Anda dan mengimplementasikan solusi yang tepat. Hubungi Satuplatform dan dapatkan FREE DEMO sekarang!  Wujudkan bisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bertanggung jawab bersama Satuplatform. /*! elementor – v3.18.0 – 20-12-2023 */ .elementor-heading-title{padding:0;margin:0;line-height:1}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title[class*=elementor-size-]>a{color:inherit;font-size:inherit;line-height:inherit}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-small{font-size:15px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-medium{font-size:19px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-large{font-size:29px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xl{font-size:39px}.elementor-widget-heading .elementor-heading-title.elementor-size-xxl{font-size:59px} Similar Article Peternakan dan Emisi Gas Rumah Kaca: Tantangan dan Solusi Tidak dapat dipungkiri bahwa industri peternakan menjadi salah satu yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) global. Kegiatan peternakan yang menggunakan jumlah besar air dan lahan, belum lagi membutuhkan tanaman sebagai pakan, mulai disoroti dampaknya saat ini. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sektor peternakan dianggap sebagai salah satu agen penyebab utama perubahan iklim. Dilansir dari Nature, menurut data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor ini melepaskan sekitar 3,75 Gt CO2 -eq per tahun ke atmosfer. Penelitian oleh Illinois State University dan FAO pada 2021 mendapati bahwasanya diperkirakan peternakan telah menyumbang sekitar 19,6% dari seluruh emisi GRK… StartUp AgriTech: Strategi Berkelanjutan Kurangi Emisi Karbon Sumber pangan untuk bahan konsumsi sehari-hari banyak diperoleh dari sektor pertanian. Saat ini, aktivitas pertanian tengah menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dari kondisi iklim yang berubah-ubah secara ekstrim. Dampaknya, hasil panen menjadi tidak optimal dan mengganggu rantai pasok pasar. Di samping itu, hasil panen sebagai barang konsumsi juga tanpa disadari memiliki potensi terhadap gas sisa yang berpengaruh pada perubahan iklim itu sendiri. Sehingga, diperlukan pula inovasi dan teknologi untuk dapat men-tackle kondisi tersebut. Mari simak bagaimana kondisi pertanian dan pangan dapat berjalan secara lebih berkelanjutan dengan hadirnya startup agritech yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Pertanian dan Perubahan Iklim Pertanian… Digital Transformation to Support Environmental Sustainability In an era marked by rapid technological advancements and increasing awareness of environmental challenges, the intersection of digital transformation and environmental sustainability has emerged as an important area of ​​focus. Digital transformation, which encompasses the integration of digital technologies into all areas of business and society, has the potential to drive significant progress on the environmental sustainability agenda. This article discusses how digital transformation can support environmental sustainability, as well as the current forms of technology that are widely applied. Enhancing Efficiency and Reducing Waste One of the key ways digital transformation supports environmental sustainability is by increasing efficiency and… Memperkuat Peran Hutan dalam Memitigasi Perubahan Iklim: Konservasi dan Restorasi Hutan Alam sejatinya memiliki berbagai mekanisme untuk menyembuhkan dirinya sendiri …